KARYAWAN. Identik dengan : berangkat pagi, pulang petang. Ke mana? Ya ke kantor. Kalau kena lembur bisa pulang malam. Pulang pergi kantor selalu bersahabat dengan kemacetan lalu lintas. Kudu tahan banting kalau dimarahi atasan. Musti makan ati kalau punya bawahan males-malesan. Eeeaaa…. Gedubragh…
Di masa pandemi Covid-19 ini, para karyawan jadi punya geng baru. Geng WFO (Work from Office) dan Geng WFH (Work From Home). Sedikit banyak menimbulkan iri ketika karyawan divisi sebelah bisa lebih banyak WFH daripada WFO. Kadang karyawan rantau yang masih lajang malah mati gaya di kos-kosan pas kebagian WFH.
Asam manis jadi karyawan bagaimanapun tetap harus disyukuri dong. Apalagi kalau sudah waktunya naik gaji dan terima bonus. Waaaaah…. Asal jangan langsung ludes untuk bayar cicilan yaaaa….
Rutinitas kerja karyawan kantoran memang melelahkan. Tidak sedikit karyawan yang terkunci dengan rutinitasnya. Pulang kantor sudah terlalu lelah untuk menyisihkan sedikit saja waktu untuk kesenangan diri yang sebetulnya berdampak untuk pengembangan diri. Betul begitu? Apalagi kalau sudah punya anak berderet. Wassalam ya…. **Curcol
Itulah antara lain yang menyebabkan karyawan jadi enggan menulis. Mau tahu sebab yang lain? Berbekal rasa ingin tahu, saya mencoba melakukan survei sederhana di media sosial untuk mengulik seputar karyawan dan menulis.
Hasil Survei IG Story @opiardiani tentang “Karyawan Menulis”
Survei sederhana seputar “Karyawan dan Menulis” di Instagram Story akun IG @opiardiani akhir pekan lalu Sabtu-Minggu (13 sd 14 Maret 2021), dapat memberikan gambaran tentang kondisi ini.
Berikut sejumlah pertanyaan yang saya lemparkan pada survei :
1. Mana sih yang lebih mudah, mengajak untuk aktivitas menulis atau mengajak foto selfie?
2. Perlu ngga sih karyawan itu bisa dan rajin menulis ?
3. Nulis itu susah ngga sih?
4. Ada saran apa nih buat karyawan yang males nulis?
5. Percaya ngga bahwa rajin nulis bisa bermanfaat bagi kesehatan mental?
6. Percaya ngga bahwa rajin nulis bisa membuka banyak peluang baru?
Hasilnya adalah sebagai berikut nih:
87% responden mengakui lebih mudah mengajak seseorang untuk berfoto selfie daripada melakukan aktivitas menulis. Gimana, teman-teman begitu juga ngga?... Jujur, saya juga merasa begitu kok. He he he.
79% responden menjawab bahwa karyawan perlu memiliki kemampuan menulis, dan perlu untuk rajin melakukannya. Hanya 21% yang berpendapat sebaliknya.
Kenapa PERLU? Karena banyak manfaatnya. Nanti saya rinci di bawah ya.
88% responden menilai bahwa menulis itu susah. Hanya 12% yang menganggap menulis itu tidak susah.
Susah, memang iya sih. Tapi berdasarkan pengalaman saya, itu awalnya aja kok susah. Selanjutnya, menyenangkan dan bikin ketagihan.
86% responden menyarankan untuk karyawan yang malas menulis agar diajak melakukan aktivitas menulis yang mudah-mudah saja dulu. Sementara 14% lainnya berpendapat biarkan saja karyawan sadar sendiri untuk rajin nulis.
Ngajakin nulis yang gampang apa ya? Menulis yang paling mudah adalah menulis jurnal syukur setiap malam sebelum tidur satu halaman saja. Isinya adalah hal-hal apa saja yang kita syukuri hari ini. Mudah kan?
91% responden percaya bahwa rajin menulis bisa bermanfaat bagi kesehatan mental. Hanya 9% saja yang mengatakan sebaliknya.
Bagaimana rajin nulis bisa menjaga kesehatan mental? Saya tuliskan di bawah ya.
