#LiburanJadiMudah di era digital sekarang ini. Tempat-tempat yang jauh dan indah bukan lagi mimpi untuk dikunjungi! Bahkan oleh saya yang budgetnya pas, hehehehe. Soal biaya dan waktu itu tergantung kemauan, bisa diatur! Namun yang paling terasa adalah kemudahan akses informasi dan transportasi membuat liburan jaman sekarang jadi serba mudah!
Tidak percaya?
Saya juga tidak percaya sebelum mengalaminya sendiri. Tapi, pelesir sekeluarga besar ke Danau Ranau berbarengan dengan perjalanan mudik Lebaran tempo hari sudah cukup membuktikan. Mudahnya liburan jaman sekarang, itu bukan cuma khayalan. Kami sangat dimudahkan oleh akses informasi era digital dan infrastruktur transportasi!
Danau Ranau nan memukau yang kami kunjungi berbarengan dengan libur Idul Fitri 1438 H lalu, merupakan danau terbesar kedua di Sumatera setelah Danau Toba. Danau seluas 125,9 km2 ini terletak di perbatasan Provinsi Sumatera Selatan dengan Provinsi Lampung. Sebagian perairan danau berada di wilayah Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan (Provinsi Sumatera Selatan) dan sebagian lagi terbentang di Kabupaten Lampung Barat (Provinsi Lampung).
Danau Ranau berlatar Gunung Seminung di perbatasan Sumsel-Lampung (Foto:Novi Ardiani) |
Sebelum berangkat mudik naik kapal ferry ke Kotabumi (Lampung Utara), kami sekeluarga memang sudah merencanakan untuk sekaligus berwisata alam. Tapi, tak disangka akhirnya jadi ke Danau Ranau. Dan jadi terpukau!
Saya sempat merencanakan untuk menyaksikan keindahan Gunung Krakatau di Selat Sunda. Jadi, mestinya tulisan ini berjudul Terpukau Gunung Krakatau he he he. Sama sekali tidak repot loh untuk merencanakan liburan ke sana.
Cukup mengunjungi Vizitrip di situs www.vizitrip.com dan bisa memilih paket wisata alam indah di seluruh Indonesia di situs tersebut. Trip bareng Vizitrip macam-macam jenisnya. Paket tournya lengkap ditawarkan Vizitrip sekaligus rincian biaya dan itinerary-nya. Untuk #LiburanJadiMudah di Gunung Krakatau bisa dilihat di link ini https://www.vizitrip.com/Tour/Lampung/3D2N-Open-Trip-Gunung-Krakatau-Weekend. Menikmati keindahan Krakatau bisa dijalani dari atas kapal ferry di Perairan Selat Sunda hingga memasuki kawasannya.
Baca juga : Trip Asyik Menarik Naik Kapal Ferry
Cukup mengunjungi Vizitrip di situs www.vizitrip.com dan bisa memilih paket wisata alam indah di seluruh Indonesia di situs tersebut. Trip bareng Vizitrip macam-macam jenisnya. Paket tournya lengkap ditawarkan Vizitrip sekaligus rincian biaya dan itinerary-nya. Untuk #LiburanJadiMudah di Gunung Krakatau bisa dilihat di link ini https://www.vizitrip.com/Tour/Lampung/3D2N-Open-Trip-Gunung-Krakatau-Weekend. Menikmati keindahan Krakatau bisa dijalani dari atas kapal ferry di Perairan Selat Sunda hingga memasuki kawasannya.
Baca juga : Trip Asyik Menarik Naik Kapal Ferry
Berbagai wisata unggulan Provinsi Lampung yang diarrange oleh Vizitrip |
Namun, semua urung terlaksana. Mengunjungi Gunung Krakatau tidak memungkinkan bagi kakek dan nenek yang sudah lanjut usia. Medannya kurang bersahabat. Akhirnya saya berpikir untuk menundanya. Mungkin di kesempatan lain, trip bareng Vizitrip bisa terwujud.
