Si Kecil Mogok Makan, Ibu Musti Bagaimana?

Pernah dibuat resah dan bingung karena si kecil mogok makan?

Jangankan sampai mogok makan, si kecil mulai tak berselera dan pilih-pilih jenis makanan saja pasti bundanya jadi gulana. 

Masak yang enak-enak sudah, membujuk rayu dengan penuh kasih sudah, tapi si kecil tetap ogah-ogahan makan? 

Pusing lah bunda jadinya. Apalagi yang harus meninggalkan anak-anak untuk pergi bekerja dari pagi sampai sore setiap hari. 

Bisa-bisa bunda sulit berkonsentrasi di kantor dan menurun produktivitasnya. Di sisi lain, perkembangan dan pertumbuhan si kecil juga akan terganggu karena asupan gizinya berantakan.

Bila ilustrasi seperti di atas mulai bunda rasakan, yuk tarik nafas dulu dalam-dalam.  Lalu hembuskan perlahan.  Jangan dulu panik, bunda.  Tenangkan diri dulu dan fokuskan ke inti persoalan. 

Ada satu hal yang tidak boleh kita tunda lagi nih, yaitu musti segera bertindak. Sebelumnya, yuk kita pahami kondisi.  Apa ya yang menyebabkan buah hati jadi sulit diajak makan, tidak berselera, bahkan sampai mogok makan? 

Berdasarkan pengamatan saya, anak usia batita dan balita mulai memperlihatkan reaksi penolakan makan ketika menjumpai faktor-faktor berikut ini:

1.Suasana makan tidak nyaman dan kurang menyenangkan menurut versi anak-anak
2.Makanan yang disajikan kurang bervariasi dan penyajian tidak menarik, walau bernilai gizi baik
3.Pengaruh lingkungan (teman sekolah playgroup dan TK, tetangga, pengasuh, kerabat)
4.Kurang perhatian dan kasih sayang orang tua terutama ibu

Gimana bunda, kira-kira ada kemungkinan penyebab yang lain?....

Keempat faktor tersebut saya identifikasi sebagai penyebab utama yang bisa saja saling berkaitan satu sama lain. 

Ini menimbulkan dampak dengan kadar penolakan yang beragam pada anak usia batita dan balita. Orang tua, terutama bunda, wajib memahami kondisi mana dan interaksi antar faktor mana yang menjadi penyebab anak mogok makan.

Ibu bekerja ranah publik mungkin menghadapi tantangan yang lebih besar karena keterbatasan waktu berinteraksi dengan anak pada jam makan. Namun, apabila penyebabnya telah teridentifikasi, kita dapat mengantisipasinya dengan penanganan yang proporsional. 
Untuk ibu bekerja ranah publik, koordinasi dengan pengasuh/ ibu pengganti mutlak dibutuhkan. Bagi ibu bekerja ranah domestik (ibu rumah tangga), menghadapi anak mogok makan juga cukup menyita energi apalagi jika semua pekerjaan rumah tangga harus dikerjakan sendiri.  

Di sini saya menyebutkan ibu dalam dua kategori yaitu ibu bekerja ranah publik (ibu yang bekerja kantoran atau di luar rumah), dan ibu bekerja ranah domestik (ibu rumah tangga).  

Karena sebagaimana diajarkan oleh founder Ibu Profesional Septi Peni Wulandani, semua ibu itu bekerja, baik ibu rumah tangga maupun kantoran.  Bedanya hanya ranah pekerjaannya saja, yaitu ranah domestik atau ranah publik. 

Sekarang, mari kita telaah satu persatu faktor penyebab anak bisa mogok makan seperti yang sudah saya tuliskan di atas ya.  Saya juga menuliskan saran/solusi untuk penanganannya.

1.Suasana makan tidak nyaman dan kurang menyenangkan menurut versi anak-anak.

Penyebab ini nampaknya sangat sering dijumpai, namun kurang disadari oleh orang tua. Orang tua seringkali terjebak sikapnya dalam dua kutub ekstrim. 