95% responden percaya bahwa rajin nulis bisa membuka banyak peluang baru. Sementara 5% lainnya tidak percaya.
Peluang apa saja sih yang bisa diraih? Banyak ternyata. Lanjutkan membaca ya, saya uraikan di bawah.
Karyawan Nulis Apa?...
Memangnya karyawan perlu nulis apa sih? Aktivitas menulis di kantor juga sudah cukup menguras energi dan pikiran, masih perlu menulis di luar itu lagi? Jawabannya iya. Lho kok, gitu sih. Capeeee dooong….!!
Sebentar, tarik nafas dulu.
Nah ini. Selama menjalani kehidupan sebagai karyawan kantoran, saya berproses. Proses itu membuat saya belajar bahwa aktivitas menulis yang sama sekali berbeda dengan aktivitas menulis dalam pekerjaan kantor memang masih perlu dilakukan. Cape? Iyalah. Tapi itu awalnya saja. Berikutnya akan sangat menyenangkan.
Jadi, karyawan perlu nulis apa? Intinya adalah menulis hal yang berbeda dengan yang dilakukan di kantor.
Ketika bekerja di Universitas sebagai Dosen Mikrobiologi, saya diwajibkan menulis artikel ilmiah untuk menambah cum sebagai dosen. Maka selepas mengajar di kampus atau aktivitas mentoring di lab, saya menulis jurnal/diary atau puisi di malam hari sebelum tidur. Nulis yang beda.
Ketika bekerja sebagai jurnalis cetak di Harian Nasional, saya wajib menulis berita hasil liputan setiap hari. Maka selepas bekerja, menulis cerpen dan artikel santai di blog pun menjadi pilihan.
Kemudian, selama bekerja sebagai karyawati BUMN 16 tahun terakhir, pekerjaan menulis laporan dan semacamnya yang bersifat kedinasan jadi makanan sehari-hari. Maka selepas bekerja, saya switch menulis hal-hal yang sifatnya ringan seperti artikel blog, cerpen, ataupun naskah untuk buku antologi.
Jadi beneran perlu? Ya, saya merasa perlu. Perlu untuk keseimbangan dan harmoni hidup dari hari ke hari. Di kantor menulis yang serius, selepas kantor menulis yang ringan. Di kantor menulis laporan, selepas kantor menulis fiksi. Ini membuat jejak langkah menjadi lengkap. Pas.
Lalu bagaimana bila aktivitas bekerja kantoran jarang melibatkan diri dalam kegiatan menulis? Misalnya apoteker, pegawai bank, atau sejenisnya? Masih perlu nulis juga selepas kerja ?.. Jawabannya iya. Kok?.. Karena sekali saja merasa tidak perlu maka ngga akan pernah mau mencoba nulis. Lalu, bakal jauh dari aktivitas nulis. Nah, pada satu titik akan ketemu butuh untuk nulis. Barulah akan terasa susahnya memulai karena tertinggal berlatih terlalu lama.
Jadi point nya adalah : “MERASA PERLU” . Perlu untuk Menulis sebagai Upaya Kesimbangan Hidup.
10 Manfaat Menulis Bagi Karyawan
Mengenyam masa kerja sebagai karyawan di Universitas, Media Cetak, dan BUMN membuat saya melangitkan syukur setinggi-tinggginya. Karena merasa PERLU, saya bisa terus melakukan beragam aktivitas menulis sampai detik ini. Baik itu menulis fiksi maupun non fiksi. Baik itu menulis artikel di blog dan majalah, maupun menulis naskah buku antologi. Doakan ya tahun ini agar saya bisa menyelesaikan buku solo, aamiin. Kenapa? Menulis memberi banyak manfaat bagi diri yang tidak bisa saya negasikan hanya dengan sejumlah uang atau materi.
