Belajar Menjadi Diri Sendiri itu Penting dan Harus!


Perempuan-perempuan yang terjebak untuk menjadi "super" karena kemampuan multitaskingnya, bisa jadi lupa, bahwa pada dasarnya mereka tetap harus berusaha menjadi diri sendiri dengan segala keterbatasannya. Bagi Saya, perempuan sejati adalah mereka yang berani menjadi dirinya sendiri.

Kita -perempuan- pada satu bagian sering terjebak untuk menjadi “super” dengan sedikit atau banyak pemaksaan diri. Di sisi lain, perempuan juga sering terjebak untuk menjadi pasrah, tanpa dorongan untuk ekspektasi yang lebih tinggi.  Paradoks ini terjadi. Ironi level tinggi.

Saya, sebagai ibu dua anak yang sehari-hari bekerja di kantor, juga mengalami hal tersebut. Di satu sisi, ada keinginan untuk melakukan hal-hal yang lebih bermanfaat bagi orang banyak dan meyakini bahwa kita memiliki kemampuan dasar untuk itu, sekaligus tanpa mengabaikan tugas utama sebagai ibu yang ternyata sudah cukup menyita energi dan waktu.  Di sisi lain, pada saat kelelahan, Saya cenderung melepas semua keinginan dan menyerah untuk hanya melakukan satu tugas yang paling utama saja. Apakah Anda juga merasa demikian?.....

Pada akhirnya, Saya lalu menjadi kehilangan arah. Tidak konsisten. Kadang terlalu berenergi sehingga haus untuk melakukan segala macam hal, kadang lalu kelelahan dan enggan terlibat.  Saya membutuhkan waktu yang panjang untuk belajar memahami diri sendiri, mencari alur dan mulai belajar menjadi diri sendiri.   

A Long Road to be MySelf
Panjang jalannya.  Belajar untuk memahami diri sendiri itu jelas tidak mudah.  Butuh kejujuran untuk menerima keadaan riil.  Mulai dari bentuk fisik, eksistensi, dan identifikasi mimpi-mimpi di dalam diri. Suatu waktu saya terkagum-kagum kepada seorang rekan yang sangat prudent dalam bekerja, tekun, nyaris tidak pernah melakukan kesalahan dalam pekerjaannya, nampak sangat sempurna di mata Saya.  Lalu Saya membandingkannya dengan Saya yang banyak bicara, banyak berkata-kata, hampir tidak pernah bisa tenang kecuali kurang dari setengah jam alias cepat bosan. Jelas saya tersesat dalam komparasi.  Membandingkan hal-hal yang tidak apple to apple.

Komparasi memang perlu.  Tetapi membanding-bandingkan antara pribadi itu menurut Saya cenderung tidak adil. Saya sampai pada pemahaman bahwa tiap pribadi itu unik dan memiliki nafasnya masing-masing.  Nafas untuk liar atau jinak, misterius atau mengumbar, jenaka atau serius. Setiap keunikan itu memberi warna dalam hidup.  Akan membosankan jika semua orang tekun dan penurut.  Akan menyeramkan pula jika semua orang liar dan berontak.

Oleh karena itu, Saya pikir, biarlah kita menghela pada nafas kita masing-masing. Saya bisa menerima pada saat saya tidak bisa selantang orang lain ketika bicara.  Atau tidak bisa selembut puteri keraton saat membujuk.  Memang Saya bukan mereka, dan mereka bukan Saya.  Terima dirimu apa adanya.

Make Your Own Standing Position
Setelah melalui jalan panjang untuk masuk ke dalam diri sendiri, menerima keadaan riil, Saya harus berketetapan untuk menentukan di mana posisi saya berdiri.  Karena menerima keadaan riil saja buat Saya tidak cukup.  Saya berpikir, dengan keadaan riil ini pasti ada potensi yang dapat dikembangkan untuk menjadi bermanfaat bagi orang lain. Apa itu?.... Pencarian ini berlangsung waktu demi waktu. 

