4 Mental Juara yang Wajib Dikelola




PEKA alias Produktif, Entrepreneurial, Kreatif, dan Aktif Komunikatif adalah empat mental juara yang wajib dihidupkan.  Baik dalam kehidupan domestik maupun ranah publik.  Baik untuk perempuan pekerja maupun ibu rumah tangga.  Bagaimana caranya?  Mari kita belajar dan praktek sama-sama.

Sebelum masuk ke mental juara, yuk kita coba merefleksikan diri sendiri terlebih dahulu. Apakah diri memang membutuhkan mental juara?  Kalau saya sih iya.  Butuh banget. Apakah semua orang memang harus jadi juara, karenanya harus menghidupkan mental juara?

Jawabannya YA.  Setiap orang memang harus jadi juara, jadi pemenang.  Lho, terus bagaimana jika semua orang harus jadi juara? Yang lain harus kalah gitu? Tunggu dulu.  Yuk kita samakan persepsi tentang JUARA dan PEMENANG dalam konteks pengembangan diri ini.

JUARA atau PEMENANG deskripsinya adalah mereka yang berhasil mengalahkan lawannya dalam kriteria tertentu.  Nah siapakah lawannya?  Lawannya adalah segala bentuk kemalasan dan ketertinggalan, terutama di bidang tempat masing-masing berkiprah. Sebagai ibu rumah tangga, jangan sampai kalah dengan malas belajar keterampilan baru atau meningkatkan keterampilan yang sudah dimiliki.

Sebagai Ibu kantoran, juga jangan malas meningkatkan keterampilan ilmu domestik maupun publik. Dunia terus berubah dan berkembang.  Bahkan orang pintar pun akan kalah dan terlindas apabila tidak mampu mengalahkan malasnya. Kita semua butuh untuk survive! Pintar saja tidak cukup!

So, para juara bukanlah mereka yang berhasil mengalahkan orang lain, melainkan mereka yang mampu mengalahkan dirinya sendiri.  Mengalahkan rasa malas, sombong, sok tahu, cupet, dan berbagai sikap mental negatif yang menghambat pengembangan diri.

Kita boleh saja melihat sekeliling dan merasa tertantang dengan keberhasilan orang-orang di sekitar. Tetapi itu sebaiknya dijadikan pemacu ataupun trigger sebagai penyemangat gerak langkah ke depan, bukan dijadikan patokan keberhasilan kita.

Patokan keberhasilan kita tetap adalah kondisi diri sendiri setelah usaha dibandingkan dengan sebelum usaha. Kita juga harus bersikap adil pada diri sendiri bahwa tidak selamanya membandingkan diri dengan orang lain itu baik.

Bersikap adil pada diri sendiri juga berarti menetapkan tujuan pencapaian yang spesifik, dapat diukur dalam kurun waktu tertentu berdasarkan ketetapan diri sendiri. Kita jadi punya kriteria keberhasilan sendiri yang didasarkan pada peningkatan diri kita dari waktu sebelumnya dibandingkan dengan ke depan.  Ini akan membuat mental positif kita terus terasah.

Hindari untuk hanya membandingkan diri kita dengan orang lain semata. Jika selalu membandingkan diri sendiri dengan keberhasilan orang lain, alih-alih fokus pada mencapai tujuan, bisa jadi malah rasa iri yang akan dipelihara.  Ngga bagus tuh.



Hmm, kelihatannya saya mulai melantur nih.  Oke, kembali ke fokus mental juara, sudah kita samakan ya persepsi bahwa kita memang layak bercita-cita untuk jadi pemenang.  Pantas untuk berusaha jadi juara.  Tapi saya pikir, jadi pemenang itu bukan tujuan.  Jadi pemenang itu pencapaian yang harus terus dipertahankan.  Setuju? Jika jadi pemenang adalah tujuan, maka kita akan berhenti sampai sekali menang saja.  Terus sudah.

Tetapi jika kita berazam bahwa menjadi juara adalah sebuah pencapaian yang harus dipertahankan, maka akan beda kelanjutannya.  Mental juara akan selalu kita usahakan untuk dihidupkan dari waktu ke waktu sehingga anak-anak dan orang orang sekitar kita juga tertular.