Setidaknya ini 10 manfaat menulis bagi karyawan yang saya rasakan sepanjang dua dekade hingga saat ini :
1. Meningkatkan kemampuan berliterasi
2. Melatih kreativitas
3. Menyalurkan hobi dan melepaskan ketegangan
4. Memperluas jaringan pertemanan positif
5. Anti pikun dan lemot
6. Menambah income
7. Membuka berbagai peluang baru
8. Menjaga kesehatan mental
9. Menajamkan Self Leadership
10. Wahana Pengembangan Diri
Yuk kita kulik satu-satu :
1. Meningkatkan kemampuan berliterasi
Menulis adalah level berliterasi yang tertinggi, setelah mendengarkan, berbicara, dan membaca. Saat bayi, pertama kali kita bisa mendengar dulu, lalu mulai menirukan bunyi dan berbicara, baru kemudian kita belajar membaca dan menulis.
Literasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (daring) artinya pengetahuan atau keterampilan dalam bidang atau aktivitas tertentu, serta kemampuan individu dalam mengolah informasi dan pengetahuan untuk kecakapan hidup. Dalam makna yang lebih sempit, literasi bermakna kemampuan menulis dan membaca.
Jadi karyawan masih perlu meningkatkan kemampuan literasinya? Iya banget. Kemampuan literasi setiap orang memang sebaiknya terus diasah sepanjang hidup, seiring dengan perkembangan zaman sebagai upaya survival. Di era digital kini kita juga tertantang untuk berliterasi secara digital.
Rajin menulis membuat kemampuan literasi karyawan jadi meningkat. Apa urgensinya?... Ya tentu saja karyawan dengan kemampuan literasi yang bagus akan mampu melakukan aktivitas pekerjaan yang selalu membutuhkan literasi dan numerasi.
2. Melatih kreativitas
Rajin menulis bisa membantu karyawan untuk melatih kreativitas. Sebab, aktivitas menulis melibatkan seluruh indera dan organ tubuh manusia. Telinga (mendengar informasi), perasa dan peraba (kulit), penciuman (hidung), penglihatan (mata) hingga pengolahan informasi (otak).
Ekspos terhadap seluruh indera ini membuat stimulus yang baik untuk menerima, menyaring, dan mengolah informasi menjadi karya tulisan yang kreatif.
Melatih kreativitas sangat bermanfaat bagi karyawan. Karyawan yang kreatif akan bekerja lebih cerdas dan berdampak. Mau kan?
3. Menyalurkan hobi dan melepaskan ketegangan
Rajin menulis bisa jadi hobi. Saat menulis santai, ketegangan yang muncul dari aktivitas bekerja bisa dilepaskan. Menulis diary bisa membantu menuangkan apapun yang berkecamuk di hati dan pikiran. Setelah disimpan beberapa waktu, kita akan bisa tertawa atau tersenyum saat membacanya di kemudian hari.
Kabar baiknya, curhat yang tersimpan lama di diary bisa diolah menjadi sebuah tulisan berdampak yang layak konsumsi publik. Tentunya setelah diperkuat oleh literatur, ulasan di sana sini, bahkan dilengkapi mini survei. Ini bisa dilakukan seiring dengan peningkatan kemampuan menulis kita. Hobi menulis ini akan bersinergi dengan aktivitas mendengarkan suara hati sendiri.
Tubuh dan pikiran yang rileks karena tersalurkann hobi, akan berdampak positif juga terhadap semangat bekerja kan? Double untung kan jadi karyawan gini.
4. Memperluas jaringan/relasi pertemanan positif
Rajin menulis akan mendorong kebutuhan kita terhubung dengan orang-orang dengan minat kepenulisan yang mirip. Sebab, menulis bukanlah suatu annugerah yang tiba-tiba bisa dilakukan. Perlu dilatih dan disupport semangat oleh mentor maupun rekan sejalan. Kalau sudah terhubung dengan klub nulis, kita jadi punya jaringan baru yang mungkin tidak ditemukan di kantor.
Ada kalanya kita bisa jenuh dengan situasi perpolitikan kantor. Jengah atau kadang tidak berdaya. Memiliki jaringan pertemanan positif dengan orang-orang yang sepemikiran akan membuat hidup kita jadi lebih seimbang. Banyak relasi mengundang murah rejeki dan berkah usia.