Apakah Anda pernah merenung dan bertanya pada diri sendiri, apakah yang sudah saya sumbangkan untuk membuat dunia tersenyum sumringah? ... Sederhanyanya, apakah yang sudah dilakukan untuk keluarga sebagai ibu dan istri..... Sudahkah optimal?.... Apakah yang sudah dilakukan dalam pekerjaan dan sudahkah optimal?...  Membuat dunia tersenyum sekaligus diri sendiri sumringah itu suatu iring-iringan yang mungkin tidak selalu beriring. 

Inilah yang Saya maksudkan bahwa kita harus menemukan posisi di mana kita seharusnya berdiri.  Sudah optimalkah?... Sudah tergalikah semua potensi untuk menjadi bermanfaat bagi sesama, bagi orang-orang yang kita cintai.....Make Your Own Standing Position.

Be Different, Tapi Bukan Asal Beda
Posisi kita nanti mungkin akan berbeda-beda, Ya. Posisi kita nanti mungkin akan sama, bisa juga Ya.  Tetapi, dalam persamaan dan perbedaan ini itu masing-masing diri wajib untuk menjadi berbeda. Be Different, Be You.  Saya merasakan bahwa tiap jiwa punya caranya masing-masing untuk menjadi berbeda sebagai individu yang unik. Dan menjadi berbeda itu adalah suatu keharusan supaya kita bisa teguh dalam eksistensi diri sendiri. 

Konkritnya, seorang ibu yang berkepribadian teguh tidak perlu ikut-ikutan dengan gaya mengasuh anak yang populer sekalipun, jika tidak meyakini gaya pengasuhan itu cocok atau tidak.  Sebagai ibu, kita punya otoritas penuh terhadap anak-anak kita sendiri.  Kita yang paham betul bagaimana anak-anak itu tumbuh dan berkembang.  Kita pula yang berkewajiban memberikan yang terbaik bagi anak-anak kita. 

Perempuan yang belajar menjadi diri sendiri, akan paham di mana letak “perbedaaan” yang menjadi ciri khasnya dan mengembangkannya sebagai kekuatan untuk berdiri di posisi yang ia pilih.  Perempuan-perempuan sejatinya berbeda satu sama lain.  Tapi, perlu diingat, jangan asal beda. Kecenderungan untuk menjadi berbeda kadang disalahartikan dengan mengambil posisi berlawanan saja.  Saya pikir, tidak begitu juga caranya. 

Kuncinya adalah sadari kondisi riil, tetapkan posisi, dan gali keunikan di mana kita akan menjadi berbeda dengan orang lain secara natural.  Bukan asal beda.

Aku Bukan Ancaman Bagimu, Aku Bermanfaat Bagimu
Apabila “keunikan” diri itu sudah dipegang, menjadi berbeda walau seaneh apapun akan menjadi kunci bagi diri untuk mengembangkan potensi.  Buktkan bahwa dalam posisi berdiri ini kita akan menjadi sumber manfaat bagi orang lain.  Keunikan yang menjadi ciri khas kita secara alamiah mungkin akan membuat orang lain iri, seolah olah kita akan menjadi sumber ancaman bagi keberhasilan orang lain.  Seolah-olah kita adalah pesaing. 

Namun saya melihanya dalam konsep yang lebih menyeluruh. Apabila setiap perempuan memfokuskan diri pada potensinya yang paling berbeda dengan kebanyakan orang, maka masing-masing akan menjadi sumber manfaat bagi sesama.  Bukan menjadi sumber ancaman. Hanya orang-orang yang picik dan malas menggali potensi keunikannya yang kemudian berpikir bahwa seseorang bisa menjadi sumber ancaman bagi orang lain. 

Jebakan Multitasking
Tak lepas dari semua perjalanan perempuan untuk menjadi dirinya sendiri, satu hal yang penting untuk diperhatikan adalah jebakan multitasking. Inilah yang sering mengarahkan kita para perempuan untuk merasa super dan mampu melakukan segalanya dengan hebat.  Tapi, jika tidak hati-hati akan membuat kita terjebak dan tidak mengenali diri sendiri. 