Dimudahkan oleh Akses Informasi
Jadilah akhirnya, kami memutuskan pergi ke Danau Ranau. Nenek (ibu mertua saya) sudah sejak beberapa tahun lalu mengatakan ingin pergi ke sana bersama cucu-cucu. Keindahan Danau Ranau sudah sangat terkenal di kalangan masyarakat Lampung dan Sumatera Selatan. Saya berpikir, mungkin sekaranglah saat yang tepat.
Perencanaan untuk pergi ke sana sangat dimudahkan oleh akses informasi tentang Danau Ranau. Dari kediaman mertua di Kotabumi (Lampung Utara), dapat langsung dicek map untuk menuju ke Danau Ranau. Jaraknya sekitar 176 km dengan waktu tempuh sekitar 4 jam 39 menit mengendarai mobil.
Wah, perjalanan yang cukup jauh nih, pikir saya. Sebab, kami sekeluarga akan pergi bersembilan, yaitu saya-suami-dua anak-kakek-nenek- dua adik ipar dan satu orang sepupu. Perlu dipikirkan akan menginap atau tidak.
Wah, perjalanan yang cukup jauh nih, pikir saya. Sebab, kami sekeluarga akan pergi bersembilan, yaitu saya-suami-dua anak-kakek-nenek- dua adik ipar dan satu orang sepupu. Perlu dipikirkan akan menginap atau tidak.
Wefie sekeluarga besar sebelum berangkat ke Danau Ranau (Foto:Erwan Julianto) |
Berdasarkan hasil searching dan browsing di berbagai situs internet, saya mendapati informasi bahwa keindahan Danau Ranau dapat dinikmati dari tiga sisi yaitu dari sisi Wisma PT Pusri (Sumatera Selatan), dari sisi Pantai Sinangkalan (Sumatera Selatan), atau dari sisi Desa Lombok (Lampung sebelah Barat).
Informasi yang tergali juga menunjukkan bahwa pemandangan dari sisi Wisma PT Pusri termasuk yang paling indah dan digemari wisatawan. Sebab, dilatari oleh Gunung Seminung yang menjulang setinggi 1880 mdpl. Didukung dengan fasilitas penginapan dan dermaga kapal penelusur danau, akhirnya kami memutuskan untuk mengambil sisi ini. Jika ingin menginap, sebetulnya bisa reserve di Wisma PT Pusri dua atau tiga hari sebelumnya.
Kebetulan salah satu adik ipar sudah pernah mengunjungi Danau Ranau tahun lalu bersama teman-temannya. Tapi kurang beruntung, karena saat itu turun hujan. Sehingga, belum sempat naik kapal untuk menuju Pulau Mariza dan sumber air panas di tengah danau.
Pulau Mariza di tengah Danau Ranau, berlatar Gunung Seminung (Foto: Novi Ardiani) |
Dengan pertimbangan waktu, kami tidak menginap. Maklumlah, harus segera kembali ke Jakarta karena akan membawa nenek untuk berobat. Kami pun berangkat pagi-pagi. Tidak lupa membawa bekal secukupnya, dan persiapan jaket untuk anak-anak. Jaga-jaga kalau udaranya dingin. Penuh harap kami berdoa agar cuaca cerah. Syukurlah doa kami terkabul.
Selain menggali informasi dari internet tentang lokasi, jarak, dan waktu tempuh, saya juga mencari informasi tentang apa saja daya tarik Danau Ranau yang sekiranya bisa dinikmati setengah hari. Mudah saja, tinggal ketik Danau Ranau di mesin pencari maka keluarlah semua informasi tentangnya. Bahkan, saya agak merinding karena juga menemukan informasi tentang legenda yang menyeramkan tentang Danau Ranau.
