Kutu Rambut Di Gerbong Maut



Halo apa kabar para emak kantoran yang masih berjuang setiap hari dengan kemacetan lalu lintas dan switch otak domestic-public duties… hehehe…. Semoga kabarnya selalu ada semangat ya mak… walau up and down, no problem, just enjoy aja maaak!!


Sebagian emak mungkin lagi mumet yak karena anak-anaknya sedang menjalani Ujian Akhir Semester (UAS) atau malah sedang hunting sekolah SMP/SMU Negeri yang Masya Allah pastinya menguras emosi luar dalem banget ya maaaak…hehehehe…PPDB never ending emotion lah pokoknya.


Ya gitu deh kita-kita emak kantoran kan kalau lagi musim ujian anak sekolah gini, harus bangun lebih pagi untuk memastikan anak-anak tidak kesiangan, sarapan bergizi, dan tidak terlambat berangkat ke sekolah.  Malamnya harus ekstra untuk memastikan anak-anak sudah siap dengan materi ujian esok hari. Mungkin ada emak yang malamnya memperpanjang tahajud untuk mendoakan anak-anak kita. Juga, memutar otak lebih keras untuk menu harian yang lebih bergizi dan berselera buat anak-anak terkasih.


Apapun ya mak, semoga ikhtiar para emak berbuah manis yah… Saya juga merasakan semua itu, dan ketika menulis jadi me time saya ngga mau nulis yang berat-berat dulu deh nih.  Saya cuma ingin menghibur para emak dengan tulisan ringan hasil daur ulang tulisan lama saya. Isinya tentang pengalaman yang meninggalkan kesan mendalam sebagai pengguna KRL Commuterline selama lebih dari dua dekade ini.  Khususon gerbong perempuan.   LADIES TRAIN gerbong 1 dan gerbong akhir. 

Lanjut baca ya mak… 

Berbagi kisah tentang gerbong perempuan di Kereta Rel Listrik (KRL) Commuter Line Jabodetabek memang never ending stories.  Selalu ada cerita yang menerbitkan ragam rasa.  Ya lucu, ya sedih, ya miris, ya campur-campur.  

Kali ini saya ingin bercerita yang rada ngeri.  Kalau soal penuh dan berdesakan itu sudah biasa kan?... Tapi kalau saat berdesakan di kereta terus ada kutu rambut yang berkeliaran di kepala salah satu penumpang perempuan yang modis, bagaimana?.... 

Saat bersamaan, pintu gerbong sepuluh dimana kami berdesakan itu tak bisa tertutup karena penuhnya penumpang, sementara kereta tetap melaju kencang.  Serasa, gerbong ini menjadi gerbong maut.  Serba salah antara mau bergeser karena takut kutu rambutnya nyasar ke kepala kita, tapi kalau bergeser takut jatuh karena pintu kereta terbuka bersama terpaan angin pagi yang masuk. 

Jadi, ya rasanya ini memang gerbong maut.... Antara ngeri dan ngeri.  Ngeri betulan deh. Dan ini salah satu kisah yang cukup ngeri selama perjalanan saya berangkat kerja ke kantor di pagi hari dalam gerbong khusus perempuan KRL Commuter Line Bogor-Kota.

Saya awalnya berdiri anteng sambil tilawah. Tangan kiri pegangan tiang, tangan kanan menyangga smartphone yang sudah terdownload aplikasi smartQuran di dalamnya. 

Lumayanlah...kalau disiplin mulai tilawah sejak naik di stasiun Depok Lama sampai waktunya turun di Stasiun Tebet, bisa dapat sampai 60 ayat atau lebih.... 

Sangat bermakna bagi saya, perempuan pekerja yang ketika pulang ke rumah langsung dihebohkan oleh tetek bengek ajaib.  Mulai urusan domestik macam menemani anak-anak bermain dan belajar dalam kerangka menjaga kedekatan emosi dengan anak, memastikan urusan domestik dan logistik keluarga aman, sampai menjadi kawan diskusi bagi suami jika membutuhkan masukan untuk hal-hal krusial.  Harus pintar-pintar menyiasati waktu.

Tilawah saya terhenti ketika memasuki stasiun UI, tiga stasiun setelah  Depok Lama, perempuan berhijab di sebelah saya kasak kusuk ngga jelas.  Antara ngomel tapi badannya bergeser mendesak ke arah saya. Beberapa perempuan di sebelah kanannya juga mulai kasak kusuk dan mereka mulai mengeluarkan suara-suara aneh.  Ada pula yang cekakak cekikik.  

Ada apa sih?... 

