10 Cara Telaten Kenali dan Obati TB Laten


Bocah lelaki yang belum genap berusia empat tahun itu meringis sedikit ketika dokter menyuntik lengan kanannya. Tidak sampai sepuluh detik kemudian wajahnya kembali biasa. Tidak menangis, apalagi meraung. 

“Anak hebat,” kata Dokter Sri ketika itu, lalu menoleh kepada ibu si bocah sambil tersenyum.

Saya, ibu dari anak itu, tersenyum bangga. Di balik itu, rasa kuatir menelusup. Pagi itu memang saya memutuskan membawa anak sulung ke Dokter Spesialis Anak untuk dilakukan Tes Mantoux (Uji Tuberkulin).  Saya membawanya atas inisiatif sendiri.  Sebabnya?  Sudah hampir setahun berat badannya tak ada peningkatan tanpa sebab yang jelas. Rasa-rasanya kebutuhan makannya terpenuhi dengan baik. Apa yang salah ya? Ini menerbitkan rasa was was dan curiga.

Latar belakang Ilmu Mikrobiologi dan pernah mengajar di Fakultas Kedokteran membuat saya justru kuatir adanya infeksi bakteri TB pada anak. Memang tak ada batuk atau demam berkepanjangan, ataupun kontak yang intens dengan penderita TB aktif.  Tetapi, karena gejala TB pada anak tidak spesifik, saya memutuskan untuk menjawab semua keraguan itu dengan bukti medis. 



Peristiwa itu sudah terjadi hampir tujuh tahun silam, di penghujung tahun 2011.  Bersamaan kondisinya saya sedang mengandung anak kedua di trimester ketiga dan menjalani kuliah Pascasarjana di Universitas Indonesia (UI), Depok. Dengan perut gendut dan jalan tertatih, saya bujuk si sulung ke Dokter. Alhamdulillah ia menurut dan tidak menangis. Saat itu suami sedang bertugas di luar kota dan menyetujui usul saya agar si sulung diuji tuberkulin.

Dokter menandai bekas suntik dengan spidol tahan air.  “Ibu, tolong perhatikan di bekas suntik ini ya sampai dua atau tiga hari ke depan, apakah muncul bengkak (indurasi),” pesan Dokter Sri. Dokter Sri meminta saya mengukur dengan mistar jika ada indurasi dan tetap kembali kontrol di hari ketiga. 

Saya pulang dengan was was tak terhenti.  Kuatir hasil tes itu positif. Tetapi, setelah diamati hingga memasuki hari ketiga, bekas suntikan itu tidak menunjukkan tanda tanda bengkak. Kulitnya tetap datar. Saya kembali ke Dokter Sri dengan senyum lebar.  


Ketika beliau menegaskan tes Mantoux (Uji Tuberkulin) pada anak sulung hasilnya negatif, saya lega. Sekaligus kemudian mengintrospeksi diri mengapa berat badan si kakak tak naik-naik. Usut punya usut ternyata karena anak itu kelewat aktif.

Singkat cerita, kini sulung sudah duduk di kelas 3 SD, alhamdulillah sehat walafiat.  Ia tumbuh cerdas dan kuat. Syukurlah. Adiknya demikian pula. Namun, saya dan suami tetap waspada,  dan berupaya memanfaatkan kesempatan untuk mengikuti informasi tentang TB maupun edukasi kesehatan keluarga. 

Rasa ingin tahu yang kuat untuk updating perkembangan penyakit TB pula yang mendorong  saya untuk ikut serta pada kegiatan Bloggers Forum bertajuk “Treat Latent TB for TB Free World”  pada hari Sabtu tanggal 7 April 2018 yang lalu. 

Kumpulan Emak Blogger menerima edukasi #KenalidanObatiTBLaten
Bersama para emak Blogger yang tergabung dalam Komunitas Kumpulan Emak-Emak Blogger (KEB), kami menerima edukasi kesehatan yang fokus pada cara-cara mengenali dan mengobati TB Laten pada Anak.  Mengapa fokus pada TB Laten? Sebab, anak dengan TB Laten potensial untuk berlanjut menjadi penderita TB aktif saat dewasa. 