Danau Ranau dan Gunung Seminung dilihat dari tepi jalan (Foto: Novi Ardiani) |
Kesejukan udara, panorama alam danau dari berbagai sudut pandang, sunrise dan sunset di danau, berperahu ke Pulau Mariza dan sumber air panas, berenang di tepi danau yang berpasir putih mirip pantai, adalah beberapa checklist wisata Danau Ranau. Dari checklist itu, jelas saja sunrise tidak bisa kami nikmati jika tidak menginap. Sementara berenang, saya masih pikir-pikir. Lihat situasi lah nanti, namun tetap membawa perlengkapan. Pasalnya, saya agak deg-degan dengan kisah legenda Danau Ranau yang cukup bikin saya merinding.
Rasa takut hanya saya simpan dalam hati, begitupun suami. Bermodalkan doa dan mohon perlindungan Allah, kami berangkat dengan niat tulus ingin melihat keindahan Danau Ranau yang fenomenal itu. Berbekal hasil browsing dan searching, kami menyusun itinerary sebagai berikut:
07.30 sd 12.30 Wib perjalanan Kotabumi-Danau Ranau
12.30 sd 13.30 Wib makan siang dan sholat Zuhur
13.30 sd 16.00 Wib naik kapal keliling danau, ke Pulau Mariza, ke sumber air panas
16.00 sd 18.00 Wib Sholat Ashar, istirahat dan berenang di tepi danau
18.00 sd 19.00 Wib Sholat Maghrib dan persiapan pulang
19.00 sd 22.00 Wib Perjalanan Danau Ranau-Kotabumi
Alhamdulillah, penjadwalan yang kami susun tidak terlalu meleset. Hanya, karena mengendarai kendaraan dengan santai dan beberapa kali berhenti untuk istirahat, kami akhirnya tiba di Kotabumi sekitar pukul 23.00 Wib.
Dimudahkan oleh Akses Transportasi
Selain dimudahkan oleh akses informasi, perjalanan kami menuju Danau Ranau sangat dimudahkan juga oleh akses transportasi. Terutama, infrastruktur jalan dari Kotabumi ke Danau Ranau. Dari Kotabumi kami menyusuri Jalan Lintas Tengah Sumatera dan lanjut memasuki Jalan Lintas Liwa. Dari sini lah jalan berkelok-kelok dengan pemandangan indah menemani hingga sampai ke Danau Ranau.
Jalan berkelok menuju Danau Ranau (Foto: Novi Ardiani) |
Jalan Lintas Tengah Sumatera dan Jalan Lintas Liwa yang kami lewati seluruhnya dalam kondisi yang mulus dan bagus. Tidak ada jalan yang rusak atau bergelombang. Jalan berkelok hingga ke Wisma PT Pusri di tepi Danau Ranau dapat dilalui dengan aman dan nyaman. Walaupun, malam harinya ketika kembali pulang terkesan agak seram karena gelap tanpa lampu penerangan.
Pemandangan sepanjang jalan di Liwa menuju Ranau (Foto: Novi Ardiani) |
Beruntunglah di sini bukan jalur begal. Di Liwa terkenal aman. Kami pun dapat menikmati perjalanan dengan udara yang sejuk dan panorama yang indah. Memasuki dataran tinggi Liwa, kami disuguhi pemandangan lahan sayur mayur yang asri. Hamparan pohon wortel, kubis, tomat, dan sayur mayur lainnya menyejukkan mata.
Pemandangan kebun sayur mayur di Liwa menuju Ranau (Foto: Novi Ardiani) |
Tanah di Liwa memang subur, karenanya cocok tanam di sini maju. Sebabnya, Liwa masih termasuk daerah vulkanik tektonik yang juga sering dilanda gempa.
Di Liwa, juga ditemui banyak pohon kopi di tepi jalan. Liwa terkenal dengan kopi luwak nya yang mantap. Sepanjang jalan di Liwa juga ditemui rumah panggung yang dihuni penduduk. Halamannya rata-rata cukup luas, dihampari terpal bertabur biji kopi yang sedang dijemur. Nyaris di setiap rumah terpancang antena parabola.
