5 Prinsip Merakit Kreativitas Anak di Masa Pandemi


“Anak-anak kita semua memiliki potensi untuk bisa seinovatif Steve Jobs, sekreatif Walt Disney, atau sebrilian para professor pemenang Nobel. Salah besar jika orang tua menganggap kreativitas adalah bakat dari lahir.  Semua anak memiliki potensi yang sama untuk dapat berpikir kreatif dan melakukan terobosan-terobosan baru. ”  Ling Majaya (2013), dalam: Mendidik Anak Jadi Kreatif, Merevolusi Cara Berpikir Anak Indonesia

Selama ini saya cenderung membatasi makna kreativitas anak.  Anak-anak yang menonjol dalam karya seni dilabeli sebagai si kreatif.  Padahal, kreativitas bukan semata berkesenian.  Kreatif, atau mampu menciptakan sesuatu yang bernilai tambah, baik itu berupa hasil karya seni ataupun bukan, sangat erat hubungannya dengan kemampuan berpikir.  Ini tak ada hubungannya dengan bakat.  Membiasakan anak sejak dini untuk menggunakan otak kanan dan kiri adalah salah satu cara membuka jalan untuk berkreasi.

Banyak cara merakit kreativitas anak sejak dini yang bisa dilakukan orang tua. Tersedia beragam metode dan fasilitas untuk itu. Dari yang gratisan hingga berbayar.  Mulai dari yang sesederhana bergabung dalam klub kreasi daur ulang bermodalkan barang bekas, hingga bergabung di klub robotik yang bermodal jutaan rupiah per anak. Pada situasi normal, orang tua dan anak memiliki banyak pilihan.

Namun, bagaimana dalam situasi pandemi Covid-19 yang sudah berlangsung nyaris setahun ini?... Serba dari rumah saja, membuat sejumlah perkumpulan offline jadi benar-benar off.  Haruskah anak-anak terhenti dalam berkreasi gara-gara pandemi? Oh, tidak.  Kreativitas bisa ditumbuhkan dan dilatih dari rumah saja. Bisa seiring dengan Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) yang membuat anak lebih banyak berkegiatan di rumah serta minim kontak fisik dengan teman sebaya.  

Belajar berkreasi di rumah sesuai minat, orang tua mendampingi

Bagaimana caranya? Ya memang jadinya serba online, atau ngoprek di rumah. Semudah itu?  Tidak juga. Ini adalah 5 prinsip utama yang saya coba jalankan kepada anak-anak di rumah sepanjang pandemi Covid-19.  Intinya, agar kegiatan mendorong kreativitas menjadi terarah dan menyenangkan bagi anak.  Jika anak senang, proses berkreasinya akan berkelanjutan dan berdampak. 

Kelima prinsip itu adalah: 
1. Setting Growth Mindest Orang Tua Lebih Dulu
2. Mantra: “Setiap Anak Istimewa”
3. Optimalkan Sumber Daya yang Ada di Rumah
4. Manfaatkan Teknologi
5. Mendampingi Tanpa Syarat

Yuk kita urai satu persatu kelima prinsip tersebut: 

1. Setting Growth Mindest Orang Tua Lebih Dulu


Growth mindset adalah pola pikir yang selalu berkembang, mengutamakan usaha untuk mencapai keberhasilan.  Pemilik growth mindset tidak mengutamakan bakat karena yakin semua orang bisa memiliki suatu keterampilan selama mau berusaha dan termotivasi. Orang-orang dengan pola pikir ini biasanya senang belajar hal baru dan tidak takut akan perubahan. 

Lawannya adalah Fixed mindest, yaitu pola pikir yang percaya bahwa kecerdasan atau bakat yang dimiliki seseorang sifatnya akan tetap, tidak akan berubah. Orang-orang dengan pola pikir ini percaya bahwa bakat berkontribusi besar pada kesuksesan seseorang, bahkan tanpa usaha ekstra atau kerja keras.  

