Review Buku REMOTE : Kelaziman Bekerja Jarak Jauh di Mana Saja Dengan Atau Tanpa Kantor



“Alhamdulillah kompartemenku sedang dalam tahap persiapan untuk pelaksaaan WFH (Work From Home) permanen ke depannya,” ujar salah seorang kerabat yang bekerja sebagai desainer grafis di sebuah perusahaan media dan penerbitan.  

“Di kantorku diterapkan kerja remote, aku ke kantor tiap Senin atau Kamis saja,” kata seorang kerabat yang lain, yang bekerja sebagai sekretaris di sebuah perusahaan Farmasi.  

“Aku juga nih, kebijakan kantor WFO hanya sepekan sekali atau dua kali, selebihnya WFH,” kerabat yang lain yang bekerja di perusahaan produsen insektisida menambahkan.  

“Kamu gimana mba?” tanya mereka kepada saya.  “Untuk saat ini, masih WFH, maksudnya Work from Head Office alias WFO idem dengan Work from Office .. hehehehe,” jawab saya mencoba humoris. 

Kami tertawa, dibarengi salah satu menimpali, ”Emak kantoran nih ye…”

Pandemi Covid-19 di Indonesia telah berlangsung memasuki tahun ke dua.  Kebijakan WFH untuk mengurangi mobilitas dan kerumunan orang, memang banyak diterapkan di berbagai perusahaan, termasuk perusahaan pemerintah.  Terkecuali untuk sektor kritikal.  

Kami yang bekerja di sektor kritikal tetap menjalani WFO setiap hari kerja.  Ketika berbagai perusahaan kemudian melanjutkan kebijakan WFH menjadi WFH permanen, hal itu tidak berlaku bagi tempat saya bekerja. 


Saat orang-orang berdebat tentang lebih suka WFO atau WFH, otak saya lebih terpusat pada logika berpikir bahwa setiap pekerjaan punya karakteristik tersendiri.  Jika suatu pekerjaan bisa dilakukan dengan efektif dan efisien dari mana saja, mengapa harus dikerjakan di kantor? 

Sebaliknya, untuk hal-hal yang memang lebih efisien dan efektif dikerjakan di kantor, mengapa harus dipaksakan dikerjakan dari luar kantor?  Walaupun kemudian saya menemukan buku yang secara gamblang menjelaskan mengapa sebuah karya tidak tercipta di kantor? Mengapa kantor bukan tempat yang “bagus” untuk bekerja? Mengapa kantor tidak menjadi sebuah rumah produktivitas?


Buku itu adalah REMOTE, ditulis oleh Jason Fried dan David Heinemeier Hansson. Jason adalah founder dan CEO Basecamp (dulu 37 Signal), sebuah perusahaan perangkat lunak yang berbasis di Chicago, Amerika Serikat.  Sedangkan David adalah seorang programmer dan pembalap asal Denmark, yang bersama Jason mendirikan Basecamp.  

Jason dan David menuliskan di halaman 7 dan 8 buku ini tentang mengapa kantor bukan tempat yang efektif dan efisien untuk menghasilkan sebuah karya.  (Ingatlah seorang karyawan tentunya berkarya ya)

Begini tulisnya: 

Jika Anda bertanya, ke mana orang pergi apabila mereka benar-benar harus menyelesaikan pekerjaaannya? Sedikit sekali yang akan  menjawab “kantor”.  Jika mereka memang mengatakan kantor, maka itu akan diiringi dengan kualifikasi seperti “pagi-pagi sekali sebelum orang lain datang” atau “saya lembur setelah semua orang pulang” atau “saya masuk di akhir pekan”.  

Yang ingin mereka katakan adalah mereka tidak bisa menyelesaikan pekerjaannya di tempat kerja.  Sepanjang siang, kantor menjadi tempat terakhir yang ingin didatangi orang apabila mereka ingin pekerjaannya selesai.  

