Punya alasan khusus kenapa kamu aktif di media sosial? Mungkin ada yang merasa ketinggalan jaman kalau tidak aktif di media sosial? Sekedar ikut-ikutan karena teman? Saya pribadi punya tiga sebab kenapa aktif di media sosial. Ketiganya saya jadikan wahana untuk memperbaiki kualitas diri dan kualitas hidup secara terus menerus.
Ini dia ketiga sebab krusial itu:
1. Personal Branding
2. Goodness
3. Making Money
Nah, berpijak dari ketiga hal krusial itu , saya jadi punya pakem, bahwa mulai awal tahun 2018 ini, di luar kepentingan krusial yang tiga itu, saya upayakan untuk tidak menggunakan media sosial sebagai wadahnya. Jadi, secara prinsip tidak ada tuh di pakem saya media sosial untuk sarana curhat galau ga jelas, ngomongin politik atau isu isu yang akhirnya cuma jadi debat kusir, provokasi, dan semacamnya. Minim manfaatnya bagi peningkatan kualitas hidup. Jadi, ya harus diperjuangkan untuk setia di jalur yang tiga ini. Ngga mudah sih. Tetapi, yakin worthed!!
Lebih lanjut, ini bahasan yang tiga. Yuk disimak:
1. Social Media for Personal Branding
Social Media for Personal Branding, maksudnya media sosial digunakan sebagai alat untuk mengkomunikasikan kepada khalayak tentang seseorang (personal) sebagai sebuah brand (merek).
Awalnya ketika pertama kali ikut berkecimpung di media sosial sekitar tahun 2003 (saat itu ngetren yang namanya Friendster), saya tidak berpikir tentang social media for personal branding sama sekali. Malah, kala itu saya ikut aktif di media sosial dengan tujuan untuk menemukan kembali teman-teman lama yang berada entah di mana. Menyambung silaturahim ceritanya.
Kesadaran tentang personal brand dan bagaimana ini dapat dikomunikasikan melalui media sosial, baru saya pikirkan ketika kuliah lagi dan belajar tentang Brand Management (Manajemen Merek). David Aaker dalam bukunya Building Strong Brand, memperkenalkan sebuah Brand Identity System- yaitu sebuah sistem yang memandang merek baik sebagai produk, organisasi, person (orang), maupun logo (simbol) dengan kredibilitas dan proposisi nilai yang dikomunikasikan secara kontinu melalui hubungan antara merek dengan customernya.
Secara sistematis, pembaca bisa melihat sistem yang dimaksud David Aaker di gambar ini:
Setiap merek dengan berjalannya waktu akan memiliki kredibilitas dan menawarkan nilai-nilai yang berbeda sesuai dengan karakternya. Nilai (value) yang ditawarkan merek kepada khalayak (customernya) menurut Aaker bisa dibedakan menjadi benefit yang sifatnya fungsional, emosional, dan self expressive.
Nah, jika merujuk dari sini, setiap orang dengan karakter masing-masing adalah sebuah brand. Sebuah merek. Saya sebagai Novi Ardiani juga sebuah merek. Saya memiliki karakter yang berbeda dengan orang lain yang juga bernama Novi misalnya. Apa yang membedakan? Bagaimana itu dikomunikasikan? Perlukah dikomunikasikan?
Banyak hal bisa membedakan karakter sebuah merek dengan merek lainnya. Ide dan pemikiran saya sebagai Novi Ardiani bisa jadi berbeda dengan Novi lainnya. Begitu pula cara saya menghadapi kesulitan, atau cara saya menangani masalah akan berbeda juga dengan Novi lainnya.
Dalam konteks umum, saya awalnya merasa gambaran diri ini tidak perlu dikomunikasikan ke siapa-siapa, lha wong saya bukan artis atau public figure kok. Tetapi, lama kelamaan setelah sekian waktu nyemplung dan mengamati berbagai hal di media sosial, saya jadi terpikirkan bahwa apa yang kita upload di timeline itu sangat menggambarkan diri kita sendiri. Disadari atau tidak. Ada proses komunikasi karakter kita sebagai merek yang tidak bisa dipandang sepele.
Misalnya, kesal pada atasan atau bawahan di kantor, curhatnya di media sosial, terus pakai bahasa yang nyelekit, dibaca seluruh dunia. Nah, orang yang baca (baik yang kenal di dunia nyata ataupun tidak) lantas berpikir bahwa orang ini sudah jadi pejabat tapi kok kekanak-kanakan banget ya…. Curhat kok di media sosial.
Secara tidak langsung itu sudah terjadi proses personal branding di media sosial, bahkan tanpa disadari. Citra yang terkirim adalah citra negatif. Rugi banget kan, kalau media sosial yang punya kekuatan untuk mengkomunikasikan merek disalahgunakan dengan disadari atau tidak disadari seperti itu?
