Fitrah sebagai Basis Pendidikan yang Hakiki


Basis pendidikan menjadi hal krusial bagi pencapaian tujuan mulia menciptakan generasi penerus yang mumpuni. Basis yang keliru akan berdampak generasi rapuh yang gagal didik. Kembali ke tujuan penciptaan manusia, fitrah selayaknya mengemuka sebagai basis pendidikan yang hakiki. 

Itu hasil merenung saya tadi malam. Sampai tidak bisa tidur walaupun jarum jam sudah menunjukkan lewat Pukul 00.00.  Biasanya saya sudah terlelap, karena harus bangun Pukul 4.00 untuk siap-siap berangkat ke kantor.  Jika ada sesuatu yang mengganggu pikiran, mata ini memang tidak bisa lekas terpejam. Otak berputar memikirkan satu hal. Pendidikan anak-anak.  

Sebagai ibu dua orang anak, saya menyandang gelar pendidik.  Tugas utama saya bersama suami mendidik anak-anak agar menjadi pribadi soleh yang bermanfaat. Selama ini, tugas mendidik tidak dilakoni sendiri.  Ada peran sekolah, keluarga, dan lingkungan yang juga turut serta sebagai fungsi pendamping.  

Satu hal yang mengganggu pikiran saya adalah, ketika menyadari bahwa anak-anak seharusnya dididik sesuai dengan fitrahnya, banyak hal yang terjadi menyimpang dari prinsip itu.  Fitrah sebagai basis pendidikan kadang belum bisa saya terapkan dengan baik karena keterbatasan diri ini untuk lebih banyak belajar. Mudah-mudahan perlahan-lahan saya bisa terus mendalaminya seiring dengan perjalanan mengasuh anak-anak. Learning by doing. 

Pendidikan Berbasis Fitrah  

Fitrah berasal dari bahasa Arab yang berarti membuka atau menguak.  Makna fitrah diterjemahkan sebagai asal kejadian, keadaan yang suci, dan kembali ke asal.  Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia fitrah artinya sifat asal, kesucian, bakat, atau pembawaan.

Pendidikan mengandung makna proses, cara, dan perbuatan mendidik.  Detilnya adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.  Ketika mendidik anak, kita mengajarkan konsep atau tata nilai. Lalu,  melatihnya untuk mengimplementasikan dalam kehidupan nyata.

Bagaimana proses kita menyampaikan konsep, nilai, pelajaran maupun bekal kepada anak-anak kita ?  Bagaimana proses kita mendidik anak sejak mereka lahir dari rahim kita?  Apa landasannya?  Fitrah. Ya, selayaknya didasarkan atas fitrah mereka. Begitupun ketika kita mendidik diri sendiri.   

Berdasarkan pengetahuan yang saya serap dari bahan bacaan dan seminar-seminar pendidikan berbasis fitrah, masing-masing diri anak kita dikaruniai tujuh fitrah personal (potensi).  Ketujuh fitrah personal itu adalah :

1. Fitrah Keimanan, bahwasanya beriman dan mengenal Sang Pencipta adalah sebuah kebutuhan

2. Fitrah Belajar, bahwasanya manusia memiliki insting mempelajari berbagai hal untuk bertahan hidup

3. Fitrah Gender/ Seksualitas, bahwasanya tiap orang membutuhkan determinasi terhadap eksistensinya sebagai laki-laki atau perempuan.  Secara genetis, laki-laki dan perempuan ditakdirkan berbeda secara fisik maupun mentalnya.

4. Fitrah Bakat, bahwasanya ada sifat-sifat tertentu yang diwariskan yang membuat sesorang cenderung memiliki kelebihan di bidang yang tertentu juga.

5. Fitrah Sosial, bahwasanya setiap orang adalah makhluk sosial, yang butuh diapresiasi, butuh eksistensi diri di lingkungan dan tidak dapat hidup sendiri

6. Fitrah Perkembangan, bahwa setiap anak akan mengalami perkembangan yang spesifik di tiap tahapannya.

7. Fitrah Estetika, bahwa setiap anak menyukai keindahan yang kadarnya akan berbeda antara satu dengan yang lain.  

Sudah seharusnya ketika kita mendidik anak, ketujuh fitrah itu dijadikan basis landasan. Selama ini, tanpa disadari saya hanya cenderung mengacu ke fitrah bakat saja.  Padahal itu hanya salah satu dari seluruh kelengkapan fitrah dalam diri anak.  

