Masa Depan Beras Berfortifikasi

Hai teman-teman, bagaimana kabar di awal tahun 2022 ini?  Pasti semua berharap makin sehat di tahun ini ya. Upaya untuk sehat pastinya juga dengan cukup makan makanan bergizi dong. 

Ngomog-ngomong tentang makanan bergizi, apakah teman-teman sudah pernah mengonsumsi nasi yang ditanak dari beras berfortifikasi?  Merk apa?  Fortivit? Sego Wangi Plus? Atau, sama sekali belum pernah?  

Yuk sekaligus berkenalan dengan beras berfortifikasi dan potensi masa depannya, lanjut baca terus ya.

Beras fortifikasi atau beras berfortifikasi adalah beras yang sudah ditambah/dicampurkan dengan vitamin dan mineral untuk memperkaya nilai gizinya. 

Pemerintah Indonesia mencanangkan bebas stunting pada 2030.  Rentang waktu 8 tahun ini akan menjadi perebutan pasar beras berfortifikasi, yang digadang-gadang cocok ditempatkan sebagai intervensi gizi spesifik pencegahan stunting.  

Yakin demikian?

Secerah apa masa depan beras yang ditambahkan mikronutrien ini?  Baca terus ulasannya ya...


Beras Fortifikasi dan Stunting 

Beras fortifikasi menjadi buah bibir ketika isu stunting mengemuka beberapa tahun terakhir.  Stunting atau kerdil atau pendek, merupakan gangguan pertumbuhan linier pada balita yang disebabkan adanya kekurangan nutrisi kronis dan atau penyakit infeksi kronis maupun berulang, yang terjadi sejak dari masa kehamilan hingga berusia dua tahun.  

Pendek atau kerdil pada anak dapat diidentifikasi dengan membandingkan tinggi badan anak menurut umur (TB/U) dengan standar baku WHO-MGRS (World Health Organization- Multicentre Growth Reference Study) tahun 2005, yaitu membandingkan nilai z score -nya.

Sederhananya, saat anak-anak dengan usia dan jenis kelamin yang sama berkumpul di suatu arena, tinggi badannya akan kelihatan sangat beragam. Ada yang kelihatan sangat tinggi, tinggi, sedang, pendek, ada pula yang kelihatan sangat pendek. Bisa jadi di antara mereka ada yang tergolong balita pendek (stunted) apabila tinggi badan menurut umur dan jenis kelaminnya di bawah -2SD (Standar Deviasi) dari nilai standar baku. 

BACA JUGA :  Ibu Pembelajar bangkit Cegah Stunting!

Penanganan stunting secara nasional dilakukan melalui intervensi gizi spesifik dan intervensi gizi sensitif.   Intervensi spesifik dilakukan oleh sektor kesehatan seperti penyediaan vitamin, makanan tambahan, dan lainnya. Sedangkan intervensi sensitif dilakukan oleh sektor non–kesehatan seperti penyediaan sarana air bersih, ketahanan pangan, jaminan kesehatan, pengentasan kemiskinan dan sebagainya.

Stunting meresahkan, karena dampaknya yang multidimensi.  Multidampak yang signifikan diyakini bakal terjadi terhadap masa depan suatu bangsa, apabila tingginya angka prevalensi stunting tidak ditangani dengan tepat dan segera. Generasi stunting akan menjadi generasi yang tak mampu menjadi penerus bangsa.

Di Indonesia, angka prevalensi stunting dari tahun ke tahun masih berada di atas ambang batas WHO (20%).  Perpres No. 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting menetapkan target nasional prevalensi stunting 14% di tahun 2024.

Sumber: KATADATA


Hasil riset Bank Dunia menggambarkan kerugian akibat stunting mencapai 3-11% dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB).  Dalam Buku Saku Desa Dalam Penanganan Stunting (2017), disebutkan bahwa dengan nilai PDB Indonesia pada tahun 2015 senilai Rp 11.000 Triliun, maka kerugian ekonomi akibat stunting di Indonesia diperkirakan mencapai Rp 300 Triliun hingga Rp 1.200 Triliun per tahun.  

Dengan demikian, stunting pada balita perlu ditangani khusus sehingga tidak menjadi tragedi yang tersembunyi.  Kerusakan fungsi otak yang terjadi dari gangguan perkembangan akibat stunting bersifat irreversible (tidak dapat diubah).  