5. Anti pikun dan lemot
Rajin nulis datang dari rajin membaca, mendengarkan, dan mengamati. Otomatis, akan mentrigger otak kita untuk terus digunakan sesuai dengan fungsinya. Otak yang rutin dipakai untuk menelaah bahan bacaan, menyaring informasi hasil baca/dengarkan/lihat, akan semakin tajam dan terasah. Anti tumpul. Anti karatan. Kita jadi tidak mudah lupa. Anti lemot, karena otak biasa dipakai.
Kabar baiknya, karyawan yang terasah otaknya memiliki peluang besar untuk mampu bekerja dengan prima. Kita untung, perusahaan juga kan.
6. Menambah income
Rajin menulis di tahap tertentu bisa menambah penghasilan halal nan thoyib lho. Banyak saluran yang bisa dimasuki untuk membuat tulisan kita dibaca banyak orang, berdampak bagi kehidupan orang, dan kita dibayar untuk itu.
Selain itu, juga ada beragam project nulis yang bisa diikuti dari pemula hingga yang sudah mahir. Biasanya, komunitas nulis yang kita ikuti bisa memfasilitasi para anggotanya. Jika sudah teruji, kita bahkan bisa diundang untuk menulis di media tertentu serta dibayar. Rajin menulis blog juga bisa menambah penghasilan dari iklan dan kerjasama penulisan.
Walau semuanya tidak serta merta, namun kesempatan itu ada. Income yang bisa diperoleh pun sangat beragam, tergantung dari kemampuan sang penulis dan kemampuan brand yang membayar. Saya mengenal salah satu rekan karyawan yang aktif menulis blog hingga bisa membiayai sendiri kuliah S2nya dari income menulis. Salut.
Jadi, buat karyawan yang berniat mendapatkan side job untuk penghasilan tambahan, rajin nulis bisa jadi salah satu jawabannya.
7. Membuka berbagai peluang baru
Berjuta peluang baru bahkan yang tidak pernah terbayangkan bisa terbuka di depan mata dari rajin menulis. Rajin nulis bisa membawa karyawan terbang ke negara impian ketika tulisan menang lomba. Rajin nulis bisa membuat karyawan diundang sebagai narasumber kepenulisan untuk berbagi (dibayar pula). Rajin nulis bisa membuat karyawan dipertemukan dengan tokoh idolanya sedemikian dekat. Bahkan, rajin nulis bisa membuat karyawan mendapat kesempatan gratis umrah, naik haji, internship, beasiswa, maupun duta produk/gerakan tertentu.
Sederhananya, rajin nulis bisa membuat karyawan berdampak terhadap dirinya sendiri dan sekitar lewat tulisannya. Perusahaan tempat si karyawan bekerja juga pasti ikut bangga punya karyawan yang berdampak bagus. Sebab, nama perusahaan jadi terbawa bagus.
Dari minisurvei IGStory yang telah saya laakukan, 95% responden percaya bahwa rajin nulis bisa membuka banyak peluang baru. Sementara 5% lainnya tidak percaya.
8. Menjaga kesehatan mental
91% responden dari mini survei IGStory yang saya lakukan, percaya bahwa rajin menulis bisa bermanfaat bagi kesehatan mental. Hanya 9% saja yang mengatakan sebaliknya.
Bagaimana menjaga kesehatan mental karyawan dengan rajin menulis? Salah satu terapi yang cukup berhasil bagi saya saat merasakan kecemasan berlebihan akibat kehidupan kantor adalah menulis. Sediakan kertas untuk menuliskan apa saja yang membuat cemas, takut, dan sedih. Tuliskan dan curahkan hingga merasa lega. Jika satu kertas kurang, ambil kertas berikutnya. Terus sampai terasa lega.
Setelah itu, bisa dipilih untuk menyimpan kertasnya atau langsung meremas dan membuangnya ke tempat sampah. Saya pernah melakukan kedua pilihan itu. Awal-awalnya saya meremas dan membuangnya ke tempat sampah. Selesai.
Lalu seiring dengan meningkatknya keterampilan menulis, saya kadang menyimpannya. Ketika rasa hati sudah baik, saya akan membukanya dan berusaha mengolah rasa yang tertuang itu menjadi sebuah tulisan yang bisa bermanfaat untuk orang lain.
Contoh salah satu tulisan yang diramu dari curcol karyawan adalah artikel berjudul 7 Tips Aman Menghadapi Atasan yang Kekanakan.