Sebuah pemahaman tentang fitrah anak yang saya dapat
dari kuliah Matrikulasi Institut Ibu Profesional, 2018 
Saya menyadari bahwa anak usia 0 hingga 7 tahun fitrahnya adalah bermain.  Ya, bermain.  Belahan otaknya belum memisah sempurna (fitrah perkembangan) sehingga tidak bisa dipaksakan untuk menerima pengajaran dengan cara pendidikan dan pelatihan akademik. Segala hal yang akan diajarkan pada anak-anak usia 0-7 tahun hanya akan mengena bila disajikan dalam format bermain. 

Mengenal Tuhan, dikenalkan dengan cara bermain.  Mengenal diri dan tubuh (laki-laki atau perempuan) disajikan dengan permainan.  Begitu pula pelajaran nilai-nilai hidup dan keberadaan di lingkungan sosial serta penanaman karakter dimasukkan dengan cara bermain yang menyenangkan.  

Beri Anak Stimulus sesuai Fitrahnya

Anak-anak akan siap untuk memasuki pengajaran dengan metode pendidikan dan pelatihan akademik di sekolah setelah memasuki usia 7 tahun.  Dalam ilmu perkembangan, seperti saya serap dari penjelasan seorang Psikolog di Sekolah Islam Berbasis Fitrah Ibu Yelia beberapa waktu lalu, dikenal piramida pembelajaran sebagaimana disajikan pada gambar berikut: 


Jika kita berbicara tentang belajar secara akademik, maka letaknya ada di piramid paling atas ( academic learning).  Belajar di sekolah, membaca dan menulis, mendengarkan guru mengajar, ada di level tersebut.  Namun, apakah yang mendasarinya?  Dasar sesungguhnya adalah yang di paling bawah piramida yaitu Central Nervous System/Sistem Syaraf Pusat.  Jadi apabila anak-anak kita ada masalah di sekolah terkait pembelajaran, sebagai orang tua kita wajib melihat ke titik asalnya yaitu perkembangan sistem syaraf pusat. Sudahkan syaraf pusat terstimulus sesuai fitrah perkembangannya? 

Apakah Sistem Syarat Pusat?  Sistem inilah yang bertanggung jawab terhadap proses pembelajaran anak-anak kita sejak terbentuk di dalam kandungan.  Hal yang paling mendasar dari semua awal pembelajaran manusia adalah sistem inderanya.  Ada tujuh indra yang berada di bawah Sistem Syaraf Pusat, yang perlu diberi rangsangan (stimulus) untuk berkembang dengan baik.  Ketujuh indra itu adalah :

1. Olfactory (Penciuman)
2. Visual (Penglihatan)  
3. Auditory (Pendengaran) 
4. Gustatory (Pengecapan)
5. Tactile (Perabaan)
6. Vestibular (Keseimbangan)
7. Proprioception (Kerja Otot) 

Pertanyaannya adalah, apakah kita para orang tua sudah memberikan stimulus yang cukup dan tepat untuk perkembangan indera anak kita sebelum usia 7 tahun? Nah... saya sampai terkesiap ketika melakukan introspeksi ini.  Ibaratnya tanaman, akan tumbuh subur jika diberi makanan berupa pupuk, nutrisi, cahaya, dan air yang cukup. Sistem syaraf pusat juga demikian.  Apakah makanannya agar bisa berkembang baik?  Makanan bagi sistem syaraf pusat untuk bisa berkembang dengan baik adalah gerak dan stimulus yang cukup dan tepat. 

Terbayang kan betapa aktifnya anak-anak bergerak dan membuat rumah berantakan ketika masih kanak-kanak?  Sempat kesal dan marah karena rumah tidak bisa rapi?  Tunggu dulu.  Itulah fitrah perkembangan anak-anak 0 sampai dengan 7 tahun.  Patut diketahui orang tua, bahwa ketika anak aktif bergerak, sinapsis pada sel-sel otak akan aktif mengirimkan stimulus (rangsangan) ke otak.  Sehingga, otak akan berkembang dengan seksama! Itulah perkembangan kecerdasannya.