Anak-anak yang terkena stunting tidak akan pernah bisa mempelajari atau mendapatkan sebanyak yang semestinya dia bisa. Stunting bukanlah perkara yang sepele karena dapat menghambat perkembangan fisik dan mental anak, yang pada ujungnya membuat potret buram masa depan bangsa. 

Kehadiran beras berfortifikasi sebetulnya hanyalah satu dari sekian banyak upaya yang harus dilakukan untuk menangani stunting.  Namun, keberadaannya sangat krusial.  Beras, sebagai makanan pokok orang Indonesia, yang difortifikasi (ditambahkan zat gizi), adalah jalan yang tepat untuk intervensi gizi spesifik.  

Zat gizi yang ditambahkan ke dalam beras melalui proses fortifikasi antara lain adalah vitamin seperti Vitamin A, B1, B2, B3, B6, B9 dan B12, serta dan mineral esensial seperti Zn dan Fe.

 

Kernel Fortifikan padat berisi vitamin mineral yang akan dicampurkan dengan beras premium untuk menghasilkan beras berfortifikasi

Baca juga :  Beras Berfortifikasi Mengatasi Kelaparan Tersembunyi 


Fortifikasi terbukti lebih efektif untuk tujuan memperbaiki gizi mikro jangka panjang dibandingkan metode lainnya yaitu hanya pemberian suplemen (suplementasi) atau hanya diet seimbang.  

 

Grafik yang menunjukkan efektivitas fortifiksi pangan dibandingkan hanya dengan suplementasi dan diet seimbang

FORTIVIT, Beras Berfortifikasi Produksi Perum BULOG

Siapa yang belum tahu beras Fortivit?  Inilah merk beras berfortifikasi milik Perum BULOG yang sudah beredar di pasaran sejak 2019 lalu.  


Penjualan Beras Fortivit besutan Perum BULOG dalam perkembangannya menunjukkan tren kenaikan yang mendekati tren eksponensial. Apabila sosialisasi semakin gencar dan terbuka, diperkirakan permintaan pasar akan semakin meningkat ke depannya sebagai impak dari reorder ataupun new order.  

Tren Perkembangan Penjualan Beras Fortivit 2020-2021
Sumber Data: Perum BULOG (diolah)

Terlebih lagi, Indonesia dicanangkan bebas stunting pada 2030, seperti termaktub dalam Perpres No. 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting.  Rentang waktu 8 tahun ini akan menjadi perebutan pasar beras berfortifikasi, yang digadang-gadang cocok ditempatkan sebagai intervensi gizi spesifik pencegahan stunting.  

Akan mampukah beras berfortifikasi menjadi primadona di era pasca pandemi?  Mampukah  reorder dan new order yang direplay dengan pelayanan prima memberikan profit bisnis bagi produsen-produsennya? Bagaimana dengan riset dan pengembangan produknya?

Sebelum sampai ke sana, ada baiknya mencermati seberapa besar dan dalam kolam pasar beras berfortifikasi.  Mari kita cermati proyeksi berikut: 

Persamaan = Proyeksi (prevalensi stunting x jumlah penduduk usia 0-14 tahun x konsumsi beras perkapita/tahun) 

Proyeksi Kebutuhan Beras Fortifikasi Indonesia.  Sumber:  Outlook Indonesian Food and Fertilizer Research Institute (IFFRI) Semester 1 2021


Proyeksi kebutuhan beras fortifikasi untuk mencegah stunting dan memperbaiki gizi masyarakat terutama anak-anak usia 0-14 tahun memperlihatkan tren penurunan dengan CAGR: -11,52%.  Compound Annual Growth Rate (CAGR) adalah tingkat pertumbuhan tahunan rata-rata investasi selama jangka waktu tertentu yang lebih dari satu tahun.  

Volume kebutuhan beras berfortifikasi mencapai 243,4 ribu ton pada tahun 2021 dan 71,6 ribu ton pada tahun 2030.  Meskipun menunjukkan penurunan tren, volume kebutuhan beras tersebut masih cukup besar untuk dapat dipenuhi oleh BUMN Pangan maupun Perum BULOG serta sektor swasta. Indonesia memproyeksikan bebas stunting pada 2030.  