Saya sih membayangkan, akan sangat menyenangkan jika bisa menularkan mental juara pada orang yang kita cintai. Biasalah, saya suka banget mengkhayalkan yang indah-indah begini.  Harus dicoba nih.

Yakin saja, jalan menjadi seorang JUARA sejati selalu terbuka di hadapan kita.  Yuk coba kita sama-sama selami empat mental juara yang akan jadi modal kita menapaki jalan menuju kemenangan. Ini dia si PEKA (Produktif, Entrepreneural, Kreatif, dan Aktif Komunikatif):




1. Produktif

Produktif dalam konteks ini adalah  selalu berusaha untuk menghasilkan sesuatu yang bermanfaat baik bagi diri sendiri maupun lingkungan. Sebelumnya saya pernah menulis tentang menjadi produktif versi kamu, yang bisa dibaca di sini : 6TIPS ASYIK JADI PRODUKTIF VERSI KAMU.

Produktif bukan semata-mata menghasilkan sesuatu sih, saya pikir pikir, produktif yang sejati itu menghasilkan sesuatu yang bermanfaat sesuai dengan jati diri sendiri.  Produktif versi saya yang ibu kantoran pastinya beda dengan versi ibu rumah tangga. Sebab, sumber daya internal dan eksternal kita berbeda sementara waktu yang dimiliki sama 24 jam dalam sehari.

Sederhananya, produktif bisa disebut sebagai berkarya secara berkesinambungan.  Ada hasil karya yang dihasilkan. Oleh karena kita punya banyak peran dalam hidup, sisi baiknya adalah kita punya banyak wahana dan kesempatan untuk berkarya.

Sebagai ibu yang bekerja di kantor misalnya, wajiblah berkarya nyata dalam pekerjaannya.  Tapi kadang manusia mengalami kejenuhan di satu bidang, alangkah baiknya punya pengalihan di bidang lain.  Pengalihan ini juga bisa dimanfaatkan untuk bisa berkarya di bidang lain.

Jadi, kalau Ibu sedang jenuh dengan pekerjaan di kantor, jangan cuma mengeluh dan menyalahkan kantor. Jangan pula menyalahkan atasan dan bawahan.  Alangkah baiknya, ciptakan pengalihan yang positif dengan berkarya di bidang lain yang sama sekali berbeda.  Itulah pentingnya para ibu punya passion dan hobi.

Misalkan Ibu suka memasak. Jika jenuh di kantor, alihkan dengan menikmati memasak di dapur, menciptakan atau mencoba kreasi masakan yang baru. Pasti lebih menyenangkan.  Selain menjadi produktif menghasilkan masakan yang disukai keluarga, juga positif bagi pengalihan kejenuhan di tempat kerja.

Atau Ibu suka desain ?  Saat jenuh dengan pekerjaan kantor, Ibu bisa meluangkan waktu menikmati mendisain sesuatu yang berbeda.  Hasilnya bisa dipajang di rumah, dijadikan hadiah untuk kolega, atau bahkan dijual.  Kenapa tidak?...  Sambil menyelam minum air bukan? Produktif lah …

Jika kita bisa produktif dengan rasa suka cita, mengapa harus cemberut?

Untuk bisa produktif, tentu harus bisa membunuh malas dan beragam excuse. Kadang kita kan suka buat excuse sendiri yang membatasi produktivitas.  Misalnya, “ Ah, saya kan punya bayi, mana sempat buat buat karya.” Atau “Aduh saya sudah cukup pusing dengan mengurus pekerjaan kantor dan pekerjaan rumah tangga, mana sempat mikirin bikin karya yang lain.” Atau,” dulu sih kalau banyak waktu saya bisa sempat menulis artikel, tapi sekarang saya sudah sangat sibuk jadi tidak sempat menulis.”