Dari kegiatan ini pula saya mengetahui perkembangan pemeriksaan TB.  Pada tahun 2011 dulu hanya ada tes Mantoux (seperti yang telah dilakukan pada anak sulung saya). Kini, sudah berkembang pemeriksaan darah lengkap IGRA (Interferon Gamma Release Assay), yang biayanya sungguh jauh di atas biaya Tes Mantoux. 

Beruntung sekali dalam kesempatan itu, para Emak Blogger diedukasi langsung oleh ahli Respirologi Anak dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Dr Wahyuni Indawati SpA(K) dan Dr Arya Wibitomo dari Sanofi Indonesia. 

Selama dua jam setengah, saya dan para Emak Blogger lainnya belajar dalam suasana yang kondusif di Restoran Penang Bistro, Gedung Oakwood Premier Cozmo, Jakarta. Seru ya, belajar di restoran (iya banget). He he he….

Semua ilmu dan informasi dari kegiatan tersebut, saya olah dalam bentuk 10 cara telaten mengenali dan mengobati TB Laten pada anak.  Selain sebagai pengingat bagi diri saya sendiri, juga untuk diambil manfaatnya oleh pembaca. 

Dr Wahyuni Indawati SpA(K) menyampaikan pemaparan
Sepuluh cara ini secara bertahap dan paralel memang butuh ketelatenan kita sebagai orang tua. 
Secara umum, 10 cara untuk #KenalidanObatiTBLaten saya rangkum sebagai berikut: 

1.  Edukasi Diri (Ayah dan Ibu) 
2.  Dimulai dengan Vaksinasi BCG pada bayi 
3.  Terapkan pola hidup sehat dengan pedoman gizi seimbang dan istirahat cukup
4.  Ciptakan lingkungan yang tidak kondusif bagi bakteri Mycobacterium tuberculosis, jaga  
     secara konsisten kebersihan diri dan lingkungan sekitar
5.  Waspada berinteraksi di Area Publik, hindari kontak dengan penderita TB aktif
6.  Konsisten dan telaten amati pertumbuhan anak 
7.  Periksakan anak segera ke Dokter Spesialis Anak apabila menemui gejala TB 
8.  Lakukan investigasi kontak, karena jika anak terinfeksi TB kemungkinan besar tertular 
     dari penderita TB aktif dewasa 
9.  Telaten mendampingi anak dalam menjalani profilaksis hingga tuntas apabila telah 
     ditegakkan diagnosis TB Laten 
10. Bantu anak menjaga kepercayaan diri dan semangatnya untuk berobat sampai sembuh 
      total 


Yuk kita simak satu persatu.

1. Edukasi Diri (Ayah dan Ibu) 

Ini cara yang pertama kali harus dilakukan orang tua. Kita wajib mengedukasi diri dengan mencari informasi kesehatan seakurat mungkin dari sumber terpercaya.  Berilah perhatian khusus pada data dan fakta tentang penyakit TB, agar kita memiliki landasan yang kuat untuk membentuk mindset bahwa penyakit TB Laten pada anak bukan persoalan main-main. 


Ayah dan Ibu pastinya sudah sangat akrab dengan istilah Tuberkulosis. Tuberkulosis (TB) atau yang dahulu sering kita sebut sebagai TBC adalah penyakit menular yang disebabkan infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis.  Bakteri ini berbentuk batang dan memiliki sifat khas tahan terhadap pewarnaan dengan dekolorisasi oleh asam pada Teknik Pewarnaan Ziehl-Nielsen, sehingga disebut sebagai Bakteri Tahan Asam (BTA). 