Tentunya jumlah ini masih sangat menjanjikan bagi para produsen beras berfortifikasi.  Apalagi bagi Perum BULOG, mencermati jumlah penjualan beras Fortivit selama dua tahun terakhir masih di kisaran angka 234 ton.  Ini artinya masih sangat luas pasar yang bisa direngkuh.  Di kolam inilah  Perum BULOG akan bersaing dengan BUMN Pangan lain dan pihak swasta.  

Perpres No. 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting menyebutkan bahwa pelaksanaan percepatan penurunan stunting dengan kelompok sasaran meliputi remaja, calon pengantin, ibu hamil, ibu menyusui, dan bayi usia nol sd 59 bulan (1000 hari pertama kehidupan).  Dengan demikian, proyeksi kebutuhan beras berfortifikasi bisa saja lebih besar.  Proyeksi di atas hanya menghitung persamaan berdasarkan jumlah penduduk usia 0 sd 14 tahun sebagai kelompok sasaran. 

Dengan target nasional prevalensi stunting 14% di tahun 2024 dan bebas stunting di tahun 2030, semakin terlihat bahwa prospek untuk menjual beras fortifikasi ke masyarakat umum melalui tiga saluran dapat diupayakan secara paralel.  Ketiga saluran tersebut adalah secara mandatori (melalui program pemerintah), melalui program sosial, atau secara sukarela (bisnis murni).

Sumber :  Workshop Nasional Fortifikasi Beras, Desember 2019


Ragam Beras Fortifikasi di Pasaran 

Pada Juni 2021, perusahaan teknologi agribisnis PT Moelti Pertanian Indonesia (M-Tani) meluncurkan produk beras berfortifikasi Sego Wangi Plus.  Produk ini merupakan beras yang diperkaya vitamin A, B1, B6, B12, asam folat, zat besi, dan Zinc.  M-Tani bekerjasama dengan DSM Indonesia dalam mengembangkan produk ini.  

Beras Berfortifikasi merk Sego Wangi Plus

DSM Indonesia adalah perusahaan nutrisi multinasional asal Belanda, produsen kernel fortifikan berisi premix vitamin (zat gizi mikro), yang dicampurkan ke dalam beras premium untuk menghasilkan beras fortifikasi.  Sego Wangi Plus diproduksi dengan dua ukuran yaitu 2,5 kg dan 5 kg serta dipasarkan di pasar online maupun offline.  


Beras Fortivit yang diproduksi Perum BULOG lebih dulu daripada Sego Wangi Plus juga menggunakan kernel yang diimpor dari DSM.  Perbedaannya, kandungan zat gizi mikro beras Fortivit lebih lengkap karena mengandung juga vitamin B3.  Selain itu, beras Fortivit dikemas vakum untuk ukuran 1 kg dan 5 kg.  Sedangkan Sego Wangi Plus dikemas biasa (tanpa vakum) ukuran 2,5 kg dan 5 kg.  

Dari segi harga, beras Fortivit di Jabobetabek berada di kisaran Rp 15.000/kg.  Sedangkan Sego Wangi Plus di kisaran Rp 20.000/kg.  


Selain Sego Wangi Plus yang head to head dengan Beras Fortivit, di pasaran (online dan offline) beredar sejumlah produk beras analog bekatul yang digunakan untuk fortifikasi beras merah maupun beras putih premium dalam berbagai merek.  Dalam hal ini, konsep fortifikasinya lebih natural karena tidak menggunakan kernel berisi premix vitamin, melainkan menggunakan sumber vitamin alami yaitu bekatul.  Selain itu, beredar pula beras berfortifikasi dalam kemasan bulk (50 kg) sehingga harga per kg nya menjadi lebih murah sekitar Rp 9.800/kg.  

Melihat pasar, nampaknya bisnis makanan pokok sehat cukup menggiurkan untuk diterjuni banyak pihak.  Seiring dengan kesadaran masyarakat akan pola hidup sehat, ceruk ini kelihatannya akan terus terisi.  

Menyongsong Masa Depan Beras Berfortifikasi 

Menengok data nilai penjualan beras Fortivit yang meningkat mendekati tren eksponensial, proyeksi kebutuhan beras fortifikasi yang masih cukup besar hingga 2030, serta sejumlah produk beras berfortifikasi yang muncul di pasar, nampaknya masa depan beras berfortifikasi bisa dibilang cukup cerah.  Apalagi seiring dengan kesadaran masyarakat pasca pandemi untuk lebih memperhatikan kesehatan. Ditambah lagi, gaya hidup sehat kini makin digandrungi masyarakat dengan tingkat pendidikan dan ekonomi menengah ke atas.  