Saya mulai tidak konsentrasi.  Dengan berat hati saya menyudahi tilawah karena posisi berdiri yang makin terdesak ke tiang, menyebabkan tulang pinggang saya agak sakit karena tertekan.  Ditambah lagi, suara berisik kasak kusuk perempuan-perempuan di sekeliling saya menerbitkan suasana tak nyaman.

“Kenapa sih mba?”  tanya saya kepada perempuan berhijab modis di sebelah saya.

Perempuan itu menoleh kepada saya dan berbisik,” Ituuu mba... lihat deh di kepala mba yang itu...” Sambil bicara dia mengerlingkan sebelah mata ke arah seorang perempuan yang menurut pendapat saya bergaya modis.  

Rambutnya hitam bergelombang disatukan ke atas oleh jepit rambut yang kelihatannya mahal, berwarna perak. Wajahnya tak nampak jelas karena ia berdiri dengan posisi menyamping dari arah pandang saya. 

Telinganya nampak jelas karena rambutnya dijepit ke belakang, kelihatan indah dengan giwang berukuran cukup besar yang juga bernuansa perak tersemat.  Lehernya jenjang dan indah.  Rambut ombaknya yang dijepit itu bergoyang-goyang dengan damai.

Saya menajamkan pandangan ke kepala sang empunya rambut bergelombang. Ada apa di kepalanya?... Saya tidak melihat ada apa-apa yang aneh selain pemandangan indah nan cantik.  Perempuan berhijab di sebelah saya melanjutkan kalimatnya,” Tadi ada kutu jalan-jalan di kepala mba itu... ada beberapa loh...bukan cuma satu...”

Saya terkesiap. Ih ...kutu rambut.  Mana percaya sih....perempuan itu nampak terawat dan cantik...masa sih berkutu.... Saya antara percaya ngga percaya dengan kata-kata perempuan di sebelah saya.  Tapi ketika seorang perempuan yang berdiri persis di belakang si tersangka pemilik kutu menoleh ke saya dan menampakkan mimik wajah ngeri...saya jadi curiga.  

Perempuan yang berdiri persis di belakang tersangka pemilik kutu itu berbisik ke orang-orang di sebelahnya.  Dan akhirnya terjadilah kegaduhan yang nyata.  Beberapa orang berbisik dan saya dengar bahwa mereka menyaksikan hal yang sama dengan perempuan berhijab di sebelah saya.  

Mereka melihat beberapa kutu rambut berseliweran di kepala si modis.  Dan masing-masing mulai bergeser dengan ngeri.  Ngeri karena kuatir si kutu kutu mampir ke kepala mereka.  Semua bisik-bisik, ngga berani keras-keras mengatakan bahwa ada kutu di kepala penumpang dalam gerbong ini.

“Duh...nyampe kantor keramas aja deh...” ujar seseorang dengan nada menyindir.

“Jangan mampir sini ya jangan mampir sini..... aduuuh turun di mana siih...” suara yang lain menimpali.

“Semprot aja apa yaaa ...semprot...” ada lagi yang menyambung dengan suara sinis.

Saya antara ngeri dan ngeri.  Namun berusaha meyakinkan diri bahwa si kutu-kutu itu tak kan lari ke kepala saya.  Agak jauh lah. Tapi saya mulai terdesak semakin mendekat ke arah si pemilik kutu. Sebab orang-orang yang berdiri relatif dekat dengan si pemilik kutu melakukan pergerakan masif menjauh...sementara saya justru terdesak mendekat.  

Waduh.  Bahaya ini.  

Kalau saya sampai berdiri di belakangnya, kemungkinan besar itu kutu akan mampir ke kepala saya.  Diam-diam saya berdoa, semoga kutu itu mengalami kesulitan untuk menyusup lewat kerudung dan sampai ke kepala saya.....dan semoga si pemilik kutu segera turun di stasiun terdekat.

Ketika kengerian itu belum pudar, saya harus menyadari bahwa doa saya belum terkabul.  Di stasiun Lenteng Agung, setelah beberapa penumpang naik ke gerbong yang sudah padat ini, pintu kereta tak bisa tertutup.  Entah mengapa, kereta tetap melaju kencang menuju Tanjung Barat, stasiun berikutnya.  

Suara teriakan ngeri mengudara di gerbong ini.  Gerbong kesepuluh.  Dan masinis ada di gerbong satu di ujung sana. Tidak ada petugas di gerbong ini. Sempurna.  Saya menatap ngeri ke luar...jarak tempat saya berdiri dengan pintu kereta yang terbuka hanya sekitar setengah meter.  Beruntung saya berpegang pada tiang.  Angin pagi yang dingin masuk dengan bebas lewat pintu yang terbuka.