Pemandangan di sepanjang jalan Liwa. Pohon kopi dan hamparan kopi yang sedang dijemur di halaman rumah penduduk (Foto: Novi Ardiani) |
Walaupun rumahnya nampak sederhana, bisa diduga warga Liwa memiliki penghasilan yang cukup lumayan ketika musim panen kopi tiba. Harga komoditas kopi cukup menawan.
Danau Ranau Magis Nan Memukau
Senangnya akhirnya kami tiba di Danau Ranau setelah menempuh perjalanan hampir 5 jam! Ternyata kawasan wisata sedang cukup ramai. Untuk masuk ke dalam kawasan Wisma PT Pusri Danau Ranau kami harus antri cukup panjang. Masuk ke kawasan danau, hanya ditarik uang masuk Rp. 20.000,-. Lelahnya perjalanan masih ditambah dengan parkir yang luar biasa semrawut.
Sekitar Danau Ranau dari sisi Wisma PT Pusri (Foto: Novi Ardiani) |
Syukurlah kakek dan nenek baik-baik saja. Namun, melihat medan menuju tepi danau yang cukup jauh dan berkontur, kakek menyerah. Akhirnya kakek di mobil ditemani oleh salah satu adik ipar. Kami pun bergantian sholat lalu makan siang, setelahnya mulai bergerak menuju tepi danau.
Danau Ranau menjelang senja (Foto: Novi Ardiani) |
Pertama kali menatap panorama Danau Ranau dari dermaga, langsung lenyaplah segala lelah perjalanan. Keindahan berpadu kesejukan langsung merasuk dari paduan riak air dan vegetasinya. Seketika, saya merasakan keindahan yang agak berbau magis. Gunung Seminung yang menjulang di latar danau, puncaknya ditutupi awan putih yang berarak perlahan. Seperti menyimpan beribu misteri. Air danau yang bening namun pekat menunjukkan betapa dalamnya ke dasar.
Di dermaga tepian Danau Ranau (Foto: Erwan Julianto) |
Tak heran bila wisata Danau Ranau termasuk salah satu wisata alam andalan di Provinsi Sumatera Selatan. Keindahannya khas. Cocok untuk orang-orang kota semacam saya yang terlalu penat dengan kemacetan dan polusi. Bisa sejenak merasakan ketenangan, kesejukan, dan menikmati alam yang murni.
Di atas perahu di dermaga tepian Danau Ranau (Foto: Erwan Julianto) |
Saking luasnya, Danau Ranau tampak seperti lautan. Tepian danaunya jadi mirip pantai yang berpasir putih. Di tepian danau, anak-anak ramai berenang dan bermain pasir.
Danau Ranau secara ilmiah terbentuk dari gempa tektonik dan letusan gunung berapi. Gempa berkekuatan besar yang berasal dari letusan vulkanik gunung berapi, lalu membentuk cekungan besar. Sungai besar yang mengalir di kaki gunung berapi kemudian mengisi cekungan itu. Bekas letusan gunung berapi tersebut lama kelamaan dipenuhi genangan air membentuk danau.
Bersiap naik perahu dari dermaga menuju Pulau Mariza (Foto: Novi Ardiani) |
Menurut cerita nenek, di sekitar danau penduduk menyebut tumbuhan dan semak yang tumbuh sebagai Ranau. Makanya kemudian disebut Danau Ranau. Di sana banyak ikan mujair yang menjadi tangkapan utama nelayan.