Potensi makin digandrunginya beras berfortifikasi akan sangat terbuka.  Karena itu, dibutuhkan pelayanan prima serta riset dan pengembangan produk terus menerus terhadap beras berfortifikasi oleh masing-masing produsennya, agar penjualannya terus meningkat.  Hal-hal yang krusial antara lain: 

1. Pelayanan prima

Service excellent di atas ekspektasi konsumen menjadi PR utama, yang tidak lepas dari fokus rantai nilai. Perbaikan pelayanan melibatkan mulai dari perencanaan, pasokan bahan baku, produksi, transportasi, hingga penjualan produk sampai ke tangan konsumen. 

2. Riset dan pengembangan produk  

Banyak hal yang menjadi pertanyaan konsumen seputar beras fortifikasi seperti sifat vitaminnya yang dapat larut dalam air cucian beras, rusak karena panas saat ditanak, lama penyimpanan dan pengaruhnya terhadap kadar vitamin. 

Riset terakhir dari DSM Indonesia menyebutkan bahwa kemungkinan berkurangnya kandungan mikronutrien pada beras berfortifikasi setelah mengalami pencucian adalah 5 sd 20%.  Sedangkan kemungkinan berkurangnya nutrisi mikronutrien setelah mengalami penanakan adalah 5 sd 40%.  

Secara detil, kemungkinan berkurangnya kandungan mikronutrien akibat pencucian dan penanakan untuk tiap jenis vitamin dan mineral dapat disimak pada tabel berikut ini: 

Sejumlah pertanyaan lain seperti berapa jumlah yang layak dikonsumsi agar tidak terjadi kekurangan/kelebihan mikronutrien, perlu dijawab dengan riset produk.  Hasil riset perlu dikomunikasikan secara edukatif kepada konsumen untuk meningkatkan nilai produk.  Termasuk, pengembangan lanjut produksi kernel fortifikan lokal maupun premix vitamin lokal sangat terbuka untuk menurunkan biaya produksi. Kernel fortifikan maupun premix vitamin impor merupakan komponen harga yang signifikan untuk memproduksi beras berfortifikasi. 

3. Riset dan pengembangan pemasaran 

Saluran pemasaran mana yang paling optimal (mandatori/program pemerintah, program sosial, atau bisnis murni) perlu ditentukan.  Bisa jadi perpaduan dari ketiga metode saluran tersebut mampu meningkatkan penjualan beras berfortifikasi.  Tiap saluran membutuhkan effort komunikasi pemasaran yang berbeda untuk mendapat tempat di hati konsumen.  

Beras berfortifikasi sungguh bisa memikat banyak orang untuk memenuhi kebutuhan gizinya, apabila dipasarkan dengan menarik dan edukatif.  Sebab, soal makan adalah persoalan budaya. Peningkatan kesadaran hidup sehat perlahan juga akan menggeser budaya makan untuk lebih mendukung hidup sehat. Bukankah demikian? (Opi) 

35 komentar

  1. Saya baru tahu beras pun ada yang difortifikasi.

    Pemerintah masih berusaha untuk mengedukasi masyarakat tentang bahaya stunting, walau saya akui belum terlalu terlihat.
    Saya baru ngeh masalah stunting sejak punya anak, dan itu pun dari medsos, bukan lembaga pemerintah, misal puskesmas atau posyandu.
    Apalagi masyarakat dengan ekonomi di bawah, mungkin edukasi nya belum sampai.

    BalasHapus
  2. Aku ngebayangin ini semacam makan nasi sambil minum multivitamin. Haha. Iya enggak sih? Jadi penasaran kan soal rasanya juga gimana penyerapannya oleh tubuh ya?

    BalasHapus
  3. Salut dengan kemajuan dunia pangan dan pertanian. Beras fortifikasi, bagus juga nantinya ada beras fortifikasi rasa-rasa. Beras kari ayam, beras rendang ... ditanak sudah berupa nasi rasa kari ayam atau nasi rasa rendang dan rasa-rasa lainnya.

    BalasHapus
  4. Jadi penasaran, mba dengan rasanya dan wanginya secara Sumber vitamin murni diambil dari bekatul, sebagai pengayaan vitamin dan mineral. thankyou for sharing, mba. info bermanfaat sekali...

