3 Tips Mendorong Anak Jadi Pembelajar Mandiri



Orang tua mana sih yang tidak ingin anak-anaknya menjadi pembelajar mandiri? Pembelajar mandiri (self driven learner) adalah mereka yang memiliki motivasi kuat untuk belajar didorong dari dalam dirinya sendiri.  Motivasi mereka datang karena kesadaran kebutuhan pembelajaran, bukan karena keterpaksaan atau sekedar syarat kelulusan dan gelar akademik belaka. 

Bagaimana caranya supaya anak bisa jadi pembelajar mandiri?  Tentu saja ini tidak lepas dari peran kedua orang tuanya.  Saya mencermati ada tiga cara yang dapat dicoba orang tua untuk mendorong anak-anak menjadi pembelajar mandiri.  Ketiga cara itu adalah :  

1. Lakukan Strategi Penumbuh Perilaku Yang Efektif
2. Wajib Melek Literasi Digital
3. Berdialog secara Konsisten 


Ketiga cara itu saya cermati sebagai intisari dari pemaparan narasumber di sebuah talkshow yang diselenggarakan www.theurbanmama.com. Pada Kamis, 7 Desember 2017 lalu saya bersama The Urban Mama Bloggers berkesempatan menghadiri Luncheon The Urban Mama di Ocha and Bella Restaurant, Jakarta.   

Dalam kesempatan itu, ngumpul-ngumpulnya mama bloggers sangat bermanfaat karena menghadirkan narasumber kompeten membahas topik Pendirikan Anak di Era Digital.

Para narasumber tersebut adalah Pakar Pendidikan Ibu Dra. Itje Chodijah, MA, Co-founder The Urban Mama  Ninit Yunita,  dan Content Manager Quipper Indonesia Pipit Indrawati. 

Kiri ke kanan :  MC, Content Manager Quipper Indonesia Pipit Indrawati,  Pakar Pendidikan Ibu Dra. Itje Chodijah, MA,  dan Co-founder The Urban Mama  Ninit Yunita dalam talkshow Pendidikan Anak di Era Digital

Quipper Indonesia adalah bagian dari Quipper yaitu perusahaan teknologi pendidikan global terkemuka yang memiliki misi untuk membawa pendidikan terbaik ke pelosok dunia.

Quipper punya tujuan menyediakan, memperbaiki, dan mendistribusikan pendidikan berkualitas melalui teknologi untuk menciptakan dunia di mana setiap anak diberi kesempatan yang sama untuk belajar dan mendapatkan pengetahuan.

Nah, obrolan para narasumber inilah yang Saya sebutkan tadi dapat dikerucutkan jadi tips bermanfaat buat kita para orang tua dalam mendampingi anak belajar di era digital ini.  Yuk, kita simak satu persatu tips nya.  

Tips pertama: Lakukan Strategi Penumbuh Perilaku Yang Efektif

Apa maksudnya penumbuh perilaku yang efektif?  Penumbuh perilaku yang efektif adalah orang orang yang mampu menumbuhkan perilaku positif dengan cara yang tepat.   Itje Chodijah memaparkan bahwa sejatinya orang tua dan guru berperan sebagai penumbuh perilaku bagi anak-anak.

Agar anak-anak tumbuh menjadi pribadi yang gemar belajar, termotivasi untuk mencari ilmu sebagai kebutuhan, maka sebagai orang tua kita wajib menyusun strategi untuk menjadi penumbuh perilaku yang efektif. 

Strategi utama yang harus dilakukan, menurut Itje Chodijah, adalah menyeimbangkan konten pelajaran dengan softskill.  Mengapa? Sebab, saat ini kita menghadapi kenyataan bahwa sistem pendidikan di Indonesia kecenderungannya masih mengutamakan konten dibandingkan karakter (softskill).  

“Konten pelajaran banyak sekali. Dan semua itu dijejalkan ke anak, kadang tidak dinalar. Anak disuruh telan semua konten pelajaran itu,” ujar Itje.  Konten yang banyak ini membuat anak jadi stress. Alih-alih termotivasi belajar, anak justru jadi phobia. 



Nah, sebagai orang tua, ketimbang kita marah-marah ngga jelas dengan sistem yang dirasa kurang pas, lebih baik atur strategi penumbuh perilaku.  Semua sepakat bahwa softskill berpikir kritis, komunikasi efektif, leadership, percaya diri, dan mandiri merupakan keterampilan yang dibutuhkan di abad mendatang agar anak-anak bisa survive.  Itu semua tidak seluruhnya dikembangkan di sistem pendidikan Indonesia.  