Kantor telah menjadi pabrik interupsi.  Kantor yang sibuk tidak ubahnya food processor, mencacah hari Anda menjadi potongan-potongan superkecil.  Lima belas menit di sini, sepuluh menit di sana, dua puluh menit di sini, lima menit di sana.  Tiap-tiap segmen penuh dengan panggilan konferensi, rapat, rapat lagi, atau interupsi lain yang tidak penting.  Sulit sekali mengerjakan pekerjaan secara bermakna apabila jam kerja kita dipecah-pecah ke dalam momen-momen kerja.  

Kerja yang bermakna, kerja yang kreatif, kerja yang bijaksana, dan kerja yang penting- jenis-jenis upaya ini membutuhkan rentang waktu yang tak terinterupsi untuk masuk ke zonanya. Namun, di kantor yang modern, rentang panjang itu tidak dapat diperoleh.  Yang ada malah satu interupsi ke interupsi lainnya.

Untuk bisa sendirian dengan pikiran kita, sebenarnya adalah satu keuntungan utama dari kerja jarak jauh.  Apabila kita bekerja sendirian, jauh dari kantor pusat yang bising, kita bisa masuk ke dalam zona produktif kita dengan tenang.  Kita benar-benar bisa menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang tidak bisa diselesaikan di tempat kerja.  

Ya, bekerja di luar kantor memiliki serangkaian tantangan tersendiri.  Interupsi bisa datang dari mana saja. Namun intinya, interupsi itu bisa kita kendalikan.  Berbeda dengan interupsi di kantor yang nyaris tersistem. 

Sampai di situ, sebagai orang kantoran saya bisa merasakan sesuatu yang “so relate” antara uraian di atas dengan kehidupan nyata kantor yang saya alami dalam kurun waktu 20 tahun lebih.  Baiklah, penulis buku Remote ini sangat jujur dengan menuliskan bahwa kantor sangat kejam dalam mencacah-cacah waktu dan energi karyawan menjadi tidak produktif.  

Namun Jason dan David juga jujur menuliskan di buku ini tentang tantangan yang juga besar dalam menjalankan kerja remote, yaitu mengendalikan interupsi saat berkerja di luar kantor. Nice. 

Apa Isi Buku Remote? 

Isi buku ini padat tanpa basa basi dari awal sampai akhir. Saya berulang kali mengulang bagian-bagian tertentu yang terasa sangat mencerminkan kenyataan.  Ungkapan “Ketika kerja jarak jauh jadi keharusan dan Ngantor jadi hambatan, peluang apa yang bisa kita dapatkan?”  sangat mengena.  

Isi buku ini diawali dengan uraian mengapa kerja remote ternyata menjadi masa depan yang telah terjadi. 5 sebab mengapa harus kerja remote menurut buku ini dapat dilihat pada infografis berikut: 


Isi buku ini terbagi menjadi 7 bagian yang masing-masing menjelaskan : 

1. Waktu yang tepat untuk kerja jarak jauh

2. Menghadapi berbagai dalih tentang kerja remote 

3. Bagaimana berkolaborasi jarak jauh

4. Hal-hal yang harus diwaspadai dalam kerja remote 

5. Merekrut dan mempertahankan pekerja remote yang terbaik 

6. Mengatur pekerja jarak jauh 

7. Kehidupan sebagai pekerja jarak jauh 

Semua bagian ditulis padat, tak satupun boleh dilewatkan. 

Keunggulan buku Remote

Buku Remote ditulis oleh orang yang kompeten, yang telah malang melintang di dunia bisnis kreatif dan teknologi informasi.  Selain  menjelaskan tantangan dan manfaat tak terduga dari bekerja jarak jauh, penulis buku Remote juga memberikan tips praktis bekerja jarak jauh.  

Yang lebih mantap, Jason dan David juga mengumbar bagaimana secara professional mengatur kerja remote dengan waktu untuk keluarga.  Very nice. Saya merasa semua orang yang pernah bekerja kantoran harus membaca buku ini agar bisa secara logis dan adil memandang metode kerja masa kini dan masa depan. 

Mengapa buku ini layak dibaca?

Bagi saya, buku Remote memenuhi sebuah syarat bagi buku yang informatif sekaligus menggugah dan menginspirasi. Membaca buku ini membuat saya terpikir tentang hal-hal tak lazim di masa lalu yang kini telah menjadi sebuah keniscayaan.  Masa depan yang telah terjadi. 