    BalasHapus
  5. Kepingin deh untuk ke depannya beras fortifikasi dan makanan-makanan bergizi lainnya bisa menjangkau berbagai kalangan. Jadi semua anak-anak masa depan tercukupi nutrisinya, dan bisa bertumbuh dengan baik.

    BalasHapus
  6. Sy bru tau lho klu ad beras beefortifikasi. Semoga hal in menjadi satu langkah yg baik ke depnnyaa

    BalasHapus
  7. kereeeeenn, aku baru tahu ada Beras Berfortifikasi, dan pembahasan ini membuka mataku kembali terkait masalah stunting. Dengan ada beras ini, semoga gizi kita dan generasi masa datang dapat terpenuhi.

    BalasHapus
  8. jadi pengen cobain mbak,selama ini beberapa langkah fortifikasi sudah dilakukan pemerintah untuk menjaga kesehatan masyarakat,sayangnya proses distribusi yang kadang belum dapat dijangkau semua lapisan masyarakat

    BalasHapus
  9. Mashaa Allah mbak opi, penjelasannya detail banget. mudah-mudahan beras ini bisa cepat menyebar ya, terutama di daerah pedesaan.

    BalasHapus
  10. terimakasih sharingnya kak, sangat informatif dan edukatif. terutama buat calon buibu sepert saya, harus banyak belajar mengenal produk beras untuk keluarga supaya lebih sehat dan terpenuhi kebutuhan gizinya

    BalasHapus
  11. Baru tahu juga saya kalau ada beras yang difortifikasi. Haturnuhun sharingnya Mbak Opi. Jadi penasaran dengan rasanya ... apakah sama atau ada bedanya dengan beras yang biasa?

    BalasHapus
  12. Peluang besar beras ini buat kesehatan, ya, Mba. Istimewa cegah stunting sesuai usaha pemerintah. Semoga semakin banyak yang terpapar info ini. 😊

    BalasHapus
  13. aku baru tau mengenai beras ini, tapi mungkin karena belum familiar jadi kadang masih ragu akan dampak negatifnya

    BalasHapus
  14. masih belum familiar mengenai jenis ini, dan apakah benar benar aman bagi jangka panjang, meningat kebanyakan produk alam dengan rekayasa genetik atw penambahan bahan tertentu mash jadi keraguan si,

    BalasHapus
  15. Kirain mah bersertifikasi gitu. Ternyata ada tambahan mikronutriennya. Yah, benar sih. Kita memang membutuhkan tambahan vitamin dan mineral. Apalagi kalau bocah susah sekali makan sayur-sayuran. Maka, semakin berkuranglah asupan vitamin dan mineralnya.

    BalasHapus
  16. Beras benar-benar baru nih, rasanya kayak gimana ya, Kak? Penasaran dengan beras fortifikasi ini. Semoga kehadiran beras ini bisa memperkecil angka stunting di negeri ini, miris, bahkan kota besar sekalipun saat ini sepertinya belum bebas stunting.

    BalasHapus
  17. Beras benar-benar baru nih, rasanya kayak gimana ya, Kak? Penasaran dengan beras fortifikasi ini. Semoga kehadiran beras ini bisa memperkecil angka stunting di negeri ini, miris, bahkan kota besar sekalipun saat ini sepertinya belum bebas stunting.

    BalasHapus
  18. Beras benar-benar baru nih, rasanya kayak gimana ya, Kak? Penasaran dengan beras fortifikasi ini. Semoga kehadiran beras ini bisa memperkecil angka stunting di negeri ini, miris, bahkan kota besar sekalipun saat ini sepertinya belum bebas stunting.

    BalasHapus
  19. semoga beras fortifikasi ini bisa lebih terjangkau lagi untuk masyarakat ya... karena masalah stunting ini memang sangat mengkhawatirkan

    BalasHapus
  20. Wah, info sangat menarik yang saya dapat dari artikel ini mbak Opi. Saya nggak tahu kalau ada beras berfortifikasi. Kalau beras ini lebih terjangkau oleh masyarakat, aku yakiin bakal bermanfaat. Secara Indonesia butuh ini. Banyak anak yang susah makan sayur. Baru dipaksa, ya baru mau. Apalagi untuk urusan Stunting, memang butuh perhatian khusus. Semoga beras fortifikasi ini bisa jadi solusi masa depan ya.