Dalam hal ini, orang tua wajib mengambil peran. Orang tua harus masuk lebih dalam sebagai sosok terdekat bagi anak untuk menumbuhkan softskill tadi yang nampaknya kurang ditanamkan di sekolah.  

Coba perhatikan, kadang ada anak yang kuat di konten tapi lemah di softskill. Ada pula yang kuat di softskill tapi lemah di  konten.  Tugas kita sebagai orang tua adalah  menyeimbangkan antara konten dan softskill dalam diri anak-anak kita.

Caranya, bangun suasana belajar yang nyaman dan tularkan nalar di setiap kegiatan pembelajaran.  Beri sentuhan kasih sayang dan perhatian di setiap poin belajar.  Buat anak merasa perlu untuk belajar dan memahami sesuatu.

Tumbuhkan semangatnya bahwa belajar itu untuk bersyukur, bukan semata untuk menjadi pintar.  Karena kepintaran juga akhirnya harus digunakan untuk kemaslahatan orang banyak. 

Ninit Yunita juga berbagi tentang cara menemani belajar anak yang fun. Baginya, PR anak ya menjadi PR keluarga.  “Waktu belajar, kami sebagai orang tua berusaha menghadirkan suasana yang cair dengan humor dan canda, namun tetap dalam batas wajar.  Supaya anak-anak merasa nyaman belajar,” paparnya.      

Tips Kedua:  Wajib Melek Literasi Digital

Tips yang kedua ini susah susah gampang. Susahnya karena saat ini kita menemui kondisi guru-guru di sekolah yang sangat paham dengan akses digital namun tidak diimbangi dengan literasinya. Literasi digital di kalangan pengajar juga belum merata.

Ada guru yang teknik mengajarnya bagus, tapi tidak akrab dengan fasilitas digital.  Ada guru yang melek digital tapi teknik mengajarnya kurang baik.  Mudahnya, karena kita sebagai orang tua sangat difasilitasi dengan ketersediaan yang berlimpah akan konten digital di dunia online pembelajaran. 

Baik orang tua dan guru wajib melek literasi digital.  Namun, kita sebagai orang tua tidak bisa mengontrol guru.  Orang tua dan guru sebaiknya berpartner sebagai sesama pendidik.  Namun, ketika kita sebagai orang tua dihadapkan pada guru yang literasi digitalnya minim, maka orang tua harus bisa menjadi solusi.  Jalan tengahnya adalah kompromi positif. 

Misalnya, di sekolah ada pembelajaran online. Namun siswa hanya diminta menonton konten video dan mengerjakan tugas.  Menurut Itje Chodijah, ini tidak mendidik.  Aspek pembelajarannya tidak mengena.

“Yang bisa dilakukan oang tua adalah mengulang kembali bersama anak menonton video tersebut, berdiskusi, dan mengisi mana aspek pembelajaran untuk softskill yang belum tersentuh,” tambah Itje Chodijah. 

Tips ini sekarang semakin dipermudah karena sudah ada video-video belajar mandiri dari Quipper Indonesia yang bisa dijadikan sarana belajar mandiri siswa SMP hingga SMA. Pipit Indrawati selaku Content Manager Quipper Indonesia memperkenalkan konsep e-learning ala Quipper yang diharapkan membantu anak Indonesia belajar secara mandiri. 

Video pembelajaran dari Quipper berpegang teguh pada prinsip bahwa konsep dan pemahaman itu penting.  Belajar mandiri dimulai dengan konsep dan pemahaman teori, dilanjutkan dengan tips dan trik mengerjakan soal.

Ini semua dapat dipelajari setelah mendaftar di https://video.quipper.com/id.  Ada lebih dari 4.000 video pembelajaran dan 24.000 lebih latihan soal dapat diutak-atik di sini.  Biaya berlangganan untuk satu akun adalah Rp 890.000,- selama setahun. 



“Di Quipper, siswa didorong untuk belajar mandiri.  Selain itu ada ruang dialog dengan orang tua, karena orang tua dapat mengontrol kegiatan belajar anak melalui akun yang sama,” papar Pipit.

Quipper telah beroperasi di berbagai negara di dunia. Dari total 500.000 penguna berbayar, Indonesia menjadi salah satu negara dengan pengguna terbesar yaitu 100.000 pengguna. 

Di era digital ini, menurut Itje Chodijah, orang tua harus hadir sebagai pendamping ketika anak-anak mengakses online. Kecanggihan teknologi wajib kita gunakan sebagai alat untuk tumbuh, bukan membunuh.

Banyak konten positif yang sebetulnya bisa kita arahkan menjadi kebutuhan anak.  Justru inilah saatnya orang tua belajar menanamkan rasa tanggung jawab pada anak, bahwa teknologi dalam genggaman harus digunakan untuk tujuan positif. 