Di satu sisi, ini membuat saya tergugah untuk memperkaya pikiran dan memantaskan diri menjelang pada masa depan yang terjadi.  Seolah-seolah masa depan itu tidak perlu dibicarakan lagi.  Yang pantas adalah melakukan hal-hal terbaik hari ini. Masa depan datang begitu saja di depan kita, besok tak pernah menunggu.  Kemarin selalu lewat dengan cepat. 

Buku yang Jujur Membahas Pro Kontra Kerja Remote 

Jason dan David mengulas pro dan kontra kerja remote dengan sangat manis.  Fakta dan data yang dikemukakan dalam buku ini membuat pembaca tersadar bahwa sebelum mencoba tidak ada kata tidak cocok.  Ini sejumlah pro dan kontra yang bisa saya tangkap, selebihnya silakan simak langsung di bukunya ya. 

PROs

1. Terbukti bahwa sebagian besar karya para karyawan tidak terjadi di tempat kerja (kantor) pada jam kerja (9-5), maka logikanya tempat kerja bisa di mana saja (bukan hanya di kantor) utik melejitkan potensi berkarya (kerja kreatif) 

2. Perjalanan pergi dan pulang kantor (budaya commuting/penglaju) yang lebih banyak mudharatnya daripada manfaatnya (untuk kesehatan, hubungan sosial, lingkungan hidup, dan bisnis)

3. Teknologi yang memudahkan kerja jarak jauh bisa dipelajari dan menjadi kelaziman pada generasi yang baru 

4. Kerja jarak jauh memungkinkan untuk menghindari rutinitas kantoran yang membosankan (mentalitas 9 to 5)

5. Kerja jarak jauh memungkinkan untuk menghindari monopoli kota dan orang kota, memberikan kesempatan pada semua orang di wilayah manapun untuk bisa bekerja sama 

6. Memberikan kemewahan baru yaitu kebebasan waktu yang bisa membuang banyak hambatan dalam passion dan kehidupan.  Masalah kehidupan kebanyakan adalah waktu 

7. Kerja remote memungkinkan mendapatkan talenta terbaik dari mana saja, bukan hanya dari dan di kota besar

8. Kerja remote membuka peluang yang sangat besar untuk meningkatkan kualitas hidup semua orang 

9. Hemat biaya :  membantu dapur perusahaan, menambah isi dompet, dan menyelamatkan planet 

10. Fleksibel dan sesuai kebutuhan.  Tidak semua karyawan harus kerja remote, kantor bisa tetap ada namun tidak harus sebesar sebelumnya, karyawan di beberapa area yang membutuhkan kehadiran fisik di kantor tetap bisa kerja on-site namun bagi departemen kreatif dan yang tidak memerlukan kehadiran fisik bisa dilakukan kerja remote.  

11. Mewujudkan tantangan baru untuk sebuah hubungan timbal balik, dan komitmen pribadi untuk menjalani dan mematuhi kerangka kerja alternatif. 

12. Sejujurnya walaupun saat ini masih full on site, namun setiap perusahaan pasti sudah menjalani kerja remote pada vendor/ mitra yang melakukan kerjasama dengan perusahaan. Sejujurnya, itu adalah cikal bakal remote.  Selama ini walaupun kerja jarak jauh dengan para vendor namun bisa kan?... 


KONTRAs: 

1. Anggapan bahwa ide-ide bagus muncul apabila dilakukan kerjasama dan diskusi dalam satu ruangan bertatap muka dan bertemu fisik.

2. Kekuatiran bahwa para pekerja hanya akan bermalas-malasan dan tidak mengerjakan pekerjaan apabila tidak dalam pengawasan dan supervisi kasat mata jarak dekat on site. Kekuatiran bahwa rumah dan tempat lainnya yang dijadikan base untuk bekerja di luar kantor adalah tempat yang penuh distraksi 