Sah-sah saja sih.  Tidak menjadi masalah karena produktivitas itu sendiri ada prioritasnya.  Tetapi, jangan sampai excuse yang kita buat sendiri itu nantinya akan membatasi diri untuk berkarya.  Sayang banget. Kadang kita terlalu membatasi diri tentang sebuah kesanggupan.  Siapa yang tahu apakah kita bisa berkarya lebih baik atau tidak jika tidak mencoba?

Kuncinya, cobalah untuk produktif pada peran-peran yang kita jalani tanpa membatasi diri. Sekali kita membatasi diri dengan beragam excuse, pada saat itulah kita sedang mengikis mental juara. Jangan ah!

Kata kunci lain yang harus dipegang untuk menjadi produktif adalah work harder, smarter and faster untuk menghasilkan dedikasi dan hasil terbaik.  Ibaratnya main bola, total football deh.





2. Entrepreneurial

Karakter ini ditandai oleh keberanian mengambil risiko dalam usaha mencapai manfaat atau profit.  Jika kita bukan seorang pengusaha, mungkin karakter ini belum terbiasa diakrabi.  Tapi mau tidak mau, kita harus membiasakan diri untuk sebuah mental entrepreneurial.

Kenapa? Karena setiap langkah kita mencapai tujuan akan dihadapkan pada risiko. Kita hidup dalam ketidakpastian dengan beragam bentuk peluang maupun ancaman.  Seberapa jauh kita bisa mengatur agar beragam peluang dan ancaman bisa diubah untuk menunjang pencapaian tujuan, itulah yang penting.

Perlu ngga sih saya sebagai ibu pekerja kantoran untuk memiliki karakter entrepreneurial? Mulanya saya juga bertanya-tanya.  Perlu ngga sih saya juga berwirausaha menjadi seorang mompreneur? Hmm, kan Saya sudah punya gaji tiap bulan?

Setelah direnungi, saya sampai pada kesimpulan bahwa tiap orang - tidak peduli apapun pekerjaannya- sebaiknya mulai memupuk jiwa entrepreneurial sejak dini.  Kenapa?  Sebab, dinamika kehidupan terus mengemuka. Di era digital, berbagai platform baru kini bermunculan.  Mulai dari platform belanja melalui aplikasi, sampai kredit barang tanpa kartu kredit. Bidang usaha baru yang sebelumnya tidak ada, muncul dan berkembang cepat. Social media dan citizen journalism adalah contohnya.

Semua perkembangan itu membuat orang-orang lebih termotivasi menciptakan bentuk value baru yang bisa dijual pada pangsa pasar baru secara menarik. Dalam dunia seperti ini, jelas butuh karakter wirausaha dong.  Kalaupun kita sebagai Ibu atau Ayah tidak menjalaninya, tapi anak-anak kita akan dihadang oleh era itu.

Jadi kita tetap harus belajar memupuk karakter entrepreneurial, untuk menularkannya kepada anak-anak.  Siapa lagi yang akan mendidik mereka kalau bukan kita? Masa kita mengharapkan guru di sekolah seratus persen? Yakin?

Sejak anak-anak dalam kandungan, dan ditiupkan ruhnya, mereka adalah tanggung jawab orang tuanya sampai kelak beranjak dewasa. Jadi ini masalah tanggung jawab. Seluruh nilai-nilai dan moralitas sebaiknya memang ditularkan orang tua kepada anak sejak dini.  Bagaimana caranya, orang tualah yang harus kreatif melakukannya.

Kuncinya, untuk membangun karakter entrepreneurial kita harus punya standar yang tinggi, jaringan yang luas serta concern pada passion, sensing juga risiko.




3. Kreatif 

Kreatif artinya memiliki daya cipta atau bisa menciptakan sesuatu yang baru.  Tidak harus sesuatu yang benar-benar baru sih.  Bisa jadi sesuatu yang lama dalam format baru yang lebih relevan.  Bisa juga sesuatu yang lama tapi disajikan dengan cara atau sentuhan yang berbeda.

Ruang kita untuk bermental kreatif sebetulnya banyak.  Cuma, mungkin kadang kita kurang jeli saja menangkapnya.  Mental kreatif tidak selalu harus ditandai dengan dihasilkannya karya yang spektakuler gitu.  Tapi ketika kita bisa keluar dari masalah dengan cara yang tidak biasa, itu juga sudah bisa disebut kreatif.