Perempuan mungkin ditaqdirkan sebagai multitasker yang mumpuni.  Ia bisa memasak sambil menggendong anak dan menelepon serta mengawasi anak-anak bermain. Atau mengetik beberapa tugas dalam satu waktu sambil merencanakan kegiatan keluarga.  Akuilah bahwa para perempuan kadang merasa bangga dengan predikat ini, yang mana laki-laki sering tak mampu melakukannya. 

Namun, multitasking cenderung membuat kita tidak mampu mendalami satu keahlian dengan lebih dalam.  Semua dapat dikerjakan dalam satu waktu, namun sekedar selesai.  Kita kadang menjadi tak mampu menemukan sebetulnya di mana kekhususan yang membuat kita berbeda, yang menjadi penanda keunikan kita. Kita terjebak multitasking.

Perempuan yang sadar untuk menjadi dirinya sendiri, yang lebih berbobot untuk mengirimkan sinyal baik ke seluruh penjuru, akan berhenti di kebanggaan melakukan multitasking.  Bukan di situ letak hebatnya.  Bukan ketika perempuan mampu melakukan semuanya dalam satu waktu, setelah itu duduk lelah tak berdaya.  Jangan terjebak, temukanlah potensi terkuatmu yang menjadikanmu berbeda dengan yang lain.

Sampai paragraf terakhir ini Saya sudahi, Saya tetap berkeyakinan bahwa perempuan sejati adalah mereka yang berani menjadi dirinya sendiri.  Anda berani?... (Opi)

**juga ditayangkan di http://www.kompasiana.com/novi.ardiani

8 komentar

  1. "perempuan sejati adalah mereka yang berani menjadi dirinya sendiri" dan "Make Your Own Standing Position"

    Dua kalimat itu menginspirasi dan saya setuju banget. Meski belum berkeluarga, sebisa mungkin mendidik diri untuk menjadi perempuan sejati. Oy salam kenal ya Mba:-)

    BalasHapus
    Balasan
    1. alhamdulillah mba... salam kenal juga.... semoga inspirasinya bermanfaat terus yah...aamiin

      Hapus
  2. Memahami diri sendiri itu memang tidak mudah ya mbk. Ya, jadi berbeda, be different.

    btw, makasih sharingnya mbk. :))

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe iya ternyata.
      Terima kasih kembali mba muthi 😊

      Hapus
  3. setuju Nov, poin yang ttg ancaman itu, tinggal bagaimana kita bersikap aja sih sehingga yang lain jadi merasa bahwa kita lebih asik diajak jadi teman daripada musuh :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Naah itu pelajaran selanjutnya tuh ta buat saya. Hihihi....
      Pandai membawa diri gitu ya tp tetep punya prinsip dan jd diri sndiri..... 😊😊

      Hapus
  4. saya pernah mba bingung sama pribadi saya yg orgnya suka ngejoke gitu udah bawaanya dari sana, tapi kok ngerasa orang disekitar jadi enggak ngehargain pengen deh jadi orang yang tegas kalem beribawa, tapi gagal maning soalnya bukan aku yg asli begitu, alhasil yowes aja deh menerima diri sendiri apa danya hehe ^_^

    www.leeviahan.com

    BalasHapus
    Balasan
    1. oalaaah.... hehehehe.....tp itu kan perasaan dikau aja pas ngerasa ngga dihargai kan, padahal kenyataannya mungkin belum tentu begitu ya?.... kadang bentuk penghargaan itu ngga selalu ditampakkan secara langsung sih. selama tidak mengganggu hak orang lain dan tetap dalam koridor nilai nilai yang diakui, sah sah aja kok ya....

      Hapus

Terima kasih telah berkunjung dan membaca artikel ini. Silakan tinggalkan jejak di komentar dengan bahasa yang sopan. Mohon tidak meninggalkan link hidup. Terima kasih.