3. Kekuatiran akan masalah serius tingkat keamanan maya (internet) terhadap data perusahaan 

4. Kekuatiran siapa yang akan menjawab telefon kantor apabila mayoritas pegawai bekerja remote

5. Dalih bahwa masih banyak perusahaan-perusahaan besar yang tidak memberlakukan kerja remote 

6. Kesulitan mengatasi rasa iri antar karyawan apabila sebagian bekerja remote, dan sebagian on site.  

7. Kultur perusahaan yang sudah mengakar, tidak mudah mengubahnya dari bekerja on site menjadi bekerja remote

8. Kekuatiran pekerja remote sulit dihubungi ketika dibutuhkan jawaban cepat 

9. Kebiasaan lama para pemimpin model lama yang merasa digdaya ketika memiliki orang di bawah supervisi langsung yang membuat seluruh anggota berada dalam jarak penglihatan pemimpin. 

10. Sudah terlanjur menganggarkan biaya yang tidak bisa dikembalikan/dipulihkan (biaya hangus) pada kebiasaan kerja kantoran (on site)

11. Anggapan bahwa kerja remote hanya bagus untuk perusahaan kecil atau jenis industri tertentu saja


Tips Remote Efektif

Bagaimana agar kerja remote menjadi kolaborasi efektif dan terkendali sekaligus efisien dan menyenangkan?  Ini beberapa tips dari Jason dan David yang mengena: 

1. Harus ada irisan waktu antara satu orang dengan yang lain dalam satu tim, atau satu tim dengan tim lain yang bekerja sama menggarap sebuah project.  

2. Berbagi layar dijadikan sebagai habit 

3. Letakkan segala sesuatu yang penting dalam satu folder bersama yang dapat diakses bersama, sehingga setiap orang dapat menyelesaikan pekerjaannya 

4. Memberi ruang untuk pendingin virtual, yaitu semacam break time secara virtual 

5. Beri ruang untuk updating dari semua anggota tim tentang apa yang mereka kerjakan masing-masing dan sampai di mana kemajuan pekerjaan  mereka masing-masing 

6. Berikan kesempatan tiap orang untuk  menunjukkan hasil kerja mereka .  Hindari pertanyaan,” Apa yang kamu kerjakan hari ini?”  tapi ganti dengan pertanyaan, “Apa hasil kerjamu hari ini?” 

7. Biarkan dan ijinkan anggota tim bekerja dari mana saja.  Bukan hanya dari rumah mereka, tapi bisa saja di kafe seberang kantor, di rumah kontrakan dekat kantor, di mana saja.  Kerja jarak jauh bukan bermakna jaraknya jauh dari kantor, tetapi lebih ke “bukan dikerjakan dari kantor” karena banyaknya distraksi di kantor.  Namun kantor tetap ada dan dibuka untuk hal-hal yang memang diperlukan untuk dikerjakan di kantor.

8. Apabila kantor berada di tempat yang rawan cuaca, marabahaya, dan sebagaimya, sudah waktunya memang lebih fokus ke sistem kerja jarak jauh.  

9. Hindari kebanyakan meeting dan manager (M and M’s). Rapat satu jam dengan anggota 50 orang yang rapat artinya bukan rapat 1 jam melainkan rapat 50 jam. Di jalur remote hal ini sangat mungkin dihindari, bisa seminimal mungkin meeting and manager. 



Apa saja hal- hal yang harus diwaspadai ketika bekeja remote?  Ini tulis Jason dan David: 

1. Kerja remote mengurangi interaksi yang sesungguhnya dengan sesama manusia, ketakutan akan kesendirian

2. Tanpa disiplin, jam kerja menjadi semakin panjang menimbulkan bahaya kelelahan 

3. Ergonomi (kenyamanan posisi bekerja dalam work space harus dipenuhi)

4. Waspadai kelebihan berat badan (karena banyak ngemil dan makan)

5. Buat satu tim bekerja remote, jangan hanya satu orang sehingga ia merasa dikucilkan 

6. Ketika bekerja dengan klien, harus jujur kepada mereka bahwa kita kerja remote dan tunjukkan bahwa kerja remote itu bagus, tunjukkan progress kemajuan sesering mungkin sehingga klien tidak merasa kuatir dan tetap percaya bahwa dengan kerja remote semua bisa selesai pada waktunya dengan baik 

Lebih lanjutnya, lebih enak dibaca langsung di bukunya.  Jason dan David menuliskannya dengan akrab dan mudah dicerna. Di bagian merekrut dan mempertahankan pekerja remote yang terbaik mulai di halaman 153, kita akan mendapat banyak inspirasi.  