Dalam menjalani tugas pekerjaan sehari-hari di kantor, kita memang dituntut untuk bisa kreatif. Begitu pula saat menyelesaikan pekerjaan domestik dan mengurus anak-anak.  Semakin kita kreatif, akan semakin mengasyikkan kita dalam menjalani peran.  Misalnya kreatif dalam mengatur jadwal kegiatan supaya tidak membosankan.  Kreatif dalam memunculkan cara-cara baru supaya anak-anak suka melakukan kegiatan yang positif.  Kreatif dalam merancang menu sehat seimbang.  Dan banyak hal lain lagi.

Kata kuncinya adalah break nourmal routine (lakukan satu hal yang berbeda setiap hari), simplify (sederhanakan segala sesuatu) , dan banyak bergaul dengan kaum muda dan kaum kreatif lainnya. Hayuk!





4. Aktif Komunikatif

Aktif komunikatif artinya kita selalu berinisiatif untuk memulai melakukan komunikasi serta mudah untuk dipahami dan dihubungi. Ini membuat kita belajar untuk terbuka sekaligus bertanggung jawab.

Mudah dipahami maksudnya kita menggunakan standar yang baik dalam berkomunikasi.  Tak perlulah pakai bahasa yang sophisticated tapi malah tidak dimengerti lawan bicara.

Kaidah sopan santun kepada semua orang harus diterapkan. Jangan mentang-mentang dengan orang biasa, lalu berbicara ogah-ogahan.  Lalu giliran berbicara dengan bos besar, baru deh sopan dan santun.

Ngga begitu sih harusnya.  Bersikap sopan kepada siapa saja akan membuat kita belajar menghargai beragam kondisi. Ini akan menguntungkan buat kita sendiri kok.

Mudah dihubungi artinya tidak sulit diajak komunikasi dengan siapa saja. Kita tidak pernah tahu komunikasi mana yang akhirnya akan membawa kita pada satu manfaat.  Entah itu deal penjualan atau kesepakatan lainnya.  Karena itu kunci untuk membuka banyak kesempatan kesepakatan adalah dengan mudah dihubungi.

Tidak ada salahnya kita coba untuk menjadi orang yang mudah diajak komunikasi dan dihubungi.  Ini akan membawa kita pada tantangan baru untuk belajar memahami kondisi dan orang lain. Ujung-ujungnya, selain jadi tambah bijak, kita juga jadi disukai orang.  Orang pun jadi nyaman deh dekat dekat dengan kita.

Jangan berharap bisa jadi pemenang kalau empat mental juara itu tidak berusaha kita hidupkan secara sinambung.  PR berikutnya adalah mengembangkan empat mental tersebut menjadi sikap positif. Keempat mental ini sifatnya sangat teknikal untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan dalam beragam aspek kehidupan kita.

Jauh di atas itu semua, harus ada kekuatan iman yang tebal dan selalu dijaga.  Ketika kita berhasil mengalahkan malas, jadi juara dan nampak hebat di mata orang sebetulnya bukan karena semata-mata hebatnya kita. Melainkan, lebih karena Allah Yang Maha Kuasa telah menutup aib kita dari pandangan mata orang lain. Yuk hidupkan empat mental juara dalam keseharian kita beramal dan berbuat, dan semoga kita bisa jadi lebih mulia di mataNya.  Semangat! (Opi)



Sumber:  Febriyanto (2017) 



2 komentar

  1. sekarang kalau gak kreatif bakal susah maju, jangan niru orang juga

    BalasHapus
    Balasan
    1. ATM mba.... Amati, Tiru, Modifikasi.
      Ojo niru plek itu mah namanya plagiat. Jadi nirunya itu nyontoh bagus / baiknya buat basic trus dimodif dgn kreatifitas kita deh sesuai kebutuhan. 😊

      Hapus

Terima kasih telah berkunjung dan membaca artikel ini. Silakan tinggalkan jejak di komentar dengan bahasa yang sopan. Mohon tidak meninggalkan link hidup. Terima kasih.