Di dermaga tepian Danau Ranau berlatar Gunung Seminung (Foto: Novi Ardiani) |
Kesan magis yang saya rasakan juga dirasakan oleh nenek dan suami saya. Nenek bercerita, bahwa ada beragam legenda yang diceritakan turun menurun tentang danau ini. Sebagian orang percaya bahwa kesan magis terasa karena ada makam Si Pahit Lidah dan Si Mata Empat yang terletak di tepi danau. Alkisah mereka adalah dua pendekar sakti yang berkelahi dan mati di sekitar Danau Ranau. Saya sendiri penasaran di mana persis letak makamnya, tetapi mengurungkan niat untuk browsing dan mengunjunginya. Merasakan kesan magis perairan danau apalagi menjelang senja sudah cukup membuat saya merinding.
Sunset di tepi Danau Ranau (Foto: Novi Ardiani) |
Senja di tepi danau sangatlah indah. Dengan HP sederhana saya berusaha menangkap momen sunset di tepi danau. Ini gara-gara kamera yang saya bawa ternyata baterainya habis sejak akan digunakan di perjalanan ke danau. Aneh juga, malamnya saya cek masih penuh. Ya sudahlah. Di perjalanan dan danau akhirnya saya memotret dengan HP.
Sunset di tepi Danau Ranau (Foto: Novi Ardiani) |
Nenek juga sempat berkisah tentang salah satu cerita turun temurun di Danau Ranau. Bahwasanya pada zaman penjajahan Belanda, ada seorang Meneer Belanda yang sedang bersantai di Danau Ranau. Ia melihat ada seekor angsa putih yang berenang di tengah danau. Sang Meneer lalu menembakkan senapannya ke angsa tersebut. Peluru tepat mengenai si angsa, dan suatu hal mengejutkan sekaligus mengerikan terjadi. Angsa yang tertembak itu berubah menjadi seekor ular naga. Sebagian masyarakat percaya relung-relung dan gua di dasar danau adalah tempat bersemayamnya ular naga.
Menikmati berperahu di perairan Danau Ranau (Foto: Novi Ardiani) |
Berbagai kisah, legenda, dan cerita turun temurun yang saya dengar dari nenek membuat bulu kuduk saya menegak. Tak henti-hentinya saya dan suami menyebut nama Allah dan berdoa mohon keselamatan. Sungguh sensasi yang luar biasa memandangi Danau Ranau yang memukau sekaligus bernuansa magis! Baik dari tepian maupun ketika berada di perahu menyusurinya.
Bersama nenek di dermaga tepian Danau Ranau (Foto: Doni Indrawan) |
Menuju Pulau Mariza
Rasa penasaran membawa saya dan keluarga pergi naik perahu (kapal klotok) ke tengah danau untuk mengunjungi Pulau Mariza. Seperti apa sih Pulau Mariza itu, pikir saya. Dari hasil browsing, saya tidak menemukan detail ilustrasi tentang Pulau Mariza.
Di dermaga mini di tepi Pulau Mariza di tengah Danau Ranau (Foto:Erwan Julianto) |
Di dermaga tersedia jasa penyewaan perahu untuk mengelilingi danau. Tarif naik perahu ke sumber air panas Rp. 250.000,- pulang pergi ditunggu. Sedangkan tarif ke Pulau Mariza dan sumber air panas Rp 350.000,- pulang pergi ditunggu. Satu perahu muat untuk sekitar 15 orang. Saya lalu menyewa satu perahu untuk kami bertujuh. Kakek dan adik ipar tidak ikut karena medannya terlalu berbahaya untuk kakek. Sedangkan nenek yang semula tidak mau ikut, jadi tergoda ikut karena melihat cucu-cucunya semangat.
Di salah satu sisi Pulau Mariza (Foto: Erwan Julianto) |
Perjalanan naik perahu sampai ke Pulau Mariza ditempuh sekitar 30 menit. Dalam perjalanan mengapung di perairan danau, kami sempat merasakan ombak yang cukup kuat menggoyang perahu. Seperti ada kekuatan dari dalam danau yang mengayun perahu kami. Kedalaman rata-rata Danau Ranau sekitar 174 m dan dasarnya bukanlah dataran yang rata. Menurut nenek, dasar danau berbentuk palung-palung yang kedalamannya tidak sama. Kedalaman maksimal berkisar 229 m. Bisa dibayangkan betapa jauh ke dasar danau.