“Jangan dorong ya...jangan dorong. Pegangan....!” teriak seseorang di belakang saya.  Tangannya mencengkeram bahu saya.  Aduh... Pegangan sih pegangan...tapi...... saya meringis kesakitan.

“Yang sebelah situ pegangan ya pegangan...pegangan apapun deh ...” teriak yang lain.

“Jangan dorong ya...saya bisa jatuh,” teriak perempuan yang persis di depan pintu kereta.Ia mundur sambil berusaha meraih pegangan.

Saya hanya berdiri pasrah sambil mencengkeram tiang dan menatap ngeri ke arah bebatuan kerikil di sepanjang rel yang nampak seperti berlari kencang.  Dan betapa ngerinya bahwa nyatanya saya sudah berada persis di sebelah si pemilik kutu rambut! 

Haduh...... Saya menunduk sambil memejamkan mata memalingkan wajah ke arah rel... Tidak berani menatap ..... Ngeri.  Kalau saya bergeser menjauhinya, artinya mungkin saya akan terjatuh.

Syukurlah stasiun Tanjung Barat di depan sana.  Saat kereta berhenti, saya langsung melakukan pergerakan menjauhi si pemilik kutu.  Berhasil.  Saya kembali berada di posisi sebelah perempuan berhijab modis tadi. Saya berbisik kepadanya,” Mba, betul lihat kutu? Serius?”

“Demi Allah, mba. “ ujarnya.

“Ia mba, emang ada. Saya juga lihat,” timpal seseorang di belakang saya.  Rupanya menguping pembicaraan saya.

“Aduuuh.....” saya mengerang.....

“Mending ngga usah lihat deh.... Moga-moga segera turun,” timpal orang lain di belakang saya.

Saya hanya menarik nafas. Istighfar. Lalu hamdalah.  Bagaimanapun saya sudah lolos dari marabahaya tak sampai terjatuh saat kereta melaju dengan pintu terbuka dari Lenteng Agung ke Tanjung Barat.  Tapi, siapa yang jamin saya lolos dari penyebaran kutu-kutu rambut...hu hu hu hu.....  

Menuju Pasar Minggu, pintu telah aman tertutup rapat karena petugas di Stasiun Tanjung Barat menunda keberangkatan sampai pintu kereta dapat tertutup sempurna.

Di stasiun Pasar Minggu, si pemilik kutu turun.  Setelah itu terdengar sorak sorai ramai di gerbong ini karena lega.  “Aaaah syukurlah udah turuuuun,” teriak seorang di dekat pintu. Saya ikutan lega. Refleks saya mengusap-ngusap kepala. Lah...ya ngga ada fungsinya juga..... Dalam hati saya tertawa. Sekaligus ngeri.

Saat turun di stasiun Tebet, topik penumpang berkutu rambut masih dibahas para perempuan yang turun dari kereta.  Saya berlalu cepat.  Masih harus naik ojek sampai ke gedung kantor. 

Tahukah Anda apa yang saya lakukan begitu tiba di kantor?  Saya langsung masuk ke toilet, buka kerudung, mengibaskannya, buka pengikat rambut dan berniat akan keramas......Tapi niat itu digagalkan oleh panggilan seorang rekan kerja ,”Bu, dipanggil ke lantai 2, Ibu disuruh membawa lengkap kuesioner assessment kategori kepemimpinan dan melanjutkan mengerjakannya bersama tim di bawah.”  Iya sih, ini lagi masa-masanya deadline untuk assessment KPKU (Kriteria Penilaian Kinerja Unggul).

Hanya kekuatan doa yang membuat saya yakin bahwa perempuan yang selalu menjaga kebersihan akan terselamatkan dari penyebaran kutu rambut di gerbong maut...... Wallahualam.... 

----------------

Sekian tahun berlalu dari kejadian itu mak, saya masih tetap teringat, dan selalu mandi keramas setiap pulang kantor.  Berharap tidak ada satu kutu pun yang sudi mampir ke kepala saya ... hi hi hi...


1 komentar

  1. Aku jadi ikut garuk-garuk sendiri ni, Mbak Opi😃. Keinget juga jaman dulu aku pun empunya rambut panjang tak terelakkan dengan kutu-kutu rambut. Pernah disemprot baygon juga sama Ibu karena kutunya gak hilang-hilang. Malah keinget masa² petan kalau pulang sekolah🤣. Tahu petan gak, Mbak?

    BalasHapus

Terima kasih telah berkunjung dan membaca artikel ini. Silakan tinggalkan jejak di komentar dengan bahasa yang sopan. Mohon tidak meninggalkan link hidup. Terima kasih.