Dari sana, barulah saya menyadari kekuatan media sosial dalam komunikasi merek. Karena itu, seperti apa kita ingin diapresiasikan dalam benak khalayak, itulah yang kita komunikasikan melalui konten yang diunggah ke media sosial. Personal branding melalui media sosial itu termasuk di dalamnya image (citra diri) yang disampaikan melalui konten-konten yang ditampilkan. Pencitraan/penggambaran diri ke publik, sederhananya seperti itu.
Makna pencitraan yang dimaksud dalam hal ini adalah makna komunikasi publik yang sehat ya, bukan pembohongan. Kalau pembohongan, lama-lama bakal ketahuan juga dan akan merugikan diri sendiri. Sebab, perlu diingat bahwa dalam komunikasi merek menurut David Aaker yang dijelaskan dalan Brand Identity System di atas, setiap merek akan dilihat kredibilitas dan proposisi nilainya oleh khalayak. Nah, tunjukkan deh kredibilitas kita bahwa kita bukan tukang tipu pencitraan atau pembohong.
Personal branding ada pada tracknya jika sebagai merek kita bisa menyajikan di mana posisi kita melalui konten konten yang diunggah. Ada pembeda yang muncul di setiap konten, sehingga kita jadi terdiferensisasi dari merek-merek yang serupa. Misalnya karakter antusias Novi yang terbaca di konten musti beda dengan antusiasnya Novi yang lain. Dan itu tidak bisa sekali tampil yah. Jadi, jangan asal beda. Jadi diri sendiri ajalah.
2. Social Media For Goodness
Social Media For Goodness, maksudnya adalah menggunakan media sosial untuk tujuan kebaikan. Tujuan kebaikan ini agak luas cakupannya. Mulai dari cari jodoh, cari job, menyebarkan informasi yang bermanfaat, menolong orang yang kesulitan, membantu pengumpulan dana kemanusiaan, menghubungkan silaturahim, memperluas jaringan persaudaraan, dan sebagainya.
Baru belakangan ini, setiap kali akan mengunggah konten baik itu foto atau tulisan di media sosial, saya jadi bertanya ulang : apa manfaatnya untuk kebaikan orang lain? Kalau saya tidak menemukannya, saya tidak jadi posting. Subjektif memang, sesuatu itu baik atau tidak baik. Tetapi, ada nilai kebaikan universal yang sebagian besar kita menerimanya.
Untuk tujuan kebaikan, biasanya kita juga perlu untuk berpikir ulang sebelum berkicau di media sosial, apakah konten yang kita unggah aman untuk anak-anak kita atau malah akan membahayakan kesalamatannya. Meskipun kita mengetahui kebenaran sebuah berita, tapi pikir ulang apakah perlu berita itu disebarluaskan di media sosial. Seberapa perlu? Semuanya memang sangat subjektif, tapi intinya harus ada saringan di awal. Pikir dan rasa.
Buat saya ini juga tidak mudah sama sekali. Tetapi, saya sedang belajar juga pelan-pelan supaya media sosial digunakan secara bijak. Kalau bisa dipenuhi dengan konten positif, kenapa harus share konten negatif?
3. Social Media For Making Money
Social Media For Making Money, artinya media sosial digunakan untuk mendapatkan penghasilan berupa uang/ materi lainnya. Nah, kalau yang ini saya juga masih belajar banget. Sejak punya blog dan mendapat beberapa job tulisan, saya jadi sadar bahwa media sosial bisa mendatangkan uang. Hanya jalurnya beda-beda.
Media sosial menjadi wahana yang pas banget untuk memviralkan konten berbayar. Setiap media sosial tampaknya menyediakan media promosi. Mulai dari pasang iklan, halaman fan page, sampai aplikasi untuk mengoptimalkan kinerjanya. Nah, para online marketer sangat memanfaatkan fasilitas ini. Bisa jadi dollar dan rupiah.
Ketika media sosial ternyata bisa mendatangkan uang, sebetulnya malah membuat saya jadi berpikir, rugi dua kali ya kalau cuma menggunakan media sosial untuk ikut-ikutan (gengsi) dan berkicau ngga jelas tanpa tujuan. Seperti perahu kertas dilepas di parit aja deh. Sayang kan.
Akhirnya, semua sih kembali ke diri kita sendiri. Kalau kemajuan teknologi dapat digunakan untuak meningkatkan kualitas hidup kita, kenapa harus digunakan untuk yang aneh-aneh dan ngga jelas? Kalau bisa menolong orang dengan mengantarkan konten positif, kenapa harus memviralkan konten negatif?
Yuk kita penuhi timeline media sosial kita dengan konten yang positif dan bermanfaat, yang bisa membuat orang lain terinspirasi, tambah semangat, lebih peduli, dan semakin meningkat kualitas hidupnya. Hmmm, ini maksudnya peringatan buat diri saya sendiri juga.