Gunung Seminung melatari Danau Ranau (Foto: Novi Ardiani) |
Menikmati berperahu di Danau Ranau (Foto: Novi Ardiani) |
Saat itu, suami saya sempat gusar. Begitu pula saya. Agak takut terjadi sesuatu. Syukurlah tak terjadi apa-apa. Kami tiba di Pulau Mariza dengan selamat. Pulaunya kecil dan dipenuhi vegetasi nan rapat. Pohon kelapa yang berbelok batangnya ke kanan dan ke kiri menjadikan pemandangan Pulau Mariza menjadi elok.
Menjejak Pulau Mariza di tengah Danau Ranau bukan hal yang mudah bagi nenek. Dermaganya kecil dan tepian pulau berombak kuat. Hap, kami melompat bergantian dari perahu ke dermaga mini. Nenek hebat, di usianya yang sudah 65 tahun masih lincah melompat dari perahu. Di Pulau Mariza, saya sempat bercakap-cakap dengan Ratna dan Wati, penjaga kedai mini di sana. Mereka berjualan minuman dan cemilan untuk pengunjung pulau.
Di sebuah kedai di Pulau Mariza (Foto: Erwan Julianto) |
Ratna yang asal Sunda dan Wati yang asal Jawa Tengah sempat saya tanya tentang asal-usul Pulau Mariza.
“Kenapa sih Mba, pulau ini namanya Pulau Mariza?” tanya saya.
“Pulau ini pemiliknya namanya Pak Mariza, Bu. Beliau tokoh masyarakat sini, namun sudah meninggal,” jawab Ratna.
“Ooo begitu. Mba tinggal di pulau ini?” tanya saya lagi.
“Tidak Bu, kami tinggal di seberang sana. Tapi sering menginap di sini menjaga kedai,” kata Ratna lagi.
“Wah, trus kalau mau mandi dan buang air di mana?” tanya saya. Saya tidak melihat ada fasilitas sanitasi di pulau kecil itu.
“Di mana aja Bu, sudah biasa,” jawab Ratna sambil tersenyum malu. Wati ikut tersipu.
Saya dan keluarga tidak berlama-lama di Pulau Mariza. Setelah membeli sekedar jajanan di kedai Ratna dan Wati, serta berfoto-foto, kami kembali ke perahu untuk melanjutkan wisata.
Pulau Mariza dilihat dari jarak dekat (Foto: Novi Ardiani) |
Di tepi Pulau Mariza (Foto: Novi Ardiani) |
Menikmati Sumber Air Panas
Dari Pulau Mariza kami melanjutkan perjalanan ke sumber air panas di tengah danau. Jarak tempuh dengan perahu dari Pulau Mariza ke Sumber Air Panas sekitar 15 menit. Sungguh menakjubkan ya, di tengah danau ada sumber air panas. Secara ilmiah, ini terjadi karena aktivitas vulkanisme di perut bumi. Sumber air panas ini dimanfaatkan para wisatawan untuk sekedar merendam kaki atau bahkan mandi berendam full body. Air panas ini mengandung belerang yang dipercaya dapat menyembuhkan beragam penyakit kulit.
Bersiap berendam air panas di Sumber Air Panas Danau Ranau (Foto:Erwan Julianto) |
Selalu ada kisah tentang Danau Ranau di tiap sisi. Untuk sisi air panas, ada kepercayaan magis dari masyarakat setempat. Konon berdasarkan legenda, awalnya sebelum ada danau Ranau lebih dulu ada pohon ara besar yang tumbuh tepat di tengah wilayah terbentuknya Danau Ranau. Dipercaya saat itu warga kesulitan mendapatkan air. Mereka lalu mendapat petunjuk untuk menebang pohon ara agar mendapatkan sumber air.