Sebaliknya, apabila anak-anak hanya diam saja, kurang gerak, sukanya nonton televisi atau main game, maka otaknya tidak berkembang dengan baik. Ketika anak nonton televisi dan main game, yang terstimulus dengan baik hanya indera penglihatan (visual)nya saja.  Semantara ada 6 indera lainnya yang harusnya terstimulus dengan baik agar sistem syaraf berkembang sempurna. 

Apa jadinya jika sistem syaraf tidak mendapatkan rangsangan yang cukup dan tepat?  Fatal.  Proses pembelajaran anak akan terhambat di level berikutnya seiring dengan tahapan level pada gambar piramida pembelajaran di atas.  Sayangnya, kadang kita sebagai orang tua mungkin tidak peka.  Masalah baru akan kita sadari setelah anak masuk sekolah dan tidak menunjukkan perkembangan akademik yang wajar untuk seusianya.  

Lalu, kita orang tua sibuk memberi anak les ini itu untuk mensupportnya.  Padahal solusinya bukan itu. Solusinya bukan di akademik, tetapi lebih mendasar di stimulus sistem syaraf pusatnya. 

Sempat saya bercucuran air mata waktu menyadari, aaaah sudah sekian tahun saya jadi ibu, semua berjalan mengalir begitu saja. Tetapi modal saya untuk mendidik anak sesuai dengan fitrahnya belum betul-betul senantiasa ditambah. 

Di hari Pendidikan Nasional tanggal 2 Mei 2018 ini, saya jadikan moment untuk membenahi diri sebagai pendidik utama buah hati. Sejatinya untuk mampu mendidik anak-anak dengan pendidikan berbasis fitrah, saya harus lebih dulu mampu mendidik diri sendiri dan memahami fitrah diri.  

Penting rasanya belajar dari Bapak Pendidikan Nasional Indonesia, Raden Mas Soewardi Soeryaningrat. Ketika usianya genap 40 tahun, beliau mengganti namanya menjadi Ki Hajar Dewantara serta menanggalkan semua gelar kebangsawanannya.  Tujuannya, beliau ingin lebih dekat dengan rakyat baik secara fisik dan jiwa.  Saat ini, di usia saya yang juga 40 tahun, saya berniat menanggalkan seluruh ego saya sebagai ibu, agar bisa lebih dekat secara fisik dan jiwa dengan anak-anak, serta memahami fitrahnya.



Ing Ngarso Sung Tulodo (Di Depan Memberi Contoh)
Ing Madyo Mangun Karso (Di Tengah Memberi Semangat)
Tut Wuri Handayani (Di Belakang Memberikan Daya Kekuatan)

Itulah yang diajarkan Ki Hajar Dewantara dalam mendidik.  Saya mau meniru semua itu dengan meletakkan fitrah sebagai basisnya. Dan saya, sang pendidik, wajib mendidik diri sendiri untuk menjadi seperti itu.  Ayo Bu, jangan berhenti belajar!! Selamat Hari Pendidikan Nasional, 2 Mei 2018. (Opi) 

 ** Diilhami dari materi perkuliahan Matrikulasi Institut Ibu Profesional, bahan bacaan tentang pendidikan berbasis fitrah dari WA group ibu-ibu kompleks perumahan tempat saya tinggal, simpul-simpul buncah rasa dari seminar dan workshop tentang pembelajaran serta hubungannya dengan fitrah yang sempat saya ikuti sepanjang setahun terakhir.  

2 komentar

  1. wiiihhh keren, baru tau juga pengertian fitrah dan ke 7 fitrah itu. waktu kecil mengganggap fitrah itu adalah aqiqah jd klo ada bocah maenin kepala temennya pst bilang "woi udh di fitrahin nih," haha
    tks tulisannya bermanfaat buat saya belajar lagi ttg fitrah. selamat hari pendidikan mom

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah Mom Bella, sy jg msh belajar.... Prakteknya ga mudah jg.... Selamat Hari Pendidikan jugaaaa, semangaaaaaaad

      Hapus

Terima kasih telah berkunjung dan membaca artikel ini. Silakan tinggalkan jejak di komentar dengan bahasa yang sopan. Mohon tidak meninggalkan link hidup. Terima kasih.