Tips Ketiga:  Berdialog secara Konsisten 

Berdialog secara konsisten adalah kunci agar orang tua dapat terus membangun komunikasi yang sehat dengan anak. Pun di era digital seperti sekarang ini, dimana komunikasi maya lebih mengemuka.  Untuk menumbuhkan semangat dan kesadaran anak belajar, menurut Itje Chodijah, para orang tua wajib mengubah paradigma tentang pola instruksi menjadi pola dialog. 

Orang tua yang masih menggunakan instruksi kepada anak dalam pola asuhnya, akan sulit menumbuhkan motivasi kemandirian belajar. Logikanya, bagaimana anak bisa tergerak untuk memotivasi dirinya apabila hanya disuruh dan disuruh.  Anak juga manusia, butuh didengar dan dipahami oleh orang yang dicintainya.



Mengubah paradigma pola instruksi ke pola dialog inilah suatu tantangan bagi orang tua. Memang tidak mudah, tetapi harus dilatih dan dicoba.  “Jauh lebih sulit memang belajar menjadi orang tua yang nyantai. Kita para orang tua wajib belajar mengkomunikasikan sesuatu secara nyaman kepada anak-anak kita,” tutur Itje Chodijah.  Mutlak, dialog itu menjadi kunci. 

Itje Chodijah berpesan, ketika belajar dan anak menemui kesulitan lalu tidak mampu memahami pelajaran, stop untuk menuduh anak kurang perhatian dalam belajar. Menuduh dan memarahi sama sekali tidak efektif mengubah keadaan.   

“Ajak mereka dialog. Katakan pada mereka, nak sepertinya di bagian ini kamu masih banyak kekurangan dan perlu diperkuat, yuk mama bantu.  Mama mungkin ngga tahu banyak tapi mari mama temenin dan kita cari sama-sama ya,” ujar Itje Chodijah. 

Kata-kata seperti itu justru lebih banyak membantu membuat anak merasa lebih dihargai.  Kekurangannya bukan selalu karena kurang belajar.  Tetapi, seringkali karena anak dibiarkan belajar sendiri tanpa ada tanda-tanda orang tuanya peduli bahwa ia belajar.

Kita sebagai orang tua tidak harus selalu berada di samping anak, tetapi pada waktu-waktu krusial di mana anak butuh didampingi, kita sedapat mungkin ada untuk mereka.  Kata kuncinya ada di keterlibatan orang tua secara fisik dan emosi.

Dengan menerapkan ketiga tips tadi secara konsisten, semoga sebagai orang tua kita mampu menumbuhkan perilaku positif  dan anak-anak tergerak untuk menjadi pembelajar yang mandiri. Sudah saatnya orang tua berhenti untuk menjadi otoriter pada anak, namun selayaknya menjadi teladan bagi anak-anaknya.

Jika ingin anak-anak menjadi pembelajar yang tangguh, kita orang tuanya harus sadar diri dengan terlebih dahulu menjadi pembelajar dan menularkannya kepada anak-anak kita.  Semoga kita selalu bisa.... Yeeaayy!!! Yuk jadi Pembelajar Mandiri!! (Opi) 

We are The Urban Mama Bloggers 


6 komentar

  1. Aku pernah nyarik bahan bwt ngajar di quipper. Cuco emng dah ah

    BalasHapus
    Balasan
    1. saya sendiri baru ngubek-ngubek mba, baru tahu juga soalnya dari meet up ini.... kebetulan dikasih akun trial dan pas dibuka buka memang lengkap yah ....

      Hapus
  2. Bagaimana kalau kedua orang tuanya bekerja?
    Terima kasih dan salam kenal

    BalasHapus
    Balasan
    1. salam kenal juga mba Ina.... jika kedua orang tua bekerja, bukan alasan untuk tidak membersamai anak belajar. ya tetap harus meluangkan waktu untuk membangun dialog dan belajar bareng. diatur atur waktunya. saya dan suami juga bekerja di luar rumah, tapi berkomitmen konsisten untuk dorong anak-anak pelan pelan belajar selfdriven.

      Hapus
  3. Wah baru tahu ada Quipper. Selama ini tahunya seperti ruangguru gtu2. Coba nanti liat ah seperti apa web/ aplikasinya.
    Hehehe iya ya, selama ini ngliatnya ada ynag ngajar pakai video tapi diskusi2nya terlewat gtu aja TFS

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya mba.... dilihat lihat aja. udah banyak sekolah yang pake quipper juga

      Hapus

Terima kasih telah berkunjung dan membaca artikel ini. Silakan tinggalkan jejak di komentar dengan bahasa yang sopan. Mohon tidak meninggalkan link hidup. Terima kasih.