Istilah growth mindset dan fixed mindset  diperkenalkan pertama kali oleh psikolog di Stanford University -- Carol Dweck -- dalam bukunya yang berjudul Mindset: The New Psychology of Success.  Berbagai penelitian Dweck membuktikan bahwa membangun suatu pola pikir yang selalu mau berkembang (growth mindset) adalah kunci dari suatu keberhasilan.

Mengapa orang tua perlu melakukan setting pola pikir berkembang terlebih dahulu?  Sebab, dengan memiliki growth mindset, orang tua dapat menularkan kepada anak perihal belajar beragam hal baru, berusaha dan bekerja keras mencapai suatu keberhasilan, serta tidak terbelenggu oleh bakat semata. 
Anak-anak tidak perlu merasa minder ketika dinobatkan sebagai anak tak berbakat.  Sebab, bakat bukanlah syarat sukses untuk orang orang dengan pola pikir berkembang. 

Melalui orang tua, growth mindset dapat ditularkan pada anak, sehingga anak lebih bebas berpikir, berkreasi, berbuat, dan mengevaluasi diri tanpa batasan bakat.

Berikut adalah sebuah gambar ilustrasi yang dikreasikan oleh Reid Wilson tentang perbandingan orang dengan growth mindset dan fixed mindset.  


Anda yang mana?.....
Mulai sekarang, yuk berlatih untuk pola pikir berkembang. 

2. Mantra: “Setiap Anak Istimewa”


Orang tua wajib menyadari bahwa tiap anak unik, berbeda, dan memiliki keistimewaannya sendiri. Dari sini kita bergerak untuk memunculkan sisi kreatif anak yang terpendam.  Sebagai orang tua kita lebih dulu harus belajar menyelami apakah yang menjadi minat anak?  Hal-hal apa yang membuatnya berseri-seri dan bersemangat?  Tanpa mengetahui minatnya, agak sulit memunculkan sisi kreatif anak-anak kita.  
Cara yang saya lakukan untuk menggali minat anak-anak adalah:

a. Membuat anak terpapar ke dalam beragam kegiatan yang merangsang kreativitas di rumah secara natural tanpa paksaan, termasuk beragam pekerjaan rumah tangga yang sesuai dengan usianya  
b. Mengekspos anak pada beragam buku bacaan maupun aplikasi edutainment 
c. Menyediakannya media kreativitas yang umum (visual, audio, atau audiovisual) serta melihat responnya, media mana yang kelihatan lebih menarik bagi masing-masing anak 
d. membiarkan anak memilih sendiri dan mendalami kegiatan kreasi tanpa campur tangan orang tua
 
Membaca komik bisa melangitkan imajinasi dan merangsang kreativitas.
Pilih komik yang edukatif sekaligus menghibur

Dari sana, orang tua bisa melihat ke arah mana sebetulnya anak berminat. Anak satu dan lainnya bisa sangat berbeda.  Walau adik punya kecenderungan mengikuti kakak.  Tak selalu demikian. 

Anak yang satu bisa sangat berminat merangkai atau membongkar pasang.  Sementara anak yang lain mungkin lebih suka memadu padankan dan memikirkan keindahan di tiap sudut rumah. 

Banyak ragam kegiatan yang bisa mengasah kreativitas anak di rumah saja
Kedua anak saya memperlihatkan minat yang berbeda.  Yang sulung lebih berminat pada teknologi informasi, musik, dan hal-hal yang sifatnya konseptual.  Sementara yang bungsu lebih suka hal-hal yang sifatnya eskperimen.  Mencampur campur beragam bahan dan adonan, mencoba resep, memadupadankan penampilan boneka adalah kesukaannya. 

Bagaimana dengan anak-anak Anda?

Setelah mengetahui arah dan minat anak-anak, orang tua bisa lebih terarah dalam memfasilitasi.  Jangan keburu kecewa jika anak memiliki minat yang tampak aneh, tidak lazim, atau sama sekali di luar dugaan kita.  Percayalah bahwa setiap anak istimewa.  Menerima dan memfasilitasi minat anak-anak akan jadi jalan untuk memunculkan sisi terbaiknya, memunculkan sisi kreatifnya yang terpendam ke permukaan.  