Mencelup kaki di Sumber Air Panas Danau Ranau (Foto:Erwan Julianto) |
Lalu mereka menebang pohon ara dengan susah payah. Dari bekas tumbangnya pohon ara keluarlah mata air yang sangat besar sehingga terbentuklah Danau Ranau. Tetapi diyakini bahwa penghuni (makhluk halus) pohon ara marah karena pohon tersebut ditebang warga. Kemarahannya diluapkan dengan meludah sehingga menjadi sumbur air panas yang ada di tengah danau.
Berperahu sekeluarga besar , seru! (Foto:Erwan Julianto) |
Sumber air panas di tengah danau itu sudah dilokalisir dan dibentuk kolam persegi. Saya tidak mencium bau belerang yang tajam. Konon kata orang-orang, dulunya bau belerang sangat tajam. Bahkan sampai menewaskan banyak ikan. Tapi sekarang sudah tidak lagi sejak dilokalisir dengan kolam persegi. Saya tidak paham persis mengapa demikian. Yang jelas, saya sendiri tidak kuat berlama-lama berendam kaki di kolam air panas itu. Sayangnya, tidak membawa thermometer untuk mengukur suhu air.
Untuk masuk ke sumber air panas, kami dikenai tariff Rp.10.000,- per orang dewasa, sementara anak-anak gratis. Dipersilakan untuk berendam sepuasnya. Disediakan pula fasilitas bilas dan ganti.
Setelah puas berendam dan foto-foto, kami naik perahu untuk kembali ke dermaga Wisma PT Pusri. Sempat deg-degan Sesampainya di dermaga hari telah menjelang senja.
Di tepian Sumber Air Panas Danau Ranau (Foto:Erwan Julianto) |
Terus Terpukau hingga Pulang
Petang mengajak saya untuk menyudahi wisata ini. Suasana senja membuat kesan sendu berbaur indah dan magis di sekitar danau semakin terasa. Dengan berat hati saya tidak mengizinkan anak-anak untuk berenang di tepi danau. Adzan magrib telah berkumandang dan hari merambat gelap.
Hari sudah benar-benar gelap ketika mobil meluncur pulang melalui jalan berkelok yang sama dengan berangkatnya. Di Liwa, kami menyempatkan membeli oleh-oleh alpukat dan gula merah khas Liwa. Sepanjang jalan pulang, segenap pikiran dan jiwa saya masih terpukau oleh keindahan dan kesan magis Danau Ranau.
Di atas perahu di tepian Sumber Air Panas Danau Ranau (Foto: Novi Ardiani) |
Yang jelas, liburan ke alam indah yang jauh dari tempat tinggal tak serempong yang saya sangka. Banyak situs internet yang bisa dimanfaatkan untuk akses informasi bahkan menyediakan tour lengkap. Pemesanan tiket perjalanan juga semakin mudah era kini. #LiburanJadiMudah bukan khayalan! Yuk, siap-siap merancang liburan lagi. Alam nan indah memukau sudah menanti untuk dikunjungi! (Opi)
Sampai jumpa di kisah wisata keluarga berikutnya! |
**Foto-foto adalah koleksi pribadi penulis
**Tulisan ini diikutsertakan dalam Blog Competition #LiburanJadiMudah yang diselenggarakan Vizitrip.
Waah perjalanan yg panjang terbayarkan ya dg keindahan alamnya
BalasHapusiya mba... terbayar lunasss.....
HapusPadahal aku juga orang lampung, tapi injak danau ranau pun belum pernah hiks3.. terimakasih sharing cerita jalan-jalannya ya mba..
BalasHapussaya pun jika tidak berjodoh dengan orang lampung belum tentu sampai ke sana lah mba.... suatu waktu bisa direncanakan ke sana mba tapi enaknya jangan saat liburan, biar ga ramai, jadi puas nikmati alam nan permainya mba
Hapus