Walaupun sudah belasan tahun berlalu, saya masih ingat sediaan mikroskopis BTA yang pernah dipelajari di Laboratorium Mikrobiologi FK YARSI, ketika masih mengajar di sana.  Bentuk-bentuk batang warna merah muda nampak di bawah mikroskop itu adalah Bakteri TB, sementara bakteri lain non TB di sekelilingnya  berwarna biru.   

TB umumnya menyerang paru-paru, namun 20 sampai 30% TB pada anak juga dapat menyerang organ tubuh yang lain seperti kelenjar getah bening, usus, dan tulang. Dr Wahyuni Indawati SpA(K) mengatakan bahwa pada status kekebalan tubuh yang tidak baik (sangat lemah), bakteri TB bisa menyebar ke saluran pencernaan, tulang, ginjal, bahkan otak.  


Meskipun TB menular dan endemik di Indonesia, bukan berarti tidak bisa dicegah. Bisa, tapi butuh kerjasama partnership antara orang tua, keluarga, lingkungan, tenaga kesehatan, farmasi, pihak swasta, dan pemerintah juga. Sebab, memutus mata rantai TB itu tidak semudah menggunting tali. Sebagai orang tua, kita mulai dengan kepedulian, mengedukasi diri, lalu melihat anak-anak kita sendiri terlebih dahulu. 


2. Dimulai dengan Vaksinasi BCG pada bayi 

Apakah anak-anak kita sudah divaksinasi BCG?  Vaksinasi BCG memang tidak membebaskan 100% seseorang dari penyakit TB. Menurut Dr Wahyuni Indawati SpA(K), efektivitas vaksinasi BCG untuk menghindarkan dari penyakit TB adalah 60 sd. 80%.  

Namun, vaksinasi BCG mampu melindungi seseorang dari penyakit TB yang berat. Sebab, vaksin BCG mampu membangkitkan kekebalan spesifik tubuh terhadap bakteri TB ketika masuk ke dalam tubuh.

Lain halnya bila seseorang tidak pernah divaksinasi BCG, kemungkinan terkena infeksi yang berat akan lebih besar. 

3. Terapkan pola hidup sehat dengan pedoman gizi seimbang dan istirahat cukup

Anak-anak merupakan anggota masyarakat yang rentan diserang penyakit, selain ibu hamil dan orang tua.  Sebab, kekebalan tubuh mereka belum terbentuk dengan sempurna.  Namun kekebalan tubuh tidak bekerja sendiri.  

Bayi yang telah diimunisasi BCG seharusnya mendapat kecukupan gizi dari ASI lalu makanan tambahan.  Saat tumbuh menjadi batita hingga balita, anak-anak seharusnya diasuh dalam pola hidup sehat oleh orang tuanya. Makan makanan bergizi, cukup istirahat, dan tinggal di lingkungan yang sehat dalam limpahan kasih sayang. 

MC Miss. Liatna Jaya menghangatkan susana belajar para Emak Blogger
Pola hidup yang sehat akan membantu anak untuk meningkatkan daya tahan tubuhnya terhadap infeksi bakteri.  Menurut istilah Dr Wahyuni, satpam-satpam penjaganya diperbanyak. Apabila anak secara tidak sengaja terpapar udara yang tercemar bakteri TB dari kontak dengan penderita TB dewasa, dan terhirup, maka anak yang daya tahan tubuhnya lebih kuat akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk tidak tertular. Sebab, satpam-satpam yang banyak dan kuat berhasil mengalahkan semua benda asing merugikan yang akan masuk ke tubuh, termasuk bakteri TB. 

Sangat baik sedini mungkin untuk membiasakan anak belajar menjaga kebersihan.  Sederhananya seperti mencuci tangan dengan benar sebelum makan dan setelah bermain.  Dengan penuh ketelatenan, kita sebagai orang tua wajib mengupayakannya secara konsisten. 