3. Optimalkan Sumber Daya yang Ada di Rumah


Setelah mampu membaca arah minat anak-anak kita, prinsip berikutnya adalah mengoptimalkan sumber daya yang ada di rumah untuk fasilitas mereka.  Sesederhana apapun.  Sebelum menyediakan barang atau fasilitas baru untuk mendukung minat anak-anak kita, coba tengok dulu yang sudah ada di rumah.  
Ya karena selama pandemi kita cenderung lebih banyak di rumah saja, hal terbaik adalah manfaatkan semua yang ada di rumah untuk kreativitas. 

Biarkan anak bicara sendiri dengan boneka dan mainannya agar kreativitasnya dalam berbahasa meningkat seiring latihan

Contoh sederhana, untuk anak SD yang punya minat tinggi terhadap eksperimen, ia bisa memanfaatkan barang-barang yang ada di rumah.  Bisa barang bekas, barang sisa, atau barang yang belum sempat dimanfaatkan. 

Baju bekas bisa dijadikan eksperimen gunting menggunting, atau didesain ulang bak Diana Rikasari. Peralatan rumah tangga yang sudah tidak terpakai atau bekas kemasan produk bisa dirakit jadi beragam kreasi sesuai minat anak. Lebih ekstrim lagi?  Laptop rusak yang menganggur pun bisa dijadikan media pembelajaran anak yang penasaran mengintip dalaman sebuah gadget!

Ada mesin jahit di rumah?  Kenapa tidak digunakan untuk praktik anak belajar menjahit?  Ada lahan menganggur di belakang rumah? Biarkan anak yang suka bercocok tanam memanfaatkannya.  
Anak suka menggambar tapi bosan dengan media biasa?  Biarkan dia membuat cat warna sendiri dari bahan-bahan yang ada.  Atau biarkan dia menggambar di media yang tak biasa seperti ember bekas, papan-papan bekas yang dikreasikan, atau apapun yang ada di rumah. 

Anak yang gemar bereksperimen sebaiknya difasilitasi dan jangan dibatasi agar kreativitasnya tak terhambat


4. Manfaatkan Teknologi


Manfaatkan teknologi untuk mendukung minat anak-anak dalam berkreasi, itu wajib.  Di era digital saat ini beragam tutorial dalam bentuk video atau lainnya tersedia berserakan di media online.  Mulai dari resep masakan, cara memperbaiki barang-barang, cara membuat kreasi dari barang bekas, dan beragam lainnya.  

Ada banyak kelas online yang gratis maupun berbayar untuk meningkatkan skill anak-anak kita.  Orang tua wajib peka untuk membantu anak memilih yang dibutuhkannya. Tanpa beradaptasi dengan percepatan teknologi, kreasi akan terbatas pada yang itu-itu saja.  Anak-anak perlu diperkenalkan bahwa sebagai insan kita memiliki kendali terhadap teknologi. 

Di masa pandemi saat kita terbatas harus berada di rumah saja, sebetulnya dunia luar sangat dekat melalui bantuan teknologi.  Manfaatkan seoptimal mungkin untuk mentrigger kreativitas anak-anak kita.  

Dengan bantuan teknologi, anak sulung saya yang berusia 12 tahun bisa belajar web development dari tutorial video youtube sang maestro webdev, situs coding terpercaya, kelas online gratis maupun berbayar dari para ahlinya.  

Ia bahkan bisa bergabung dengan komunitas programmer di sebuah platform yang memungkinkan untuk tanya jawab project, belajar bersama, dan membahas project bareng.  Dengan bantuan teknologi pula, si sulung bisa terfasilitasi belajar gitar secara online. Kini ia mulai tertarik untuk mencoba virtual music editing.  

