Kenapa Manusia Mencinta, Mendua, dan Selingkuh?: Ini Tinjauannya Berdasarkan Sex Drive, Romantic Love & Attachment



Kenapa kok si Nganu mencintai si Ngana sih? Kenapa bukan sama si Ngono.  Jelas-jelas si Ngono lebih cakep daripada si Ngana.  

Lho, kenapa dah si Ngini bisa mencintai si Ngene dan si Ngani sekaligus.  Oh teganya mendua.

Waduh, ketahuan kan kalau Si Ngunu selingkuh sama si Ngane, ealah kok bisa sih lha wong istri sahnya itu jauh lebih cantik dan seksi dibandingkan selingkuhannya!

Nah nah nah kok bisa?...

Cinta itu misteri, ya.  Cinta itu sederhana, ya.  Cinta itu rumit? Iya juga.  Hal yang sederhana sekaligus bisa jadi misteri, karena meski sederhana tapi tidak mudah dimengerti. Jadinya rumit kan?  

Yang pasti, cinta hanya merekah di tempat ia terpelihara dengan baik. 

Lalu bagaimana dengan nafsu? Kalau nafsu seksual sih bukan sebuah misteri.  Ia ada di setiap manusia dewasa, sangat berhubungan dengan perkembangan organ reproduksi, hormon, dan insting survival. 

Semacam kebutuhan, nafsu hanya soal pengendalian saja kan?

Pembahasan kita tidak bisa lepas dari cinta dan nafsu (hasrat) seksual ya.  Mari kita mulai dengan pernyataan ini : 

Manusia memiliki love tank (tangki cinta) pada jiwanya dan tiga komponen cinta yang berbeda dalam otak namun bekerja secara bersamaan.  Tiga komponen itu adalah Sex Drive, Romantic Love, dan Attachment.

Itu istilahnya, yang saya dapat dari Antropolog Helen Fisher saat memaparkannya dalam seminar online yang bertajuk “Why We Love, Why We Cheat” di situs TED.com. 

Tiga komponen itulah yang menyebabkan manusia baik laki-laki maupun perempuan bisa :

1. mencintai seseorang tanpa bisa menjelaskan kenapa “dia” dan bukan “yang lain”, 

2. memiliki perasaan mendua – mencintai dua atau beberapa orang yang berbeda dalam waktu yang bersamaan. (tuh, ternyata bisa loh)

3. berselingkuh – saat love tank (tangki cinta)nya setengah penuh atau kosong dan terhubung dengan lawan jenis dengan kondisi yang mirip. 

Itu dia kondisinya yang sebetulnya sangat lazim terjadi.  Namun, konon berdampak depresi jika tak mampu mengelola dengan baik.  Di sini, saya hanya mencoba mengkritisi dan mengadaptasikan teori Fisher dalam konteks kehidupan rumah tangga urban di Indonesia.

Pada dasarnya, Fisher memperkenalkan tiga komponen berbeda dalam otak manusia yang berperan dalam mating dan reproduksi yaitu  sex drive, romantic love, dan attachment.  Ketiganya memiliki orientasi yang berbeda namun bekerja bersamaan.  

Sex drive didefinisikan Fisher sebagai “the craving for sexual gratification”, komponen yang mendorong aktivitas seksual, semacam “kelaparan” dan “kehausan” atas kebutuhan seks dengan lawan jenis.

Mungkin inilah yang kita kenal sebagai nafsu atau hasrat seksual.

Romantic love, lebih pada “kegembiraan” dan obsesi atas kebutuhan dicintai dan mencintai. Karakteristik romantic love ada pada kehausan akan kedekatan secara intensif dengan seseorang yag tertentu bukan hanya secara seksual tapi juga emosional. 

Romantic love bukanlah sebuah emosi/perasaan melainkan ia digerakkan oleh sistem otak manusia. Fisher sendiri awalnya menyangka romantic love adalah emosi, dari tingkatan emosi yang paling tinggi hingga ke yang paling rendah.  Risetnya selama bertahun-tahun membuktikan bahwa romantic love digerakkan oleh sistem otak manusia.

Sedangkan attachment adalah sensasi ketenangan dan keamanan yang dirasakan dari partner untuk jangka waktu panjang. Kita butuh kenyamanan dan keamanan itu sebagai hal yang manusiawi.  

Ketika attachment dengan pasangan terputus, atau kurang, levelnya akan berbeda untuk tiap pasangan, maka kasus mendua bisa terjadi.  Apalagi saat ada orang dekat yang kebetulan kuat attachment-nya kepada kita. 

Penjelasan kenapa kita bisa jatuh cinta pada seseorang dan bukan orang lain, menurut penjelasan Fisher terletak pada kosa kata “misteri”.  

Ya, kita cenderung menyukai sesuatu yang misterius karena itulah kecenderungan kita ketika jatuh cinta kepada seseorang adalah ke pribadi/sosok tertentu yang jika dikaji sangat tidak dimengerti.  

Adanya perpaduan tiga komponen yaitu sex drive, romantic love, dan attachment yang bekerja bersamaan pada otak kita membuat kita akan cenderung : 

- jatuh cinta pada seseorang yang secara sexual menarik bagi kita,

- nyaman ketika berada di dekatnya 

- dan nyaman saat berkomunikasi dengannya dalam jangka waktu panjang (romantic love dan attachment).  