4. Ciptakan lingkungan yang tidak kondusif bagi bakteri Mycobacterium tuberculosis, jaga secara konsisten kebersihan diri dan lingkungan sekitar

Secara umum, penularan penyakit TB terjadi melalui udara. Ketika penderita TB dewasa batuk/bersin/bicara, ia mengeluarkan percik renik yang mengandung bakteri TB.  Bakteri TB yang ada di udara tercemar itu akan mampu bertahan di lingkungan yang kondusif yaitu lingkungan yang lembab, kotor, jorok, kumuh, padat, dan kurang ventilasi. 

Para Emak Blogger bersama Narasumber seusai forum
Di lingkungan seperti rumah yang padat oleh penghuni serta kurang perputaran udara, kemungkinan penularan TB sangat besar.  Begitu pula di berbagai area publik yang banyak kerumunan orang seperti kereta api, bus, tempat rekreasi, pasar/ mall, daycare, penjara, rumah sakit, dan tempat-tempat umum lainnya.  

Sebaliknya, di lingkungan yang kaya cahaya matahari dan bersih, vitalitas bakteri TB akan menurun. Peluang penularan TB di lingkungan ini sangat kecil, walau tetap saja masih ada peluang keterjadian.  Terutama apabila daya tahan tubuh sangat lemah.

Karena itu, penting sekali untuk menciptakan tempat tinggal dan lingkungan sekitar yang sehat dan bersih. Buka jendela lebar-lebar di pagi hari agar cukup perputaran udara dan cahaya matahari.  Jangan meletakkan pakaian atau handuk basah/lembab di dalam kamar, apalagi membiarkannya sepanjang hari. 

Lakukan secara konsisten dan tularkan kebiasaan itu kepada seluruh anggota keluarga. 

5. Waspada berinteraksi di Area Publik, hindari kontak dengan penderita TB Aktif

Area publik yang wajib diwaspadai adalah seluruh area di ranah publik yang kemungkinan dipenuhi oleh orang dari berbagai asal usul dan tempat.  Misalnya asrama, rumah sakit, penjara, daycare, sekolah, pasar, mall, tempat pertunjukan, bus, kereta api, dan semacamnya. 

Sumber:  Pemaparan Dr Wahyuni Indawati SpA(K)
Di area publik seperti disebutkan di atas, kemungkinan percik renik yang mengandung bakteri TB dari batuknya penderita TB aktif terhirup oleh kita akan semakin besar.  Apabila percik renik itu terhirup oleh orang yang sehat akan masuk ke saluran pernafasan hingga ke paru-paru. 

Narasumber menjawab pertanyaan para Emak Blogger
Ketika bakteri TB dari percik renik terhirup, pertahanan tubuh non spesifik kita akan otomatis menolaknya sebagai benda asing. Jika pertahanan tubuh kita cukup kuat, maka tidak akan terinfeksi. Namun jika pertahanan tubuh non spesifik tidak cukup kuat, bakteri TB yang terhirup akan terus menetap di paru-paru serta memunculkan reaksi pertahanan spesifik tubuh kita terhadap kuman TB.  

Apabila kita sudah divaksinasi BCG, kekebalan spesifik kita terhadap bakteri ini akan diuji. Jika kekebalan spesifik kita kalah, maka bakteri TB akan menetap di dalam tubuh kita, dan inilah yang disebut Infeksi TB Laten. 


6. Konsisten dan telaten amati pertumbuhan anak 

Kita wajib telaten dan konsisten mengamati pertumbuhan anak, karena gejala TB pada anak sangat tidak spesifik.  Kadangkala malah mirip dengan gejala penyakit lain, sehingga menyulitkan diagnosa awal yang berdampak pada kesalahan penanganan.  