Pada akhirnya, saya mau mengutip kata Russell L. Hanlin seorang CEO Sunkist Growers. Beliau mengatakan begini: An orange….is an orange…..is an orange. Unless, or course, that orange happens to be Sunkist, a name eighty percent of consumers know and trust.
Nah, seseorang biasa mungkin tetap jadi seseorang biasa demikian saja, kecuali dia mau tumbuh jadi seseorang yang terkomunikasikan dengan baik karakternya kepada khalayak – kredibel – kaya nilai – memberikan benefit - yessss, mau lah jadi seperti itu ya. Artinya kita punya kesempatan untuk building strong brand yaitu membangun diri kita sendiri jadi merek yang keren dan bermanfaat untuk meningkatkan kualitas hidup orang-orang yang kita cintai. Semoga ya…. (Opi)
Bahan Bacaan:
David Aaker, Building Strong Brands, The Free Press, New York, ix+380 hlm.
Kevin Lane Keller, Strategic Brand Management: Building, Measuring, and Managing Brand Equity, Pearson Education, Inc, New Jersey, xxi + 692 hlm.
Matius Tomy, 2013, Anda Bos-nya, Facebook dan Twitter Staf Marketingnya. Penerbit Andi – ELCOM, Yogyakarta, 94 hlm.
http://www.marketingjournal.org/brand-purpose-to-beneficence-philip-kotler/
https://www.forbes.com/sites/outofasia/2017/05/15/personal-branding-tips-inspired-by-superheroes/#1f7198f22820
Mmmmm. Sosial media? Atau media sosial? Hehehe.
BalasHapusKalau saya sendiri tujuan untuk menghabiskan waktu di dunia maya ini adalah, bertukar informasi - yang positif tentunya - menghabiskan waktu saat bosan, dan making money dengan cara menghasilkan konten-konten positif sekaligus bermanfaat untuk banyak orang.
Terima kasih artikelnya, Mba. Mengingatkan kembali diri sendiri tujuan berlama-lama di dunia maya ini.
Salam.
Siappudan.com
Bahasa inggrisnya social media,kalau dalam bahasa Indonesia nya media sosial. Saya juga cek ejaan dulu nih sebelum nulis he he he.
HapusIya sama sama.....
Awal-awal punya facebook saya dulu bertujuan untuk silaturahmi dengan teman-teman lama yang tempat tinggalnya jauh. Dulu saya membatasi banget pertemanan, hanya berteman dengan yg dikenal. Tapi semenjak mengenal dunia blogger tujuannya berubah. 3 tujuan diatas masuk semua
BalasHapusSaya sendiri waktu bikin akun facebook dulu karena rasa ingin tahu aja, baru sejak punya blog aja lebih terarah. Dulu dulu sih suka ngedumel juga di timeline hehehe
Hapustentunya berbagi ilmu buat orang2 itu bagiku sangat bahagia kalau ada yang suka
BalasHapusahaaa benar mba.... media sosial juga bisa untuk wadah berbagi ilmu. thanks mba udah nambahin yaaaa.....
HapusLike this, pengingat diri untuk tak sebar hoax.
BalasHapusiya mba, buat ngingetin diri saya sendiri juga nih....
HapusAwalnya pakai socmed buat haha hihi doang, mulai friendster sampai akhirnya FBan. Kalau skrg kurang lebih sama kayak mbak Opi. Udah emak2 ini, hwhw
BalasHapusiya ya mak.... biar emak-emak tapi personal branding tetep maaaakk hehehehe
HapusWah benar sekali, Mba. Sayapun juga kesal apabila kawan Facebook setiap hari curhat masalah pribadi yang sedih-sedih. Bukannya saya ga peduli sama keadaan mereka ya, tapi hal-hal yang sangat pribadi memang orang lain ga perlu lah tau detailnya sih yaa. Benar kata Mba, kok kesannya cildish huhu. Terima kasih sudah mengingatkan hal-hal di atas :) Salam kenal, Mba.
BalasHapusiya semua itu pilihan mba. Mau keren atau payah, mau jadi nyenengin atau jadi nyebelin, semua balik ke diri kita sendiri mau pilih gimana.... salam kenal juga mba ajeng .... keep in touch yaaa
HapusSetuju banget mba, saya juga gitu kalau enggak berfaedah ya enggak usah hahah
BalasHapusIya mba kadang semua hal itu ga perlu dishare sebenarnya, apalagi di sosmed.
BalasHapusSepakat mba, prinsipnya bijak bersosmed yah
BalasHapusInspiratif sekali artikelnya, mba. Salam kenal :)
BalasHapusjadi lebih terbuka pandangannya, jadi lebih semangat juga..inspiratif..
BalasHapussalam kenal ya kak :)
Alhamdulillah.... .Salam kenal . . Senang berkenalan dgn mu
Hapus