Kebutuhan romantic love dan attachment ini pula yang membuat kita selalu memikirkan orang yang kita cintai kapan saja di mana saja.  Tak salah lah jika orang mengatakan bahwa cinta itu sederhana sekaligus misteri.  Misteri itu tidak mudah dimengerti, namun jangan lupa hal-hal yang sederhana juga kita kadang tidak memahaminya.

Jika kita sudah jatuh cinta pada seseorang dan menjalin hubungan hingga sampai ke jenjang pernikahan, bukan berarti semua kebutuhan tiga komponen cinta itu selesai.  Dalam kehidupan rumah tangga, pasangan tanpa disadari sering melupakan untuk selalu menjaga isi penuh love tank-nya.  

Kesibukan, anak-anak, pekerjaan, dan perbedaan-perbedaan yang dibiarkan larut membuat love tank semakin kosong.  Tanpa disadari, komunikasi tidak terjalin denga baik oleh pasangan.  Apabila love tank tidak penuh, maka kemungkinan love tank itu terisi oleh orang lain yang sering berinteraksi akan sangat mudah.  

Saat itulah kemungkinan perselingkuhan akan terjadi.  Tahapannya bisa mulai dari kedekatan secara emosional (kebutuhan attachment saja) hingga kedekatan fisik, emosi, yang melibatkan baik hasrat seksual serta emosional (sex drive dan romantic love)

Ada mekanisme berbeda pada perasaan sexual drive, romantic love, dan attachment. Menurut Fisher sangat normal ketika dalam satu saat seseorang “swing” dari sex drive ke romantic love sekaligus ke attachment pada orang yang berbeda.  

Komposisi hormon testosteron, serotonin, dan oksitosin di otak juga membuat perbedaan. 

Saat seseorang mendua, “cheat” atau berselingkuh sebenarnya ada “craving”.  Ada kelaparan atau kekosongan batin (love tank) yang tidak terisi/terpenuhi.  

Ketika secara kebetulan bertemu dengan orang lain dengan kondisi yang mirip, terjadilah kedekatan yang tidak semestinya. Berlanjut maka terjadilah perselingkuhan.

Fisher juga mengatakan bahwa seseorang bisa saja merasakan attachment yang dalam dengan seseorang, dan di sisi lain pada saat yang bersamaan merasakan romantic love dengan orang yang berbeda.  Bahkan, pada saat yang bersamaan juga menginginkan sexual drive dengan orang yang lain lagi.  Itulah kenyataannya. 

Menurut saya, kenyataan itu hanya perlu disadari saja. Bukan untuk dijadikan alasan untuk free sex.  Sebagai muslim, exit strategy-nya sudah ada namun memang sering menimbulkan perdebatan untuk hal poligami.

Seseorang sangat mungkin hanya ingin merasa dekat dengan orang lain (swing attachment) tanpa ada ketertarikan seksual.  Ini karena kebutuhan attachment-nya tidak terpenuhi oleh pasangannya.  

Pada saat yang sama, bisa saja kemudian tahapan berikutnya romantic love dan sex drive yang berbicara.  Kejadian sebaliknya bisa terjadi.  Awalnya karena kebutuhan seksualnya yang tidak terpenuhi olah pasangan, maka tahapan “swing” berawal dari sex drive.  Jika keduanya terjadi bersamaan, kemungkinan romantic love berbicara lebih awal.

Kendatipun “swing” dari sex drive ke romantic love sekaligus ke attachment adalah hal yang normal, namun jika kita tidak “aware” akan menyebabkan proses yang menyangkut perasaan yang akan sulit diobati jika berlarut-larut.  Buntut panjangnya adalah depresi.  

Pada perempuan yang sudah menikah, sering ada perasaan bersalah ketika mendua di tahap awal.  Sebetulnya itu adalah “warning” untuk memperbaiki komunikasi dan hubungan interpersonal dengan pasangan.  Sekaligus, bisa bertanya pada diri sendiri secara mendalam sejauh mana kita telah melalui proses menjadi istri dan ibu sebagaimana yang kita inginkan.  

Sering pula, perempuan yang sudah menikah ketika mendua dan menemukan figur yang attachment-nya lebih nyaman akan merasa kesulitan melepaskan diri. Hal ini membuatnya tersiksa sekaligus tertekan.  

Karena itulah, pengetahuan tentang “swing” sistem otak dari sexual drive ke romantic love sekaligus ke attachment harusnya membuat kita lebih “aware” terhadap kondisi yang mungkin kita alami.  

Sehingga, kita punya pagar dan batasan kapan kita harus membatasi itu sebagai proses yang sedang terjadi.  Menurut saya, kunci akhirnya adalah isi penuh-penuh love tank kita dengan pasangan.  Don’t ever let your love tank empty.

Bagaimana caranya mengisi tangki cinta agar selalu penuh?  Itu kita bahas di artikel berikutnya saja ya !  See you at the next article.  (Opi)**

**Diadaptasi dan diolah dari materi seminar online “Why we love, why we cheat” oleh antropolog Helen Fisher pada situs TED.com


Tidak ada komentar

Terima kasih telah berkunjung dan membaca artikel ini. Silakan tinggalkan jejak di komentar dengan bahasa yang sopan. Mohon tidak meninggalkan link hidup. Terima kasih.