Baca Juga : 7 Tips Aman Menghadapi Atasan yang Kekanakan
Saya kemudian percaya bahwa menulis adalah juga mengolah rasa dengan kesadaran. Mental kita jadi lebih terjaga untuk tetap dalam kesadaran penerimaan penuh, dengan rajin menulis.
Karyawan yang terjaga kesehatan mentalnya tentu akan sangat bermanfaat di perusahaan kan? Bekerja jadi lancar. Hidup pun jadi seimbang.
9. Menajamkan Self Leadership
Bryant dan Kazan dalam bukunya Self Leadership- How to Become a More Effective and Efficient Leader from the Inside Out (2012) mendefinisikan self leadership sebagai praktik yang dilakukan secara sengaja (penuh kesadaran) dalam memengaruhi pemikiran, perasaan dan tindakan kita untuk mencapai tujuan-tujuan kita.
Setiap orang, juga karyawan sangat penting untuk memiliki self ledership yang baik. Mampu memimpin diri sendiri untuk mengarahkan dirinya mencapai tujuan yang ingin dicapainya. Bagaimana seseorang bisa memimpin orang lain jika ia sendiri tak bisa memimpin dirinya sendiri?
Secara fitrah, setiap insan adalah pemimpin bagi dirinya sendiri.
Nah, rajin nulis bisa membantu karyawan dalam menajamkan kepemimpinan dirinya. Menuliskan apa-apa yang dipikirkan, dirasakan, dan akan dicapai membantu karyawan untuk fokus. Sekedar diucapkan takkan berbekas. Tuliskan.
Karyawan dengan kemampuan memimpin diri yang tajam, akan berdampak bagus bagi perusahaan. Jernih, terarah, dan fokus.
10. Wahana Pengembangan Diri
Rajin menulis secara konsisten perlahan-lahan bisa mengembangkan diri karyawan tanpa disadari. Bersamaan dengan aktivitas menulis, karyawan akan menjadi lebih terasah empati dan nalarnya. Lebih terfokus lagi minatnya. Lebih terarah lagi mempelajari hal-hal yang mendukung bersamaan dengan aktivitas menulis.
Rajin nulis membuat pikiran karyawan menjadi lebih terbuka, haus ilmu, dan selalu ingin terus belajar hal baru yang dirasakan perlu.
Karyawan yang mengembangkan dirinya akan berdampak positif bagi perusahaan. Ia menjadi pribadi pembelajar yang tidak membebani perusahaan.
Wahai diriku, wahai karyawan. Rajin-rajinlah menulis. Anti rugi, malah dapat untung yaitu beragam manfaat tangible maupun intangible dari rajin nulis. Semoga tambah rajin nulis kita yaaaa……. Jangan lupa saling berkabar jika ada kelas menulis atau project nulis yang membuat kita bisa tumbuh bersama menjadi para karyawan tangguh yang bahagia. Karyawan menulis, karyawan bahagia. Cheers!! (Opi)
Aku bukan karyawan, tapi aku berusaha nulis apa saja buat cari duit. Heheheh..
BalasHapusmantul mbaaaaa.... mantap betuuuul
HapusBahan refleksi dan dokumentasi banget buat karyawan. Dan manjur utk personal branding sih ya terutama kalau nulisnya di blog. Bisa tayang online real time jadi makin trust orang ke kita. Ya siapa tahu ada klien baru utk kerjasama atau penilaian kinerja kantornya
BalasHapusbagus juag untuk menghilangkan stres di kantor
BalasHapusAku karyawan dan aku tersindir hahaha... bener ih rajin nulis tuh mengurangi kecemasan, bisa jadi penyaluran tekanan.
BalasHapusMenulis untuk Healing kalau aku mbak, makin kesini orientasinya mulai bergeser, teryata bisa juga untuk menambahpenghasilan, hahahahah
BalasHapusKalo disuruh milih menulis ato selfie, udh jelas aku bakal pilih menulis :D. Ga prnh suka selfie, dan ngerasa aku ga fotogenic. Jd menulis jauh lebih menyenangkan buatku :D.