Yaitu, menegakkan disiplin kaku anak-anak harus makan tiga kali sehari di meja makan, atau sebaliknya, terlalu renggang dalam toleransi dengan membiarkan anak-anak makan sesuka hati mereka sambil bermain di luar rumah.

Keduanya menurut saya tidak dapat dibenarkan sih. Jiwa bermain anak-anak sebaiknya diwadahi dalam kerangka pendidikan disiplin sejak dini tanpa merampas kesenangan mereka. Membiasakan anak-anak makan di meja makan adalah sangat baik dan sudah seharusnya. 

Namun, sekali waktu biarkan mereka makan sambil lesehan di lantai/karpet, berpikinik di rumput halaman rumah, atau di meja gambar kesayangan mereka. Menyenangkan dan nyaman versi anak-anak adalah “bermain dan bermain.  Namun saat bermain, kita sisipkan pendidikan dan etika.

Konsep bermain di sini diterjemahkan dengan luwes tapi tidak kehilangan makna pendidikan.


2.Makanan yang disajikan kurang bervariasi dan penyajiannya tidak menarik, walau bernilai gizi baik

Jangankan anak-anak, orang dewasa pun akan kurang berselera jika penyajian makanan kurang menarik. Walaupun bahan makanan yang diolah sama, misalnya tempe, namun cara pengolahan dan penyajiannya beragam rupa, akan mengundang selera makan yang bebeda.

Variasi menu makanan yang memenuhi kebutuhan gizi anak dari hari ke hari perlu diperhatikan ibu. Susun menu yang seimbang dan kreasikan dengan penyajian yang menarik menurut sudut pandang anak-anak. 

Anak-anak menyukai penampilan yang lucu, warna yang cerah, dan rasa yang kriuk atau yummy. Ini menuntut motivasi, kesabaran, dan kreativitas ibu yang tidak boleh surut.

Ibu sebaiknya secara kontinu mencari tahu pengetahuan tentang penyusunan menu. Ini tidak sulit, asalkan ibu mau meluangkan waktu untuk membaca, browsing, dan berkonsultasi dengan ahli gizi. 

Komunikasikan dengan pengasuh anak/ibu pengganti perihal menu ini. Bergabung dengan komunitas ibu yang senang belajar dan mengkreasikan makanan buat si kecil akan sangat bermanfaat.

Jika anak kurang menyukai sayur mayur, ibu bisa mengakalinya dengan menyelipkannya dalam hidangan kesukaan anak. Misalnya anak suka nasi goreng, maka sisipkan sayuran yang diiris sekecil mungkin sehingga anak mau tidak mau melahapnya tanpa bisa memisahkannya.

Trik ini berhasil saya terapkan pada anak yang bungsu.  Ia mulai menolak makan wortel.  Tak kurang akal, saya cacah kecil wortel sehalus mungkin lalu dicampurkan ke nasi goreng kesukaannya.  Wortelnya nyaris tidak kelihatan.  Si bungsu lahap memakan nasi gorengnya tanpa protes.  Dalam hati, ibunya kegirangan deh. 

Buah-buahan dapat disajikan lebih menarik untuk anak dengan teknik memotong dan mencetak dalam bentuk lucu.  Bisa juga ditusuk seperti satai. Ajak juga anak terlibat dalam menyiapkan hidangan buahnya.  Sehingga, ia merasa penting dan tergerak memilih buah yang disukainya.  

Penyajian menggunakan alat makan yang disukai anak juga bisa menjadi cara yang jitu. Bila perlu ajak anak ke toko peralatan makan dan memilih sendiri peralatan makan yang mereka sukai.

Jika tidak suka ikan, atau alergi, ganti dengan sumber protein lain seperti telur, ayam, dan daging. Pelajari cara pengolahan yang baik agar hasil olahan tidak amis/anyir yang bisa mengurangi selera makan anak.