Sebagai orang tua kita wajib waspada dengan gejala umum TB anak sebagai berikut:

1.  Berat badan turun tanpa sebab yang jelas, atau tidak naik secara signifikan dalam satu bulan
    setelah diberikan upaya perbaikan gizi yang baik
2.  Demam lebih dari 2 pekan dan / atau berulang tanpa sebab yang jelas.  Suhu tubuh demam
    umumnya tidak tinggi (sekitar 38 derajat Celcius)
3.  Batuk lebih dari 3 pekan, tidak pernah reda atau intensitasnya semakin lama semakin parah
4.  Nafsu makan tidak ada atau berkurang
5.  Lesu, sehingga anak nampak kurang aktif bermain
6.  Diare terus menerus lebih dari 2 pekan yang tidak sembuh dengan pengobatan dasar diare




7. Periksakan segera anak ke Dokter Spesialis Anak apabila menemui gejala TB  

Apabila menemui gejala seperti di poin nomor 6, ada baiknya orang tua segera menemui Dokter Spesialis Anak untuk pemeriksaan secara tepat.  Anak-anak yang berkontak intens dengan penderita TB aktif sebaiknya juga diperiksa karena besar kemungkinan terinfeksi bakteri TB walau nampak sehat. Tes Mantoux (Uji Tuberkulin) /IGRA, Rontgen dada, dan kultur dari dahak jika ada batuk merupakan cara yang biasanya dilakukan agar dapat diketahui adanya infeksi TB atau tidak. 

Sumber:  Pemaparan Dr Wahyuni Indawati SpA(K)

Apabila anak ternyata menderita TB Laten, jangan dibiarkan. Sebanyak 5 hingga 10% anak dengan TB Laten memiliki risiko untuk mengidap penyakit TB (TB aktif) jika tidak diketahui sejak dini dan tanpa penanganan yang tepat. Meskipun anak dengan TB Laten tidak menularkan TB kepada orang dewasa atau anak lain, namun untuk masa depannya sebaiknya segera dilakukan profilaksis sampai tuntas.

8. Lakukan investigasi kontak, karena jika anak terinfeksi TB kemungkinan besar tertular dari penderita TB aktif dewasa 

Apapun hasil dari pemeriksaan awal, janganlah membuat ayah dan ibu menjadi gulana.  Jika anak didiagnosis TB Laten ataupun TB Aktif (Sakit TB) maka hal pertama yang harus kita perhatikan adalah pengobatan anak kita dan investigasi kontak.  Investigasi kontak ini semacam penelusuran siapa saja orang dewasa penderita TB Aktif yang berkontak secara intens dengan anak.  

Sumber:  Pemaparan Dr Wahyuni Indawati SpA(K)

Mengapa ini penting? Menurut Dr Wahyuni, Penderita TB aktif itu sendiri memiliki kemungkinan 65 persen menularkan penyakitnya kepada anak atau lingkungan terdekat yang berkontak intens dengannya.  Karena itu, jika dijumpai kasus TB Laten ataupun TB aktif pada anak, patut ditelusuri sumber kontak untuk dapat dilakukan pengobatan juga kepada sumber kontak.  Selain itu, akan membantu untuk memutus mata rantai penularan TB. 

Sumber:  Pemaparan Dr Wahyuni Indawati SpA(K)

9. Telaten mendampingi anak dalam menjalani profilaksis hingga tuntas apabila telah ditegakkan diagnosis TB Laten 

Pengobatan TB pada anak terdiri dari terapi (pengobatan) dan profilaksis (pengobatan pencegahan).  Terapi TB diberikan kepada anak yang sakit TB (TB aktif).  Profilaksis TB diberikan kepada anak yang kontak erat dengan pasien TB menular (profilaksis primer) atau anak yang terinfeksi TB tanpa sakit TB/ anak dengan TB Laten (profilaksis sekunder).

Apabila hasil uji tuberkulin /skin test/Tes Mantoux terhadap anak kita positif, anak dikatakan menderita TB Laten dan wajib menjalani profilaksis. Pemberian profilaksis/ pengobatan  pencegahan pada anak dengan TB Laten akan akan menurunkan risiko sakit TB sebesar 60%.  