BalasHapusDulu pas zaman SD aku rutin nulis diary, Krn memang suka. Dan itu kebawa sampe skr, walopun media menulisnya udh pake blog. Kalo dulu tema curhat, skr sih LBH ke pengalaman pribadi ketika traveling dan kuliner.
Pas msh kerja di bank, aku ttp rutin update blog ku, Krn itu udh kayak sarana pelepasan stress mba :D. Pusing Ama kasus2 baru di bank, obat utk rileksnya, ya membaca dan update blog. makanya sampe skr aku rutin nulis :).
Walo skr VLOG udh LBH banyak penggemarnya, ttp sih buatku blog ga akan terganti. Apalagi aku tipe yg ga PD kalo hrs muncul di kamera utk nge Vlog :p. Orang2 mulai ninggalin blog? Biarin. Toh dr awal tujuanku menulis hanya utk diri sendiri. Kalo ternyata bisa berguna buat pembaca lain, itu bonus
Setujuuu, mbak. Bagiku, menulis itu "me time" banget. Kalau nggak sempat nulis, minimal harus disempatkan untuk membaca, biar pikiran lebih segar dan terbuka.
BalasHapusAku setuju banget manfaat-manfaat ini, soalnya di kerjaan aku nulis hal serius. Dengan nulis blog aku bisa nyalurin hobi, jadi bisa self healing~
BalasHapusKeren banget sih Mbak Opi nulis artikel berdasarkan polling dan riset jadi lebih bernas tulisannya yaa..
BalasHapusMenulis bisa jadi sarana refreshing ya setelah capek kerja di kantor...
BalasHapusKalo ada waktu luang atau jeda diantara kegiatan kantor emang nulis tu kaya stress release banget. Apalagi bisa menghasilkan lumayan banget buat jajan hehhe...
BalasHapusWah alhamdulilah dulu semasa masih jadi karyawan, saya aktif menulis dan bergabung di beberapa komunitas...dan memang ternyata menyenangkan...dan saya merasa pengetahuan saya jadi bertambah...karena saya suka baca jadinya ikut senang menulis juga
BalasHapusSering kali menulis di manapun, mau blog,sosmed atau bahkan diari sekalipun bisa jadi healing. Dulu saat anak-anak marah saya kasih kertas, biar numpahin marahnya di kertas. Mau dicoret-coret boleh, nulis juga boleh. Setelah itu dibuang. Ternyata jadi kebiasaan bagi anak-anak.
BalasHapuswah kayak aku dulu pas masih jadi karyawan mba, berangkat pagi pulang malem, masih kudu nulis ngurusin project pribadi. cuapek poool, butuh jeda waktu buat istirahaaatt 😂
BalasHapusaku sepakat sama manfaat-manfaat ini. Karena selama aku nulis aku punya banyak kenalan baru..^^
BalasHapusSuka banger sama artikelnya mbak Opi.. aku juga mulai suka menulis baru beberapa akhir tahun ini mbak..
BalasHapusSeneng banget sewaktu memulai menulis dan bercerita di blog.. walaupun capek setelah bekerja, tetep aja pengen nulis karena sudah ngerasa kalau menulis itu malah untuk "me time" dari pada bekerja..
Apalagi ditambah manfaat-manfaat menulis lainnya yang mbak Opi sudah tulis ini 😍
Oiya aku salut banget sama mbak Opi, pengalamannya banyak banget dan masih tetap aktif di dunia menulis! Keren mbak!
Keren..Baru tau manfaat menulis, fokus ke no.5👌 pantesan sering lemot..hehe, Terimakasih info yang sang at bermanfaat mbak😊
Hapusmenulis itu menyenangkan... tp kenapa sering ng tuntas ya???
BalasHapusSalam kenal
BalasHapusSaya baru sampai ke blog ini.
Saya banyak menulis tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).
Memang enak refreshing.
Namun belum bisa konsisten.
Kadang Nulis 800-1000 kata ngalir kaya air, sejam-dua jam di depan laptop, kelar.
Kadang nulis 300 kata bisa berbulan-bulan walau idenya nyangkut terus di kepala..wkwkwkwwk
Sharing dong bagaimana caranya bisa konsisten.
slam,
LK