3.Pengaruh lingkungan(teman sekolah playgroup dan TK, tetangga, pengasuh, kerabat)

Anak-anak dengan cepat menyerap apa-apa yang terjadi di lingkungan sekitarnya dan menirunya tanpa penyaringan. Jika mereka terbiasa melihat teman-temannya makan makanan yang tidak sehat, atau makan sesukanya, biasanya dengan mudah terpengaruh.

Cara orang tua melarang pun terkadang turut mempengaruhi apakah anak akan memahami larangan atau tidak.  Kebanyakan larangan tidak mempan pada anak.  Mereka akan lebih mudah menerima masukan dengan contoh/teladan atau bujukan yang bernuansa anak-anak.  

Beri contoh pada anak bahwa anda sebagai orang tuanya juga makan makanan sehat.  Beri apresiasi anak bila makan makanan sehat dengan lahap.  Bisa dengan hadiah yang membuat mereka makin semangat makan (piring sendok lucu), atau bahkan sekedar pelukan dan ciuman.

4.Kurang perhatian dan kasih sayang orang tua terutama ibu

Ini sering ditemui pada anak-anak yang seharian ditinggal ibu bekerja di kantor.  Kebutuhan sosok ibu, terutama pada usia 3-4 tahun ketika mereka mulai mengenal dunia luar dan selalu mencari ibu untuk bertanya, membuat balita mudah kesal saat ibu tidak selalu di sampingnya.  

Kekesalan itu diekspresikan dalam bentuk yang beragam, mulai dari “cari perhatian” dengan bertingkah menyebalkan, mogok makan, mogok mandi, memukul, dan berteriak.  Bahkan tak jarang hanya diam kunci mulut dan membatu alias ngambek.

Ibu perlu tanggap dengan kebutuhan anak untuk dekat secara fisik maupun emosional.  Bagi ibu bekerja ranah publik, begitu tiba di rumah, tunjukkan kepedulian kepada anak selelah apapun ibu saat itu. Ini tantangan banget ya bu.  Tapi bisa kok.  

Percayalah level perjuangan kita sampai sejauh ini akan membuahkan hasil kelak.  Jangan menyerah ya buuuu….

Biasanya lama-kelamaan anak akan mengerti, saat ibu mereka bekerja mereka akan berusaha untuk bersikap baik kepada pengasuhnya. Dan saat ibunya tiba di rumah, mereka akan langsung mengharapkan perhatian dari ibunya.  Oleh karena itu, ibu wajib peka.  Hadirkan tubuh dan jiwa secara utuh bagi anat setelah tiba di rumah.  Yuk bisa yuk.

Tepati janji yang sudah diucapkan kepada anak. Peluk dan rangkul mereka ketika bertingkah/ cari perhatian untuk meredakan emosi mereka.  Ibu perlu sabar dan memahami bahwa anak-anak belum dapat mengatur emosi seperti orang dewasa.

Ide bagus bila ibu juga berusaha memupuk kebersamaan dengan anak dalam mengolah makanan yang akan disajikan. Ibu bekerja ranah publik bisa mengupayakannya di hari libur atau akhir pekan. Sehingga, anak akan menunggu-nunggu momen kebersamaan itu.  Libatkan anak mulai dari mengajaknya ke pasar membeli bahan makanan, mengolahnya, dan menyajikannya.

Sabar ya ibu-ibu dan bunda-bunda, pastinya akan terjadi berbagai kekacauan.  Tapi percayalah itu baik.  Baik untuk menciptakan momen-momen yang akan diingat anak ketika ia besar nanti.  Senang kan kalau sudah besar nanti ibu atau bunda mendengar mereka bercerita pada generasi berikutnya tentang apa yang mereka lakukan bersama ibu di masa kecil. Memori itu akan tersimpan, percayalah.  

Tugas kita saat ini adalah menciptakan momen yang akan disimpan dalam memori anak-anak kita sebanyak mungkin.  Seberkesan mungkin.