Cara paling mudah untuk melawan segala argumentasi bagus tentang kerja jarak jauh adalah tidak mau mencoba.  “Yah, secara umum ide itu kelihatannya bagus, tapi itu tidak akan berhasil untuk industri saya.”  Atau, “Ide itu oke saja untuk perusahaan kecil, tapi tidak akan berhasil untuk yang besar.”  Masak sih?  Begitu diuraikan dalam buku ini.  

Berikut ini sekelumit contoh industri yang menurut Jason dan David bisa mengambil mafaat dari kerja jarak jauh : 

1. Akunting

2. Periklanan

3. Konsultasi

4. Layanan Pelanggan

5. Desain

6. Produksi Film

7. Pembiayaan 

8. Pemerintahan

9. Peranti Keras

10. Asuransi 

11. Hukum

12. Pemasaran

13. Perekrutan 

14. Peranti Lunak 

Faktanya, di lini industri asuransi kesehatan, nyaris separuh dari 35.000 pegawai provider Fortune  100 di AS, bekerja dari rumah.  Di sektor industri Akunting, Deloitte, yang memiliki jumlah pegawai hampir sama, 86% nya bekerja jarak jauh setidaknya 20% dari keseluruhan waktu kerja.  Di Intel, 86% karyawannya bekerja jarak jauh secara regular.   (halaman 87)

Pemerintahpun sudah masuk ke bisnis kerja jarak jauh. 85% dari pemeriksa U.S. patent and Trademark Office, 57% karyawan NASA dan 67% karyawan Environmental Protection Agency melaporkan bekerja jarak jauh sebatas tertentu. (halaman 87)

Berikut ini adalah contoh kecil perusahaan dengan skala beragam, yang memberlakukan kerja jarak jauh (lihat infografis) 


Bagi semua yang tidak mau mencoba kerja remote, dan berargumentasi bahwa kerja remote tidak cocok untuk Anda, coba renungkan tulis Jason dan David ini: 

“Sebenarnya, sedikit sekali industri yang tersisa, yang bisa digolongkan tidak memungkinkan sistem kerja jarak jauh.  Jangan biarkan “rumah industri” menjadi dalih “garing” yang menghambat berfungsinya kerja jarak jauh di perusahaan Anda.”  

Silakan menelusuri setiap paragraf dari buku ini, karena semuanya penuh makna. (Opi) 












4 komentar

  1. bukunya menarik sekali ya, berisi tips dan wawasan terutama untuk teman2 yang bekerja dari rumah (WFH) atau dari tempat mana saja (misalnya cafe). fleksible dari segi waktu tapi harus ketat dari segi hasil.

    BalasHapus
  2. Wah, keren ulasan bukunya, remote seakan menjawab tantangan baru dunia kerja di era pandemi, dulu pekerjaan tidak mungkin dikerjakan dirumah spt skrg ini, karena bos jelas tidak mengijinkan, takut gak kelar pekerjaan dan bolos, makanya dikenakan sistim absensi spy mrk dpt memantau karyawan, srkrg semua berubah dan harus bisa menrima WFO dan WFH, dan smoga tetap berkarya dimanapun bekerja

    BalasHapus
  3. Aku lebih milih mix aja deh, kerja ke kantor sama engga ke kantor. Jadi 50:50, soalnya kalau wfh gitu banyak malesnya deh :(((

    BalasHapus
  4. Iya dulu hanya pekerja freelance atau freelancer yang kerjanya remote tapi situasi pandemi ini ternyata mengubah segalanya ya termasuk pekerjaan kantoran pun bisa dilakukan remote mungkin bisa dikombinasikan saja wfo dan wfh agar tetap ada tatap muka untuk rapat dan sharing ide secara langsung

    BalasHapus

Terima kasih telah berkunjung dan membaca artikel ini. Silakan tinggalkan jejak di komentar dengan bahasa yang sopan. Mohon tidak meninggalkan link hidup. Terima kasih.