Selama kita mau memanfaatkan teknologi untuk berkreasi, selalu ada jalan.  


5. Mendampingi Tanpa Syarat


Anak-anak butuh didampingi, itu pasti.  Apalagi penggunaan teknologi informasi di dunia online belum bersahabat bagi anak-anak.  Tugas kita sebagai orang tua bergerak bersama anak untuk fasilitasi luar dalam.  Mendampingi anak tanpa syarat adalah mutlak.  Caranya, posisikan diri sebagai sahabat dan maksimalkan empati. Ketika mereka bosan, kesulitan, atau agak menyerah, saatnya kita hadir sebagai sebuah trampoline yang siap dijadikan tempat mereka melompat-lompat sambil berteriak. 

Tak perlu memberikan target tertentu terhadap hasil kreasi mereka. Bisa jadi malah membuat anak stress.  Biarkan saja mereka belajar menuangkan ide, gagasan, bebas berkreasi dan berekspresi.  Tugas orang tua adalah terus memotivasi anak dan meyakinkan mereka bahwa mereka mampu. 

Di masa pandemi ini, mendampingi anak tanpa syarat mungkin bagaikan beban lebih sekaligus rahmat.  Tapi di setiap lelah pendampingan, selalu ada senyum merekah melihat anak-anak menemukan dunianya walau harus di rumah saja.  
 
Anak-anak yang memilih kreativitas dengan teknologi informasi
wajib selalu didampingi orang tua dalam berselancar di dunia online 

Kelima prinsip itulah yang saya coba untuk terus dijalankan.  Pandemi entah sampai kapan, jangan menjadi sebab untuk terhentinya kreasi anak.  Kreativitas dapat dibentuk melalui berbagai proses yang dialami anak-anak.  Sebaliknya, kreativitas juga dapat dihambat akibat proses belajar dan pola asuh orang tua terhadap anaknya.  

Di ujung tulisan ini, saya unggah doa terbaik untuk para orang tua agar selalu dimampukan dalam mengasuh anak-anak hingga mereka bisa memunculkan sisi terbaiknya.  Sisi terbaik yang akan memberikan dampak terbaik bagi diri dan lingkungannya.  Aamiin. 

Jadi, tertarik untuk mengadopsi kelima prinsip saya ?  Monggo….. 😊  (Opi)



Bahan Bacaan Lanjut : 

https://glints.com/id/lowongan/perbedaan-growth-mindset-dan-fixed-mindset/#.YBKSAugzbIU diakses 28 Januari 2020 

Ling Majaya. 2013. Mendidik Anak Jadi Kreatif, Merevolusi Cara Berpikir Anak Indonesia.  PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta.  xiii+129 hlm. 

Femi Olivia dan Harni Raziarty. 2011. Mengoptimalkan Otak Kanan Anak dengan Creative Drawing. PT Elex Media Komputindo. Jakarta. vii+174 hlm.

Rita Nurlita Setia. 2018. Anak Hebat di Era Digital. The PanasDalam Publishing. Bandung. 95 hlm. 

Muhammad Rasyid Dimas. 2005. 20 Kesalahan dalam Mendidik Anak. Robbani Press. Jakarta. xiv+223 hlm. 

Edward De Bono. 2004. How to Have A Beautiful Mind. PT Elex Media Komputindo. Jakarta. x+254 hlm. 

Meta Wagner. 2017. What’s Your Creative Type? PT Gramedia Widiasarana Indonesia (Grasindo). Jakarta. xix + 247 hlm. 

3 komentar

  1. memang anak perlu dilatih dan ada saraannya

    BalasHapus
  2. keren mba artikelnya bermanfaat

    BalasHapus
  3. Iya anak dibebaskan mencari kegiatan yang kreatif sesuai minatnya dan didampingi orang tua ya..

    BalasHapus

Terima kasih telah berkunjung dan membaca artikel ini. Silakan tinggalkan jejak di komentar dengan bahasa yang sopan. Mohon tidak meninggalkan link hidup. Terima kasih.