Memang akan sangat repot karena bakal ada kekacauan di sana-sini. Tapi yakinlah ini adalah salah satu cara untuk membuat anak merasa dekat dan dihargai oleh orang tuanya. Suasana hati yang baik dan kebutuhan kasih sayang yang terpenuhi akan membuat anak-anak lebih matang secara emosional.  Acara makan pun bisa jadi lebih menyenangkan bagi mereka.

Kadangkala, kombinasi faktor penyebab aksi mogok makan anak menyebabkan masalah menjadi lebih kompleks. Menurut saya, perbaikan awal harus datang dari introspeksi ibu perihal pemenuhan kebutuhan emosional anak.  Ibu yang sabar dan mencoba berpikir dengan sudut pandang anak akan lebih mudah menghadapinya.

Khusus untuk ibu bekerja ranah publik, sebaiknya luangkan waktu untuk sesekali ataupun rutin menyiapkan sendiri makanan untuk buah hati. Memang akan sangat merepotkan, namun percayalah itu adalah bentuk kasih sayang yang lain yang pasti akan dipahami oleh anak.


Tips khusus untuk ibu bekerja ranah publik:

1.Sediakan stok bahan olahan setengah jadi dalam kemasan sekali pakai di lemari es (bisa menggunakan wadah khusus, atau plastik makanan), seperti tumisan jamur berbumbu, tumisan ayam berbumbu, sayuran yang telah dibentuk aneka rupa dan dikukus /ditumis dgn mentega, nugget buatan sendiri dari daging ayam dan sapi murni, kaldu daging/ayam/ikan buatan sendiri, dan ungkepan ayam/tahu/tempe berbumbu.  

Revisi stok setiap 3 atau 5 hari sekali.  Ini sangat membantu ibu memasak di pagi hari sebelum berangkat ke kantor.

Komunikasikan kepada anak, bahwa ibu memasaknya untuk mereka dengan bumbu cinta.  Meski tidak setiap hari, atau setiap waktu. Percayalah seiring waktu semakin besar mereka akan belajar menghargai jerih payah orang tua memenuhi kebutuhan gizinya.  

Anak pun akan belajar memahami, bahwa walaupun ibu pergi meninggalkan mereka bekerja seharian, namun ibu menyempatkan terlebih dulu memasak makanan untuk mereka sebelum berangkat.  Ini mengajari anak toleransi dan bargaining position yang fair antara anak dan orang tua.  Tunjukkan pada mereka bahwa kita bekerja untuk mereka.

2.Jangan lengah memantau perkembangan anak.  Identifikasi sejak dini ketika anak mulai tak berselera makan.  Semakin cepat terdeteksi dan diidentifikasi sebabnya, semakin mudah penanganannya.  Luangkan waktu untuk bercakap-cakap dengan anak dan berbicara dari hati ke hati.  

Saat sebelum tidur adalah waktu yang tepat bagi ibu untuk berbicara dari hati ke hati dengan anak serta memasukkan nilai-nilai moral serta penekanan kasih dan sayang kepada mereka.

Bukan hal yang mudah untuk memahami bagaimana anak-anak menerima dan menolak makanan apabila kita sebagai orang tua tidak berusaha memposisikan diri dalam sudut pandang mereka.   Sudah menjadi tugas kita sebagai orang tua, terutama ibu, selalu introspeksi.  

Pada dasarnya semua anak pintar, orang tuanya lah yang menjadikannya semakin pintar atau terdegradasi kepintarannya.

Yuk kita buat anak kita semakin pintar dan mandiri ya bu… Yuk bisa yuk.  Semangat ya semua ibu yang membaca artikel ini.  Saya doakan kita semua semakin lihai memahami anak dan diberkahi dalam perjalanan mengasuh serta mendidik anak.  Aamiin… (Opi) 

Tidak ada komentar

Terima kasih telah berkunjung dan membaca artikel ini. Silakan tinggalkan jejak di komentar dengan bahasa yang sopan. Mohon tidak meninggalkan link hidup. Terima kasih.