    BalasHapus
  21. wah, industri pangan kesehatan indonesia semakin keren. Dulu baru wacana dan sekarang terwujud, semoga produk beras fortifikasi bisa mencapai manfaat yang diinginkan ya mba

    BalasHapus
  22. Wah baru tahu nih ada beras fortifikasi... Nice info buat orang awam yang baru kenal tentang hal ini...

    BalasHapus
  23. wah bagus sekali pnjekasanny detail, saya baru tahu beras fortifikasi, hehee. terimakasih

    BalasHapus
  24. Wah, jadi kepo dengan beras ini. Tapi belum lihat di sekitar deh. biasa kalau di daerah suka belakangan. nanti kalau sudah ada, mau nyoba deh!

    BalasHapus
  25. wow aku baru tahu ada beras yang ditambah niali gizinya. yup stuning masih jadi isu untuk tumbang anak. jadi upaya ini cukup efekif mnegingat makanan pokok indonesia adalah nasi .

    aku jadi belajar banyak mbak, niche info lho!

    BalasHapus
  26. baru dengar istilah beras fortifikasi. Baru tahu juga kernel, baik nama maupun bentuknya (lihat gambar sih :)). Semoga beras fortifikasi benar-benar menjadi sebuah ikhtiar untuk menurunkan stunting.

    BalasHapus
  27. sudah kayak susu bubuk aja ya ditambahin aneka multivitamin hehe. inovasi yang bagus sih ini, karena yang dianggap makanan pokok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia sampai saat ini masih beras putih. semoga bisa mengatasi masalah stunting ya. btw aku baru tau dari sini lho tentang fortivit 😁

    BalasHapus
  28. Beneran baru tahu ada beras berfortifikasi. Bayanganku berasnya ditetesi vitamin gitu mbak, hehe, ternyata pakai kernel yang bentuknya kaya beras. Terimakasih Mbak Opi informasinya, jadi makin tahu.

    BalasHapus
  29. Terima kasih Mbak Opi, aku jadi tahu ada beras berfortifikasi ya beras yang ditambahkan berbagai vitamin dan mineral yang penting untuk tubuh kita bagus untuk mencegah stunting pada anak kita

    BalasHapus
  30. Maasyaa Alloh tabaarokalloh kereeeeen inovasi teknologi pangan Perum Bulog dengan adanya beras Portivit. Bahkan sudah disertai penjaminan mutu layanan dan produknya.

    Semoga bisa berkolaborasi dengan pihak Kementerian Kesehatan ya untuk solusi masalah stunting. Ini perlu dikampanyekan lebih luas loh.

    Saya pribadi seneng dong dapat referensi bahan makanan pokok sehat semacam beras Portivit dan Sego Wangi. Jadi gak merasa berdosa makan nasi terus hehehe, kan ada vitaminnya.

    BalasHapus
  31. Saya baru mendengar adanya beras berfortifikasi. Manfaat dan tujuan produk ini memang luar biasa, namun seprtinya kurang sosialiasasi dan pemasaran. Semoga beras ini sampai ke orang2 yang membutihkan dan menurunkan angka stunting

    BalasHapus
  32. Wuah makasih banget nih, Mbak. Suerrr, baru tahu ada beras fortivit. Beras multi vitamin.

    BalasHapus
  33. Baru denger ini si ttg beras fortivikasi, jadi nanti di berasnya itu ada campuran kernel berisi vitamin gitu kah? Lalu rasanya akan seperti apa ya.. aku kira malahan anak jaman skrg kelebihan gizi karena banyaknya imunisasi yg diberikan serta multivitamin krn liat mereka lebih tinggi dan besar dari ortunya. Tpi mgkin itu hanya yg di kota besar kali ya

    BalasHapus
  34. Waa menarik sekali artikelnya! Belum pernah dengar dengan istilah beras berfortifikasi, apalagi manfaatnya dan kandungannya juga lebih banyak dengan beras-beras biasa. Jadi ingin coba kalau besok-besok nemu beras ini. Terima kasih informasinya

    BalasHapus

Terima kasih telah berkunjung dan membaca artikel ini. Silakan tinggalkan jejak di komentar dengan bahasa yang sopan. Mohon tidak meninggalkan link hidup. Terima kasih.