Sumber:  Pemaparan Dr Wahyuni Indawati SpA(K)
5 sampai dengan 10% anak yang menderita TB Laten memiliki kemungkinan menderita TB Aktif (sakit TB) di usia dewasanya.  Karena itu, segera obati TB Laten sampai tuntas sesuai petunjuk Dokter, demi masa depan anak. 

Hal penting yang harus diperhatikan orang tua dalam mendampingi pengobatan anak dengan TB Laten maupun TB Aktif adalah ketelatenan dan kesabaran.  Karena pengobatan ini membutuhkan waktu 6 hingga 12 bulan, tergantung dari tingkat infeksi bakteri, orang tua harus sabar dan menularkan kesabaran itu kepada anak.  

Biasanya pengobatan akan memberikan kombinasi 3 sampai 4 jenis obat.  Kunci keberhasilan pengobatan TB adalah kepatuhan dan keteraturan dalam meminum obat.  Orang tua harus telaten sebagai PMO (Pengawas Minum Obat) anak agar pengobatan berjalan sesuai timeline.  Jika tidak tertib, hasil pengobatan tidak akan terlihat.  Pengobatan pun harus diulang dari awal lagi. 

Selain itu, daya tahan tubuh anak selama pengobatan harus disupport dengan suplai makanan bergizi tinggi, supaya pengobatan memberikan hasil yang nyata. 

10. Bantu anak menjaga kepercayaan diri dan semangatnya untuk berobat sampai sembuh total 

Anak dengan TB Laten maupun TB Aktif kemungkinan akan mengalami penurunan kepercayaan diri apabila diekspos sebagai penderita penyakit menular.  Apalagi bila edukasi kepada masyarakat belum dipahami bahwa TB Laten tidak menular.  Yang menularkan adalah Penderita Dewasa TB Aktif infectious dan juga tidak secara serta merta 100% menularkan (kemungkinan menularkan 65%).

Anak dengan penyakit TB tidak selalu menularkan orang sekitarnya, kecuali anak tersebut menderita TB Bakteri Tahan Asam (BTA) positif atau TB tipe dewasa.  Maksudnya adalah TB pada anak namun dengan gambaran menyerupai TB Dewasa dan ditemukan BTA pada pemeriksaan dahaknya. 

Halo, ini Saya :) Salam pembelajar!!
Sebaiknya, anak dengan TB Laten selalu disemangati untuk sembuh.  Begitu pula anak penderita TB Aktif.  Walau pengobatannya berbeda, tetapi keduanya harus ditumbuhkan semangatnya untuk kembali sehat.  Yakinkan kepada anak-anak tersebut bahwa mereka bisa sembuh sampai tuntas apabila berobat dengan tertib.  Yakinkan bahwa kita semua bisa bebas dari TB dan sehat seperti sedia kala. 

Kesepuluh cara tersebut mutlak membutuhkan ketelatenan dan kesabaran orang tua.  Ketelatenan dan kesabaran itu pula modal kita dalam memerangi TB. Anak-anak yang sehat adalah harapan kita untuk masa depan.  Semoga para orang tua selalu diberikan kekuatan untuk menjaga anak-anak tetap sehat hingga dewasa dan mandiri.  

Mari kita selalu waspada dan mawas diri serta saling support untuk memerangi TB secara masiv. Terutama kita berikan perhatian pada Anak dengan TB Laten agar TB dapat diberantas sebelum menjadi parah.  Semangat terus para orang tua dan : Jangan kasih kendor!!! (Opi)






2 komentar

  1. Agak ngeri Y mbak TB ini. Penularannnya juga masya Allah bahaya banget... Benar-benar harus ekstra bgt sama anak

    BalasHapus
  2. Iya mba, gejala nya ga kentara ya soalnya. Jd ngga boleh skip pantau tumbuh kembang anak anak.....

    BalasHapus

Terima kasih telah berkunjung dan membaca artikel ini. Silakan tinggalkan jejak di komentar dengan bahasa yang sopan. Mohon tidak meninggalkan link hidup. Terima kasih.